Quantcast
Channel: Jalan Akhirat
Viewing all 270 articles
Browse latest View live

Sifuli di Seminar Perubatan Alternatif Pada 9 hb Jun 2013 di Hotel Putra Kuala Lumpur

$
0
0

Berikut ini adalah diantara gambarfoto Sifuli yang sempat dirakamkan sempena Seminar Perubatan Alternatif Pada 9 hb Jun 2013 di Hotel Putra Kuala Lumpur sebagai kenang kenangan.

Limau manis di tepi perigi
masak sebiji dilindung daun
semua yang hadir menawan hati
sehari berjumpa rasa setahun

Jika ada sumur di ladang
boleh kita menumpang mandi
jika ada umur nan panjang
boleh kita bertemu lagi

Ribu ribu pohon mengkudu
cincin permata jatuh ke ruang
jika ridu sebut nama ku
air mata usah dibuang

906 Dr suzyana

906 sifuli sedang berucap

906 kehadiran peserta

906 bersama speaker

906sifuli wannura dan sebahagian peserta

906 Sifuli sijil penghargaan

Biji selasih bersama guli
terima kaseh semua sekali



Hakikat Syahadat dan Shalat

$
0
0

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ

Bismillahirrahmanirrahim

Dengan senantiasa bermohon Ridha dan Tolong dari Allah SWT, penulis menyampaikan pemahaman tentang hakikat Syahadat dan Shalat sesuai yang penulis fahami. Hal ini penulis sampaikan semata-mata untuk sarana ibadah kepada Allah, jadi tidak ada maksud yang selain-nya. Tulisan ini juga tidak untuk mencari pembenaran tetapi berharap untuk mendapatkan kebenaran agar sampai kepada tujuan kebenaran dengan kebenaran yang dijalankan,

Syahadat merupakan alas (dasar) dan pondasi daripada bangunan Agung bernama Islam. Di mana bangunan itu ditegakkan oleh tiang-tiang yang bernama Shalat. Jadi antara Syahadat dan Shalat merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Tegaknya Shalat karena Syahadat, Shalat diperintahkan, wajib untuk dilaksanakan bagi manusia yang telah berSyahadat. Tidak ada Shalat bagi yang belum Bersyahadat, dan tidak boleh Shalat mendahului daripada Syahadat.

A. SYAHADAT

Syahadat merupakan bukti/ tanda manusia yang telah menjatuhkan pilihannya bahwasannya hanya Allah sebagai Sesembahan yang TAUHID. Tidak ada yang pantas ditunduktaati kecuali Allah SWT. (Ashadu ala ilaha ilallah) dan menjadikan Nabi Muhammad Rosulullah sebagai panutan atau suri tauladan yang benar dalam mengabdikan diri kepada Allah SWT. ( Wa ashadu ana muhammadarrosulullah).

Jika manusia telah menyatakan, berikrar, berjanji setia dan bersaksi hanya Allah sebagai Tuhan yang wajib ditunduktaati. Manusia itu harus mencontoh Nabi Muhammad Rosulullah dalam mengabdikan dirinya kepada Allah SWT.

Bila kita mencermati kalimat Syahadat dari sisi bahasa dengan seksama, sesungguhnya hakikat Syahadat adalah merupakan janji setia manusia kepada Allah untuk menjadi Muhammad umat. Muhammad dalam hal ini diartikan sebagai Manusia yang terpuji karena perilaku dan budi pekertinya yang luhur dengan menjalankan Al-Qur’an. Dengan berpegang teguh kepada 4 pilar keutamaan yaitu Sidiq, amanah, tablig dan fathonah.

Jadi sesungguhnya bila manusia telah berSyadahat, dia telah berjanji kepada Allah untuk menjadi Muhammad (Manusia yang Terpuji), Muhammad disini bukan berarti sebagai Nabi tetapi sebagai Muhammad umat yang melakukan perbuatan terpuji sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad.

Kesimpulan daripada hakikat/ makna Syahadat adalah :

Ashadu ala ilahailallah wa ashadu ana muhadarrosulullah :
Adalah ikrar/ janji manusia kepada Allah SWT yang Tauhid untuk menjadi Muhammad (Manusia yang terpuji) dengan menjalankan RisalahNya yang dibawa dan diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW.

Jadi bilamana manusia yang telah berSyahadat tetapi masih melakukan perbuatan yang tidak terpuji, dalam arti tidak mencerminkan apa yang telah Allah tuliskan dalam KalamNya yaitu Al-Qur’an, sesungguhnya manusia itu telah lalai dan telah ingkar terhadap janjinya kepada Allah. Sehingga dia tidak lagi menjadi Muhammad umat (Manusia yang terpuji) dan dia termasuk orang yang rugi di dunia dan di akhirat. Inilah yang perlu untuk direnungkan dan difahami agar bisa dimengerti, karena mungkin masih banyak diantara manusia yang sudah beragama Islam tetapi masih banyak melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Padahal bila manusia selalu ingat Syahadatnya dia akan takut melakukan perbuatan yang dimurkai Allah SWT.

“Maka jadikanlah Syahadat sebagai aqidah yang harus dipegang teguh dalam berbuat dan bertingkah laku di dalam kehidupan ini, agar kita tetap menjadi Muhammad (Manusia yang Terpuji) yang benar dan baik dalam pengabdiannya kepada Allah SWT”.

Mencuri, memfitnah, memakan harta anak yatim (rakyat), korupsi, berzina, mabuk-mabukan, menyembah berhala (harta benda, kekuasaan, uang, dll) adalah contoh perbuatan yang tidak terpuji yang telah menghinakan manusia itu sendiri karena mengikuti jalannya Syetan. Untuk itu bagi manusia yang masih gemar melakukan perbuatan maksiat (perbuatan yang tidak terpuji), segeralah untuk bertaubat dan ingatlah perjanjianmu dengan Allah SWT. Karena hanya Muhammad umat (manusia-manusia yang terpuji-lah yang akan sampai dengan selamat (Islam) kepada Allah, dan akan mendapatkan balasan kemuliaan di dunia dan di akhirat).

B. SHALAT

Shalat merupakan tiang agama dan dengan Shalat bisa mencegah perbuatan keji dan munkar. Untuk membuktikan kebenaran kalimat tersebut, kita harus mengetahui hakikat Shalat yang sebenarnya.

Sesungguhnya Shalat terdiri dari tiga substansi penting yaitu :

1. Di dalam Shalat ada niat (hati) = niat dalam Shalat.
2. Di dalam Shalat ada bacaan (lisan) = bacaan dalam Shalat.
3. Di dalam Shalat ada gerakan (perbuatan) = gerakan dalam Shalat.

Sebagai contoh bila kita mengerjakan Sholat Isya tentunya niat Shalat kita saat itu adalah niat Shalat Isya, dan bacaannya adalah bacaan Shalat Isya serta gerakannya juga gerakan Shalat Isya.

Di sini penulis akan membagi Shalat dalam dua kategori :

1.Shalat Ritual

Shalat Ritual sebagai doa/ Ritual (ini wajib dijalankan sehari semalam dalam 5 waktu yang telah ditentukan saatnya, yaitu Shalat ‘Isya, Subuh, Dhuhur, Ashar dan Maghrib).

Dalam Shalat Ritual terjadi hubungan langsung antara seorang hamba dan kholiqnya yaitu antara manusia dan Allah SWT. Hubungan ini disebut Hablum MinAllah. Orang lain tidak dapat menilai kekhusukan hamba lain yang sedang mengerjakan Shalat Ritual tetapi hanya hamba yang mengerjakan shalat itu sendiri dan Allah yang mengetahuinya.

Di dalam Shalat Ritual manusia senantiasa memohon kepada Allah agar ditunjukkan kepada jalan yang lurus, yaitu jalan yang diridhoi Allah bukan jalan yang dimurkai Allah. Jadi pada dasarnya Shalat Ritual masih sebatas doa permohonan kepada Allah, yang masih harus diaktualkan/ dinyatakan kebenarannya dalam perbuatan sehari-hari di kehidupan ini. Shalat Ritual yang sudah dijalankan/ dikerjakan dalam bentuk perbuatan inilah yang dinamakan Shalat Aktual.

2. Shalat Aktual

Seperti halnya dengan Shalat Ritual, Shalat Aktual juga dilakukan/ dikerjakan pada waktu yang telah ditentukan yaitu:

1. Gunakan waktu/ saat hidup-mu sebelum datang mati-mu.
2. Gunakan waktu/ saat sehat-mu sebelum datang sakit-mu
3. Gunakan waktu/ saat lapang-mu sebelum datang sempit-mu
4. Gunakan waktu/ saat muda-mu sebelum datang tua-mu
5. Gunakan waktu/ saat kaya-mu sebelum datang miskin-mu.

Bermakna Shalat Aktual ini wajib dilakukan/ dikerjakan di setiap waktu/ saat dalam kehidupan ini .

Shalat Aktual merupakan praktek daripada Shalat Ritual, dimana dalam Shalat Aktual ini telah terjadi hubungan antara manusia dan manusia atau manusia dengan ciptaan Allah yang lain seperti binatang dan tumbuhan. Interaksi hubungan antara manusia dan manusia inilah yang dinamakan dengan hubungan (Hablum minAnnas). Hablum minAnnas ini akan berjalan harmonis dan selaras manakala setiap diri manusia memahami hakikat Shalat.

Di atas sudah kami terangkan bahwa di dalam Shalat ada tiga substansi yang sangat penting yang harus dipraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

1. Di dalam Shalat ada niat (di dalam hati)
Dalam kehidupan sehari-hari harus dipraktekkan oleh hamba Allah, dengan cara setiap melakukan pekerjaan apapun, niatkan dalam hati dengan baik dan benar karena Allah SWT.

2. Di dalam Shalat ada bacaan (lisan)
Bila membicarakan tentang bacaan tentu tidak lepas daripada lisan. Jadi praktek bacaan dalam Shalat adalah menggunakan lisan kita dengan sebaik-baiknya dengan cara berbicara hal-hal yang baik dan benar di dalam kehidupan sehari-hari. Dimanapun kita berada hendaknya hamba Allah selalu berbicara atau menggunakan lisannya untuk membicarakan kebenaran dan kebaikan dengan halus, santun, baik dan benar.

3. Di dalam Shalat ada gerakan (Perbuatan)
Bila hamba Allah sudah selalu berniat yang baik dan benar dalam hatinya, dan juga sudah menggunakan lisannya dengan baik dan benar dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya langsung diikuti dengan gerakan (harakat) atau perbuatan yang baik dan benar pula. Yaitu perbuatan yang bermanfaat untuk dirinya dan juga lingkungannya. Berbuat baik dan benar semata-mata mengikuti kehendak Allah SWT selaku Rabb yang ditunduktaati.

Ketiga Subtansi Shalat di atas haruslah dijalankan oleh setiap hamba Allah agar selamat (Islam) kehidupannya di dunia dan juga selamat (Islam) kehidupannya di Akhirat.

“Dan Shalat Aktual inilah yang lebih dominan dapat mencegah perbuatan keji dan munkar”. Bukan berarti mengesampingkan Shalat Ritual, Shalat Ritual tetap wajib untuk dikerjakan. Karena di dalam Shalat ritual ada permohonan (ada doa) disitulah kebenaran bahwa manusia itu adalah makhluk yang butuh Allah.

Bila setiap hamba dalam kehidupannya selalu berniat baik dan benar, berlisan (bertutur kata) yang baik dan benar serta berbuat (bertingkah laku) yang baik dan benar semata-mata karena Allah SWT, maka baik dan benarlah hamba itu di hadapan Allah (baik dan benar dalam hubungannya kepada Allah = Hablum minAllah) dan juga di hadapan manusia (baik dan benar dalam hubungannya kepada sesama manusia = Hablum minAnnas). Sehingga tidak ada tempat lagi bagi kejahilan dan kejahatan (syetan) dalam diri hamba Allah.
Selanjutnya marilah kita senantiasa menjalankan Shalat Ritual dengan tertib diikuti dengan Shalat Aktual yang benar, sehingga kita insya Allah benar benar benar menjadi hamba Allah yaitu Muhammad umat (manusia yang terpuji).

Catatan :

Tulisan saya ini juga sebagai jawaban dari pernyataan dan pertanyaan beberapa sahabat yang bertanya kepada saya tentang Shalat yang bisa mencegah perbuatan keji dan munkar.

Inilah pertanyaan mereka (para sahabatku) yang ditanyakan kepadaku :

Sahabatku, kenapa masih ada sebagian orang yang rajin mengerjakan shalat lima waktu tetapi perbuatannya masih mengikuti Syetan, ada diantara mereka yang memakan harta anak yatim (rakyat), korupsi, berzina, mabuk-mabukan, mengundi nasib, menyembah berhala (harta benda, kekuasaan, emas, uang, dll) dan mereka lebih mencintai yang selain Allah SWT? Padahal kalam Allah telah menyatakan bahwa Sesungguhnya Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.

Mudah-mudahan Tulisanku ini bisa menjadi jawaban dari pertanyaan para sababat.. Jadi pada dasarnya, orang yang masih suka mengerjakan perbuatan maksiat, sesungguhnya mereka belum mempraktikan/ menjalankan Shalat Aktual tetapi baru sekedar menjalankan Shalat Ritual atau bahkan tidak menjalankan keduanya tetapi hanya KTP nya saja yang berlebel Islam.
Sebagai orang Islam harus menjalankan keduanya (Shalat Ritual dan Shalat Aktual) dengan selaras dan harmonis.

Sesungguhnya bila dalam kehidupan sehari-hari niat kita selalu baik dan benar, ucapan yang keluar dari lisan kita ucapan yang baik dan benar serta perbuatan kita adalah perbuatan yang baik dan benar yang hanya semata-mata untuk beribadah kepada Allah SWT, insya Allah Shalat kita sudah benar sehingga terbuktilah bahwasannya Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar.
(Sesungguhnya Shalat dapat mencegah perbuatan keji dan munkar)

Sesungguhnya niat kita, ucapan yang keluar dari lisan kita dan perbuatan kita sehari-hari dalam kehidupan inilah nanti yang pertama-tama dimintai pertanggungjawabannya di hadapan Allah.
(Sesungguhnya amal yang paling pertama dihisab adalah Shalat)

Akhirnya dengan senantiasa bermohon ampun kepada Allah SWT, dan juga senantiasa mengharap rahmat dan hidayah Nya, mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat bagi semuanya dan semakin menambah wawasan kita tentang Syahadat dan Shalat yang merupakan fase penting dalam pengabdian kita kepada Allah SWT secara benar. Sehingga benarlah pengabdian kita kepadaNya.

Sesungguhnya manusia tempat salah dan lupa, kebenaran hanya milik Allah dan aku berlindung serta bermohon perlindungan kepadaMu ya Allah dari perbuatan yang jahil dan perbuatan yang jahat (Syetan).

Sumber: http://asajiutomo99.blogspot.com/


Sepuluh surat dalam Al-Qur’an dapat mencegah sepuluh perkara

$
0
0

Rasulullah Saw. bersabda:

“Sepuluh surat dalam Al-Qur’an dapat mencegah sepuluh perkara, yaitu:

1. Surat Al-Faatihah mencegah murka Allah.

2. Surat Yaasiin mencegah kehausan pada hari Kiamat.

3. Surat Ad-Dukhan mencegah ketakutan yang sangat pada hari Kiamat.

4. Surat Al-Waaqi’ah mencegah kefakiran.

5. Surat Al-Mulk mencegah siksa kubur.

6. Surat Al-Kautsar mencegah permusuhan.

7. Surat Al-Kaafiruun mencegah kekufuran ketika nyawa dicabut.

8. Surat Al-Ikhlas mencegah kemunafikan.

9. Surat Al-Falaq mencegah bahaya hasud.

10. Surat An-Nas mencegah perasaan was-was (gangguan setan.”

Semoga kita boleh istiqomah mengamalkannya, yang pada akhirnya memperoleh fadilah dari ayat ayat surah al quran di atas.

Sumber: Kitab Nashaihul Ibaad karangan Imam Nawawi Al Bantani


Sholat dalam pandangan Ilmu Hakekat

$
0
0

Sholat dalam pandangan Ilmu Hakekat أشهد أن لا اله الا الله و أشهد أن محمدا رسول الله “ Sholat dalam pandangan Ilmu Hakekat “ .

Pandangan Hakekat : Sholat bukan menyembah namun Sholat adalah berdiri menyaksikan diri sendiri yaitu bersaksi diri kita sendiri bahwa Tiada Nyata pada Diri Kita Hanya Allah yaitu Diri Batin ( Muhammad Mustaffa ) dan Diri Dzahir kita itu menanggung Rahasia Allah.

Pengertian SHOLAT HAKIKI ter-urai dalam kalimah ALHAMDU (alif–lam–ha–mim-dal) yang bermaksud SEGALA PUJI MILIK ALLAH. Inilah perkataan yang mula mula dilafazkan oleh manusia yaitu Nabi Allah Adam a.s “ALIF” Melambangkan NIAT karena niat itu ialah mendzahirkan DIRI BATIN. Diri inilah IMAM yang kita ikuti yaitu ULIL AMRI atau pemerintah = pemimpin. “LAM”

Bila telah nyata Diri Batin, maka kita lafazkan TAKBIR RATUL IHRAM. Maka berawal dari sini bukanlah manusia yang berkehendak tetapi segala-galanya adalah digerakkan oleh Allah. “HA” Apabila telah nyata Allah menguasai diri kita, maka kita pun rukuk menandakan kita tunduk patuh akan Kebesaran Allah dan siap menerima segala PerintahNya. “MIM” Maka diri kita mengakui bahwa Dzat Allah itulah Tuhan Sekalian Alam yang meliputi seluruh diri kita mengwujudkan dan menghidupkan kita. Kita pun sujud menandakan rasa syukur kita. “DAL” Satelah kita tahu Dzat telah meng-karunia-kan kepada diri kita menjadi KhalifahNya dibumi ini, maka kita pun merendah diri atas Karuniah itu (yang tidak dikaruniahkan Allah kepada makhluk lain selain manusia ) .

RINGKASAN ALHAMDU . ALIF = Niat LAM = Berdiri Betul HA = Ruku’ MIM = Sujud DAL = Duduk Antara Dua Sujud . URAIAN TENTANG NIAT Usalli, Fardhu, Rakaat, Lillah Hi Ta’ala Usul Diri Rangka Nyata Allah Usalli = Kita berniat untuk mengusul asal diri kita Fardhu = Fardhu ialah Diri Yang Di-usul Rakaat = Rangka kita ialah Jasad yang di dzahirkan Lillah Hi Taala = Nyata Allah melalui jasad yang dzahir. Barulah dapat diusul akan Asal Usul Diri. Maka setelah diusul nyatalah Allah itu Meliputi Diri Dzahir dan Diri Batin. Diri Dzahir tiada mempunyai daya dan upaya melainkan melakukan Af’al Allah semata-mata. Dengan KESADARAN itu maka Nyatalah Kebesaran Allah dan kita-pun TAKBIR untuk meng-ESA-kan Dzat Tuhan itu meliputi sekalian diri. .

URAIAN TAKBIRATUL IHRAM Allah = Sifat Napsiah = 1 Hu = Sifat Salbiah = 5 Akbar = Sifat Maani & Maknuyah = 14 Maka nyatalah ke 20 Sifat-sifat Kebesaran Allah didalam ucapan “ALLAH HU AKBAR”. . CARA- CARA SHOLAT HAKIKI . HAKEKAT SHOLAT : Artinya berdiri menyaksikan diri sendiri, kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahwa tiada yang nyata pada diri kita.. Hanya diri batin (Allah) dan diri dzahir kita (Muhammad) yang membawa dan menanggung rahasia Allah swt. Hal ini terkandung dalam surat Al-Fatihah yaitu : Alhamdu (Alif, Lam, Ha, Mim, Dal) Kalimah Alhamdu ini diterima ketika Rasulullah isra’ dan mi’raj.

Mengambil pengertian akan hakekat manusia pertama yang diciptakan Allah swt yaitu Adam as. Takkala Roh (diri batin) Adam as. sampai ketahap dada, Adam as pun bersin dan berkata Alhamdulillah = Segala puji bagi Allah Apa yang dipuji adalah : Dzat (Allah), Sifat (Muhammad), Asma’(Adam) dan Afa’al (Manusia) Jadi sholat itu bukan berarti : Menyembah tapi suatu “cara” penyaksian diri sendiri dan sesungguhnya tiada diri kita melainkan diri Allah semata.

Kita menyaksikan bahwa diri kitalah yang membawa dan menanggung rahasia Allah swt. Dan tiada sesuatu pada diri kita hanya rahasia Allah semata serta..tiada sesuatu yang kita punya kecuali Hak Allah semata. Sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 72 “Inna ‘aradnal amanata ‘alas samawati wal ardi wal jibal. Fa abaina anyah milnaha wa’asfakna minha wahamalahal insanu” Artinya : “Sesungguhnya kami telah menawarkan suatu amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung tapi mereka enggan menerimannya (memikulnya) karena merasa tidak akan sanggup, lantas hanya manusia yang sanggup menerimanya” Dan karena firman Allah inilah kita mengucap : “Asyhaduanlla Ilaaha Illallah Wa Asyahadu Anna Muhammadar Rasulullah” . “Kita bersaksi dengan diri kita sendiri bahwa tiada yang nyata pada diri kita sendiri hanya Allah semata-mata dengan tubuh dzahir kita sebagai tempat menanggung rahasia Allah dan akan menjaganya sampai pada masa yang telah ditentukan.” Manusia akan berguna disisi Allah jika dapat menjaga amanah Rahasia Allah dan berusaha mengenal dirinya sendiri. Bila manusia dapat mengenal dirinya maka dengan sendirinya ia dapat mengenal Allah. .

Hadits Qudsi…. “MAN ARAFA NAFSAHU FAKAD ARAFA RABBAHU” “Barang siapa mengenal dirinya maka ia akan mengenal Allah Tuhannya” . Perkataan pertama dalam sembahyang itu adalah : Allahu Akbar (Allah Maha Besar) Perkataan ini diambil dari asal ketika Roh diri Rahasia Allah itu dimasukkan kedalam tubuh Adam as. Kemudian Adam berusaha berdiri sambil menyaksikan keindahan tubuhnya dan berkata : Allahu Akbar (Allah Maha Besar). Dalam Sholat harus memenuhi 3 syarat : a. Fiqli (perbuatan) b. Qauli (bacaan) c. Qalbi (Hati atau roh atau qalbu). .

Mengapa kita Sholat sehari-semalam 17 rakaat… ? . Pengertiannya sebagai berikut : Hawa, Adam, Muhammad, Allah dan Ah . 1. AH itu menandakan sholat subuh,”2”= Dzat dan Sifat 2. ALLAH itu menandakan sholat Zohor, “4” = Wujud, Alam, Nur dan Syahadah. 3. MUHAMMAD itu menandakan sholat Ashar “4” = Tanah, Air, Api dan Angin. 4. ADAM itu menandakan sholat Magrib, “3” = Ahda, Wahda, dan Wahdiah. 5. HAWA itu menandakan sholat Isya ,“4” = Mani, Manikam, Madi, dan Di. . Mengapa kita mengucapkan 2 kalimah Syahadat 9X dalam 5 waktu Sholat .. ? . Sebab diri batin manusia mempunyai 9 wajah. Dua kalimah syahadat pada : Sholat SUBUH 1X itu memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat SIR USIR (Rahasia di dalam Rahasia) Sholat ZOHOR 2X memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat SIR dan AHDAH Sholat ASHAR 2X memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat WAHDA dan WAHDIAH Sholat MAGHRIB 2X memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat AHAD dan MUHAMMAD Sholat ISYA 2X memberi kesaksian pada wajah kita pada martabat MUSTAFA dan MUHAMMAD .

Mengapa kita harus berniat dalam Sholat… ? . Karena= Niat itu merupakan kepala sembahyang. Hakekat niat letaknya pada martabat “Alif” dan kalbu manusia di dalam sholat itu kita lafazkan di dalam hati : Niat Sholat : “Aku hendak Sholat menyaksikan diriku karena Allah semata-mata.” Dalilnya : “LA SHOLATAN ILLA BI HUDURIL QALBI” Artinya : Tidak Sah Sholat-Nya Kalau Tidak Hadir Hatinya (Qalbunya) “LAYASUL SHOLAT ILLA BIN MA’RIFATULLAH” Artinya : Tidak sah Sholat Tanpa Mengenal Allah “WAKALBUL MU’MININ BAITULLAH” Artinya : Jiwa Orang Mu’min Itu Rumahnya Allah “WANAHNU AKRABI MIN HABIL WARIZ” Artinya : Aku (Allah) Lebih Dekat Dari Urat Nadi Lehermu “IN NAMAS SHOLATU TAMAS KUNU TAWADU’U” Artinya : Hubungan Antara Manusia Dengan Tuhannya Adalah Cinta. Cintailah Allah Yang Karena Allah Engkau Hidup Dan Kepada Allah Engkau Kembali. “AQIMIS SHOLATA LI ZIKRI” Artinya : Dirikan Solat Untuk Mengingat Allah (QS. Taha : 145) . Sedangkan : Al-Fatihah ialah merupakan tubuh sembahyang Tahayat ialah merupakan hati sembahyang Salam ialah merupakan kaki tangan sembahyang. .

HAKEKAT AL-FATIHAH DALAM SHOLAT Membersihkan hati dari pada syirik kepada Allah swt Mengingat kita bahwa tubuh manusia itu mempunyai 7 lapis susunan jasad yaitu : 1. Bulu 2. Kulit 3. Daging 4. Darah 5. Tulang 6. Lemak 7. Lendir . 7 ayat dalam Al-Fatihah merupakan tawaf 7 kali keliling Ka’abah. . HAKEKAT ALLAHU AKBAR DALAM SHOLAT : . “Mengambil makna ucapan Nabi Adam as. Ketika berdiri menyaksikan dirinya sendiri dan Nabi Adam as, mengucap kalimah Allahu Akbar” Peristiwa ini merupakan tajjali (perpindahan) diri rahasia Allah sehingga dapat di tanggung oleh manusia dengan 4 perkara yaitu : 1. Wujud 2. Ilmu 3. Nur 4. Syahadah Perkataan Allah pada Allahu Akbar mengandungi makna atau martabat dzat sedangkan perkataan “Akbar” pada Allahu Akbar mengandungi makna atau martabat sifat. Jadi Dzat dan Sifat itu tidak boleh berpisah. Dzat dan Sifat sama-sama saling puji memuji. .

DALAM SHOLAT ITU JUGA MENGANDUNGI HAKEKAT ZAKAT. . Hakekat zakat dalam sholat ialah : Mengandungi makna“Pembersih hati“ daripada syirik kepada Allah SWT. “iiya Kanak Budu Wa iiya Kanasta’in” Hanya kepada Allah lah aku menyembah dan hanya kepada Allah lah aku mohon pertolongan. . HAKEKAT PUASA DALAM SHOLAT : . a. Tidak Boleh Makan Dan Minum b. Mata Berpuasa c. Telinga Berpuasa d. Kulit Berpuasa e. Hati Berpuasa. . SHOLAT HAKIKI . Sesungguhnya Sholat itu ada 4 jenis yaitu :- 1 Sholat Syariat 2 Sholat Tharikat 3 Sholat Hakikat 4 Sholat Makrifat ke 4 jenis Sholat diatas berkaitan antara satu dengan yang lainya. Firman Allah swt : “Inna sholati kaanat ala mukminina kitabin mauquta” Sesungguhnya sholat itu adalah WAJIB bagi orang orang yang beriman. Hadist Nabi : “Assholatu imanuddin” Sholat itu tiang agama .

LAFADZ NIAT SHOLAT HAKEKAT . ZOHOR Sengaja aku sholat fardhu ZOHOR 4 rakaat dihadapan KAABAH di Mekah tunai karena Allah Ta’ala. Ya Muhammad aku TAJALLI ini wajib adanya, sebabnya AKU mengadakan 4 rakaat ini ialah UJUD-ILMU–NUR–SUHUD, AKU mengadap kepada Aku ada Allah Ta’ala. ASHAR Sengaja aku sholat fardhu ASHAR 4 rakaat dihadapan KAABAH di Mekah tunai karena Allah Ta’ala Ya Muhammad AKU tajalli wajib BERANASIR dengan 4 perkara yakni API-ANGIN-AIR–TANAH. Aku menghadap kepada AKU ada Allah Ta’ala. MAGHRIB Sengaja aku sholat fardhu MAGRIB 3 rakaat dihadapan KAABAH di Mekah tunai karena Allah Ta’ala Ya Muhammad aku tajalli wajib AKU gaib kehendak mengadakan 3 rakaat yakni ALLAH-MUHAMMAD–ADAM. aku menghadap kepada AKU ada Allah Ta’ala. ISYA’ Sengaja aku sholat fardhu ISYA 4 rakaat dihadapan KAABAH di Mekah tunai karena Allah Ta’ala Ya Muhammad aku tajalli wajib AKU INSAN itu AKU mengadakan 4 rakaat yakni WADZI-MADZI–MANI-MAKNIKAM aku menghadap kepada AKU ada Allah Ta’ala SUBUH Sengaja aku sholat fardhu SUBUH 2 rakaat dihadapan KAABAH di Mekah tunai karena Allah Taala Ya Muhammad aku yang WUJUD tajalli itu wajib BERTUBUH yang mengadakan 2 rakaat yakni DZAT – SI FAT aku mengadap kepada AKU ada dengan yaitu sebenar benarnya Allah Ta’ala.

ADAB MENGERJAKAN SHOLAT a. Bentangkan sejadah , kemudian naik atasnya dimulai dengan kaki kanan lalu azan dan iqamat b. Berdiri betul ..tangan kanan dan kiri disilangkan ..kanan diatas..pejamkan mata ..pandang DIRI BATIN..apabila jelas ..ucapkan KALIMAH SYAHADAH 3 x dan bedoa seperti berikut : . DOA… Aku berdiri dengan HURUF ALIF, aku duduk dengan huruf BA .. diatas HAMPARAN RASULLULLAH . Aku menghadap ke BAITULLAH KIBLAT DADA, KIBLAT RUH ke BAITUL MAKMUR – ALLAH KHALIQUL ALAM. Ruhku yang MENYEMBAH ALLAH DZAT WAJIBUL WUJUD – WUJUDUL MUKHDO Maha Suci, yang BERDIRI PADA SIFAT “LAISA KAMISLIHI SYAIUN” Mengucap 2 Kalimah Syahadah . c. Melafazkan NIAT mengikut sholat yang hendak didirikan itu d. Luruskan kedua tangan dan TARIK NAFAS dari ujung kaki hingga sampai ubun ubun, kemudian lafazkan TAKBIR – Allah Hu Akbar. beserta angkat kedua tangan. e. Sewaktu kita berdiri QIAM…tangan kanan diatas tangan kiri lalu kita baca Kalimah ini didalam hati. Aa Uu Zubillah Minash Syaitanurrajim – Bismillah Hir Rahmanirrahim Ya Muhammad RahasiaKU kepadamu. Ya Muhammad AKU yang mengadakan , AKU Dzat Allah Taala menjadi DIRI. f. Baca DOA IFTITAH, Fatihah dan seterusnya sampai akhir g. Selama membaca TAHIYYAT maka hendaklah kita ingat akan MAKSUD Kalam Allah itu seperti berikut : Attahiyya ….hingga …assalamualaika ..wabarakatuh AKU yang BERHAYAT sebenar-benarnya. AKU Yang Esa yang mengadakan engkau Muhammad. AKU Yang Memeberi RAHMAT engkau dan Yang Memberi Rahmat Assalamua ALAI NA…. AKU yang sebenar-benarnya Tuhanmu Wa ala ibadillah….sholihin Dan yang ibadatullah itu yang amat baik itu AKU Ash hadu Ila ha illalallah AKU Tuhan Yang ESA..Tiada Tuhan Yang Disembah Melainkan AKU Wa..ash hadu….rasullullah AKU bersaksi Nabi Muhammad itu Pesuruh Allah Allahuma….wa ala alihi Muhammad.. Ya Tuhanku juga yang memberi ANUGERAH itu ..Yang memberi kepada hambanya dan sekalian umat Salam… Inni ana ZATUL HAQ kekanan … Inni ana SIFATUL HAQ kekiri. .

PERHATIKAN HAL DI BAWAH INI : . 1 Sewaktu kita melangkah keatas sejadah dengan KAKI KANAN hendaklah dimulai bacaan BISMILLAH 2 Sewaktu takbir ALLAH HU AKBAR..maka niat dalam hati…AKULAH YANG MAHA BESAR 3 Sewaktu membaca FATIHAH maka hendaklah kita ingat akan SIFAT KITA dalam Fatihah. 4 Sewaktu RUKUK setelah baca subhana rabbial adzim…wabihamdihi 3 x ..maka baca pula ..AKU mempunyai KEBESARAN dan YANG AMAT MENGETAHUI 5 Sewaktu ITTIDAL setelah baca sami allahu liman hamidah 3 x ..lalu kita baca pula ..AKUlah YANG AMAT MENDENGAR dan AKU-lah YANG MEMBERI SEGALA KURNIAAN 1 x didalam hati 6 Sewaktu SUJUD setelah membaca subhana rabbial a’ala wabihamdihi 3 x lalu kita baca pula…AKU jua YANG DISEMBAH dan AKU jua YANG MENYEMBAH pada diriku sendiri 1x didalam hati. 7 Sewaktu DUDUK ANTARA 2 SUJUD setelah membaca rabbigh firgli warhamni wa jeburni warzukni wahdini wa’afni wa’fu anni 3x lalu kita baca AKU-lah YANG MENGAMPUNKAN DOSA dan MENGURNIAKAN RAHMAT dan KESEJAHTERAAN kepadamu 1 x didalam hati. PAHAMI DULU TENTANG SHOLAT . Sebelum kita memulai sholat terlebih dahulu kita fahami akan ETIKA & PEGANGAN dalam sholat itu karena ini amat PENTING bagi kita. Tanpa pengertian ini, sholat kita HAMBAR tidak akan diterima oleh Allah dan tidak diakui oleh Nabi Muhammad SAW. Sabda Nabi : “Shollu kama roai tumuni usholli” Sholat-lah kamu sebagaimana kamu lihat aku sholat . Perkara perkara itu adalah :-

1. AHDAH Kita hendaklah mengerti bahwa DZAT YANG QODIM itulah DIRI BAGI MUHAMMAD (ruh) karena AHDAH itulah MARTABAT DZAT atau MUHAMMAD AWAL (Ta’ain Awal)

2. WAHDAH Sesungguhnya SEGALA PERBUATAN dan KEJADIAN itu DARI NUR MUHAMMAD … DIRI bagi ADAM (Tubuh) karena ia adalah MARTABAT TA’AIN TSANI .. SIFAT bagi DZAT.

3. WAHDIAH PENGAKUAN kita pada Allah karena MENERIMA JASAD, hakekatnya ialah QUDRAT & IRADAT Allah jua didalam sholat itu atau dengan kata lain YANG SEMBAHYANG ITU adalah RUH atau DZATUL BUKTI. Hilangkan perasaan kita pada pebuatan kita. YANG ADA HANYA DIRINYA semata-mata. “La failun filsolati bihakikati illallah” Tidak ada perbuatan dalam sholat itu melainkan Allah.

4. MI’RAJ Sewaktu kita takbiratulihram ALLAH HU AKBAR maka yang naik atau MI’RAJ ialah QUDRAT & IRADAT Allah jua beserta naiknya NAFAS kita . Maka hilanglah UJUD kita pada UJUDNYA dibawa WAHDATUL AF’AL.

5. IHRAM – TERCENGANG Hilang perasaan kita ketika mengatakan ALLAH HU AKBAR, fana’kan perasaan kita sampai kepada LA HAULAWALA QUWWATA ILLA BILLAHI ALIYYU ADZIM.

6. TUBADIL – TERGANTI Gantikan pakaian dzahir atau perbuatan dzahir dengan perbuatanNYA. Jadi yang sholat itu adalah DIA juga pada hakekatnya.

7. MUNAJAT – PERMOHONAN Yang meminta itu adalah sebenarnya QUDRAT IRADATNYA jua…maknanya diri kita bermunajat dengan HAKEKATNYA. . SHOLAT YANG HAKIKI….. . Orang lain SEMBAHYANG. Aku tidak. Aku SHOLAT. Orang lain sembahyang MENYEMBAH TUHAN yang entah dimana untuk mendapatkan pahala dan surga, menjauhkan dosa dan neraka. Aku tidak. Aku sholat untuk meng-usul Diriku. Aku sholat untuk menyaksikan dan me-nyata-kan DIRI HAKIKIku yaitu Allah yang meliputi seluruh diriku sebagai manusia. perkara dosa, pahala, surga dan neraka adalah Hak Allah bagiku, bukannya hak aku. Orang lain sembahyang Rukunnya 13. Aku sholat Rukunku 14. Aku sholat dengan Wudhu Sempurna. Orang lain berwudhu untuk bersihkan diri. Aku wudhu’ untuk Me-nafi-kan diri dan Meng-iya-kan (Isbatkan) Diri Hakikiku yaitu Allah Tuhanku. Orang lain QIAM dengan coba mematikan diri mereka yaitu mematikan hawa nafsu. Aku pun QIAM dengan :- 1. Mengucap Dua Kalimah Syahadah DIDALAM HATI bukan dengan suara mulutku dengan mentasdiqkan Tiada Tuhan Melainkan Allah dan Nabi Muhammad itu Pesuruh Allah. 2. Kemudian aku mengucap Kalimah itu buat kali keduanya dengan cara yang sama dengan mentasdiqkan : Bahwa tiada apa yang NYATA didalam diriku melainkan DIRI HAKIKIku yaitu Allah semata-mata dan Akulah Muhammad penyampai HAQ ALLAH kepada seluruh Jasadku. 3. Aku bersyahadah buat kali ketiga dengan mentasdiqkan : Bahwa Yang Wujud dialamku dan Alam maya ini hanyalah Allah semata-mata. 4. Aku teruskan Qiamku dengan BERSALAWAT kepada Baginda Rasullullah dengan bertasdiq bahwa Dialah asal usulku , bapak kepada Nyawaku dan beliaulah sebenar-benarnya Diri Hakikiku itu yaitu yang menamakan Dirinya Allah. Dialah Sifat Agung Allah Yang Rahasia yaitu Diri Rahasiaku. Didalam Qiam aku BERHAUQALAH dan aku nyatakan penyerahan aku kepada Diri Hakikiku yaitu Allah : Ya Allah masukkanlah wujud Jasadku kedalam Wujud Batinku dan masukkanlah Wujud Batinku kedalam DzatMu semata-mata Ya Allah setiap detik dan ketika dalam hidupku dunia akhirat. Aku serahkan apa yang ada padaku kepadaMu dan engkau serahkan pula apa yang ada padaMu kepadaku. Aku adalah kepunyaan Engkau sepenuhnya. 5. Aku memang berniat untuk Sholat. Namun aku nyatakan Niatku itu dengan melafazkan didalam hati : Ya Allah, aku sholat ……. zohor ….. empat rakaat untuk MENG-USUL, ME-NYAKSI-KAN dan ME-NYATA-KAN DIRI HAKIKIku YAITU ENGKAU karena Engkau juga Ya Allah. Jadi orang lain menyatakan niatnya dengan lafaz yang disuarakan mulutnya. Aku tidak, karena hatiku yang berkata aku sholat …… 6. Orang lain sembahyang dengan menyuarakan TAKBIRATUL IHRAM, Allah Hu Akbar. Aku tidak. Aku hanya menyuarakan Allah. Didalam HU, aku MI’RAJ kealam asalku yaitu ALAM LAHUT dengan menyerahkan wujudku kedalam Wujud Allah semata-mata. Kemudian aku turun dari Mi’rajku menuju keseluruh Alam tubuhku dengan Kebesaran AKBAR. Aku simpan Allah Hu Akbar di baitullah Mukminku didalam Jantungku. 7. Orang lain sembahyang BERKIBLATKAN BAITULLAH di Mekah. Aku tidak, aku cuma menghadapkan wajahku kearah Kaabah. Aku berkiblatkan Diri Hakikiku yaitu Allah yang meliputi diriku. Aku memandang wajahku sendiri. 8. Orang lain sembahyang dengan membaca apa apa yang perlu dibaca dengan mulut dan lidahnya yaitu dengan suara dzahir. Aku tidak. Diri Hakikiku membaca didalam hatiku. Aku hanya mendengar dan memperhatikan saja. 9. Didalam sembahyang, orang lain memberi salam kepada entah siapa. tapi aku tidak, Aku tahu kepada siapa aku tujukan salamku. Aku tujukan kepada Diri Batinku yaitu DZATULHAQ yaitu Aku yaitu Dzat Allah dan aku juga tujukan salam itu kepada SIFATUL HAQ yaitu Diri Dzahirku yaitu aku yaitu Sifat Allah. 10. Aku mengakhiri MUNAJATku dengan Kalimah Syahadah dan Salawat Nabi. Aku sadar wudhu’ itu pemisahan sementara antara Diri Dzahirku dengan Diri Batinku sementara Sholat itu Penyatuan semula kedua-duanya menjadi Esa dengan Dzat, Sifat, Asma dan Af’al Allah Tuhanku. Aku sudah TIADA, senantiasa TIDAK ADA karena YANG ADA HANYA DIRI HAKIKIKU yaitu ALLAH Tuhanku, Tuhan diriku dan Tuhan Rabbul Alamin. ITULAH SHOLAT HAKIKI… dan orang akan mengatakan Islam macam apakah aku ini..? karena tidak sembahyang…, Ya..! memang aku sudah berhenti sembahyang sebab aku SHOLAT. Biarlah orang mengatakan aku asalkan jangan aku mengatakan orang. Salam

Read more at: http://alifbraja.blogspot.com/2012/10/sholat-dalam-pandangan-ilmu-hakekat.html
Copyright © ALIFBRAJA|alifbraja.blogspot.com Under Common Share Alike Atribution


Rahsia hakikat sholat

$
0
0

Adapun kemudian daripada itu, yakni daripada memuji Allah dan mengucapkan shalawat kepada Rasulullah SAW, maka inilah suatu kitab yang sudah dipindahkan dari bahasa Arab ke bahasa Indonesia, supaya mudah bagi orang yang baru belajar menginginkan Allah. Bahwasanya diceritakan dari Abdullah Bin Umar r.a, katanya adalah kamu berduduk pada suatu orang kelak ke hadapan Rasulullah SAW, minta belajar ilmu Jibril a.s, daripada ilmu yang sempurna dunia dan akhirat, yaitu membiasakan dari hakikat didalam shalat lima waktu yaitu wajib bagi kita untuk mengetahuinya. Yang harus mereka ketahui pertama kali hakikat shalat ini supaya sempurna kamu menyembah Allah, bermula hakikatnya didalam shalat itu atas 4 (empat) perkara :

1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).

Adapun hakikatnya :

1. BERDIRI ( IHRAM) itu karena huruf ALIF asalnya dari API, bukan api pelita dan bukan pula api bara. Adapun artinya API itu bersifat JALALULLAH, yang artinya sifat KEBESARAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :

• KUAT.
• LEMAH.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga, karena hamba itu tidak mempunyai KUAT dan LEMAH karena hamba itu di-KUAT-kan dan di-LEMAH-kan oleh ALLAH, bukannya kudrat dan iradat Allah itu lemah. Adapun kepada hakikatnya yang sifat lemah itu shalat pada sifat kita yang baharu ini. Adapun yang dihilangkan tatkala BERDIRI itu adalah pada segala AP’AL (perbuatan) hamba yang baharu.

2. RUKU’ (MUNAJAH) itu karena huruf LAM Awal, asalnya dari ANGIN, bukannya angin barat dan bukan pula angin timur. Adapun artinya ANGIN itu bersifat JAMALULLAH yang artinya sifat KEELOKAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :

• TUA.
• MUDA.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak mempunyai TUA dan MUDA. Adapun yang dihilangkan tatkala RUKU’ itu adalah pada segala ASMA (nama) hamba yang baharu.

3. SUJUD (MI’RAJ) itu karena huruf LAM Akhir, asalnya dari AIR, bukannya air laut dan bukan pula air sungai. Adapun artinya AIR itu bersifat QAHAR ALLAH yang artinya sifat KEKERASAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :

• HIDUP.
• MATI.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak pun mempunyai HIDUP dan MATI. Adapun yang dihilangkan tatkala SUJUD itu adalah pada segala NYAWA (sifat) hamba yang baharu.

4. DUDUK (TABDIL) itu karena huruf HA, asalnya dari TANAH, bukannya pasir dan bukan pula tanah lumpur. Adapun artinya TANAH itu bersifat KAMALULLAH yang artinya sifat KESEMPURNAAN ALLAH TA’ALA, yang terdiri atas 2 (dua) perkara :

• ADA.
• TIADA.

Yang merupakan kudrat dan iradat-Nya juga. Adapun hamba itu tidak ADA dan TIADA. Adapun yang dihilangkan tatkala DUDUK itu adalah pada segala WUJUD/ZAT hamba yang baharu, karena hamba itu wujudnya ADAM yang artinya hamba tiada mempunyai wujud apapun karena hamba itu diadakan/maujud, hidupnya hamba itu di-hidupkan, matinya hamba itu di-matikan dan kuatnya hamba itu di-kuatkan.

Itulah hakikatnya shalat. Barangsiapa shalat tidak tahu akan hakikat yang empat tersebut diatas, shalatnya hukumnya KAFIR JIN dan NASRANI, artinya KAFIR KEPADA ALLAH, ISLAM KEPADA MANUSIA, yang berarti KAFIR BATHIN, ISLAM ZHAHIR, hidup separuh HEWAN, bukannya hewan kerbau atau sapi. Tuntutan mereka berbicara ini wajib atas kamu. Jangan shalat itu menyembah berhala !!!.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan sempurnanya orang TAKBIRATUL IHRAM, yaitu hendaklah tahu akan MAQARINAHNYA.
Bermula MAQARINAH shalat itu terdiri atas 4 (empat) perkara :
1. BERDIRI (IHRAM).
2. RUKU’ (MUNAJAH).
3. SUJUD (MI’RAJ).
4. DUDUK (TABDIL).

Adapun hakikatnya :
 Adapun hakikatnya BERDIRI (IHRAM) itu adalah TERCENGANG, artinya : tiada akan tahu dirinya lagi, lupa jika sedang menghadap Allah Ta’ala, siapa yang menyembah?, dan siapa yang disembah?.

 Adapun hakikatnya RUKU’ (MUNAJAH) itu adalah BERKATA-KATA, artinya : karena didalam TAKBIRATUL IHRAM itu tiada akan menyebut dirinya (asma/namanya), yaitu berkata hamba itu dengan Allah. Separuh bacaan yang dibaca didalam shalat itu adalah KALAMULLAH.

 Adapun hakikatnya SUJUD (MI’RAJ) itu adalah TIADA INGAT YANG LAIN TATKALA SHALAT MELAINKAN ALLAH SEMATA.

 Adapun hakikatnya DUDUK (TABDIL) itu adalah SUDAH BERGANTI WUJUD HAMBA DENGAN TUHANNYA.

Sah dan maqarinahnya shalat itu terdiri atas 3 (tiga) perkara :
1. QASHAD.
2. TA’ARADH.
3. TA’IN.

Adapun QASHAD itu adalah menyegerakan akan berbuat shalat, barang yang dishalatkan itu fardhu itu sunnah.
Adapun artinya TA’ARRADH itu adalah menentukan pada fardhunya empat, tiga atau dua.
Adapun TA’IN itu adalah menyatakan pada waktunya, zhuhur, ashar, maghrib, isya atau subuh.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan sempurnanya didalam shalat :
 Adapun sempurnanya BERDIRI (IHRAM) itu hakikatnya :
Nyata kepada AP’AL Allah.
Hurufnya ALIF.
Alamnya NASUWAT.
Tempatnya TUBUH, karena tubuh itu kenyataan SYARIAT.

 Adapun sempurnanya RUKU’ (MUNAJAH) itu hakikatnya :
Nyata kepada ASMA Allah.
Hurufnya LAM Awal.
Alamnya MALAKUT.
Tempatnya HATI, karena hati itu kenyataan THARIQAT.

 Adapun sempurnanya SUJUD (MI’RAJ) itu hakikatnya :
Nyata kepada SIFAT Allah.
Hurufnya LAM Akhir.
Alamnya JABARUT.
Tempatnya NYAWA, karena Nyawa itu kenyataan HAKIKAT.

 Adapun sempurnanya DUDUK (TABDIL) itu hakikatnya :
Nyata kepada ZAT Allah.
Hurufnya HA.
Alamnya LAHUT.
Tempatnya ROHANI, karena ROHANI itu kenyataan MA’RIFAT.

 Adapun BERDIRI (IHRAM) itu kepada SYARIAT Allah.
Hurufnya DAL.
Nyatanya kepada KAKI kita.

 Adapun RUKU’ (MUNAJAH) itu kepada THARIQAT Allah.
Hurufnya MIM.
Nyatanya kepada PUSAT (PUSER) kita.

 Adapun SUJUD (MI’RAJ) itu kepada HAKIKAT Allah.
Hurufnya HA.
Nyatanya kepada DADA kita.

 Adapun DUDUK (TABDIL) itu kepada MA’RIFAT Allah.
Hurufnya MIM Awal.
Nyata kepada KEPALA (ARASY) kita.

Jadi Orang Shalat membentuk huruf AHMAD / MUHAMMAD.

INILAH PASAL

Asal TUBUH kita (jasmaniah) kita dijadikan oleh Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. API.
2. ANGIN.
3. AIR.
4. TANAH.

Adapun NYAWA kita dijadikan Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. WUJUD.
2. NUR ILMU.
3. NUR.
4. SUHUD.

Adapun MARTABAT Tuhan itu ada 3 (tiga) perkara :
1. AHADIYYAH.
2. WAHDAH.
3. WAHIDIYYAH.

Adapun TUBUH kita dijadikan Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. WADIY.
2. MADIY.
3. MANIY.
4. MANIKEM.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan jalan kepada Allah Ta’ala atas 4 (empat) perkara :
1. SYARIAT. = AP’AL. = BATANG TUBUH.
2. THARIQAT. = ASMA. = HATI. DIRI
3. HAKIKAT. = SIFAT. = NYAWA. KITA
4. MA’RIFAT. = RAHASIA. = SIR.

Adapun hakikatnya :
 SYARIAT itu adalah KELAKUAN TUBUH.
 THARIQAT itu adalah KELAKUAN HATI.
 HAKIKAT itu adalah KELAKUAN NYAWA.
 MA’RIFAT itu adalah KELAKUAN ROHANI.

Adapun yang tersebut diatas itu nyata atas penghulu kita Nabi MUHAMMAD. Karena lafadz MUHAMMAD itu 4 (empat) hurufnya yaitu :
1. MIM Awal.
2. HA.
3. MIM Akhir.
4. DAL.

Adapun huruf MIM Awal itu ibarat KEPALA.
Adapun huruf HA itu ibarat DADA.
Adapun huruf MIM Akhir itu ibarat PUSAT (PUSER).
Adapun huruf DAL itu ibarat KAKI.

Adapun huruf MIM Awal itu MAQAM-nya kepada alam LAHUT.
Adapun huruf HA itu MAQAM-nya kepada alam JABARUT.
Adapun huruf MIM Akhir itu MAQAM-nya kepada alam MALAKUT.
Adapun huruf DAL itu MAQAM-nya kepada alam NASUWAT.

Sah dan lagi lafadz ALLAH terdiri dari 4 (empat) huruf :
1. ALIF.
2. LAM Awal.
3. LAM Akhir.
4. HA.

Adapun huruf ALIF itu nyatanya kepada AP’AL Allah.
Adapun huruf LAM Awal itu nyatanya kepada ASMA Allah.
Adapun huruf LAM Akhir itu nyatanya kepada SIFAT Allah.
Adapun huruf HA itu nyatanya kepada ZAT Allah.

Adapun AP’AL itu nyata kepada TUBUH kita.
Adapun ASMA itu nyata kepada HATI kita.
Adapun SIFAT itu nyata kepada NYAWA kita.
Adapun ZAT itu nyata kepada ROHANI kita.

INILAH PASAL

Masalah yang menyatakan ALAM. Adapun ALAM itu atas 2 (dua) perkara :
1. ALAM KABIR (ALAM BESAR/ALAM NYATA).
2. ALAM SYAQIR (ALAM KECIL/ALAM DIRI KITA).

Adapun ALAM KABIR itu adalah alam yang NYATA INI.
Adapun ALAM SYAQIR itu adalah alam DIRI KITA INI.

ALAM KABIR (ALAM BESAR) itu sudah terkandung didalam ALAM SYAQIR karena ALAM SYAQIR itu bersamaan tiada kurang dan tiada lebih, lengkap dengan segala isinya bumi dan langit, arasy dan kursy, syurga, neraka, lauhun (tinta) dan qolam (pena), matahari, bulan dan bintang.

Adapun BUMI / JASMANI didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis yaitu :
1. BULU.
2. KULIT.
3. DAGING.
4. URAT.
5. DARAH.
6. TULANG.
7. LEMAK (SUM-SUM).

Adapun LANGIT / ROHANI (OTAK/ARASY) didalam tubuh kita itu terdiri atas 7 (tujuh) lapis pula :
1. DIMAK (LAPISAN BERPIKIR/RUH NABATI).
2. MANIK (LAPISAN PANDANGAN/RUH HEWANI).
3. NAFSU (RUH JASMANI).
4. BUDI (RUH NAFASANI).
5. SUKMA (RUH ROHANI).
6. RASA (RUH NURANI).
7. RAHASIA (RUH IDHAFI).

Adapun MATAHARI didalam tubuh kita yaitu NYAWA kita.
Adapun BULAN didalam tubuh kita yaitu AKAL kita.
Adapun BINTANG didalam tubuh kita yaitu ILMU kita (ada yang banyak dan ada pula yang sedikit).
Adapun SYURGA didalam tubuh kita yaitu AMAL SHALEH kita.
Adapun NERAKA didalam tubuh kita yaitu DOSA-DOSA kita.

Adapun LAUT didalam tubuh kita ada 2 (dua) yaitu :
1. LAUT ASIN.
2. LAUT TAWAR.

Adapun LAUT ASIN didalam tubuh kita yaitu AIR MATA kita.
Adapun LAUT TAWAR didalam tubuh kita yaitu AIR LUDAH kita.

Adapun MAHLIGAI didalam tubuh kita ada 7 (tujuh) pula yaitu :
1. DADA.
2. QALBUN.
3. BUDI.
4. JINEM.
5. NYAWA.
6. RASA.
7. RAHASIA.

Didalam DADA itu QALBUN dan didalam QALBUN itu BUDI dan didalam BUDI itu JINEM dan didalam JINEM itu NYAWA dan didalam NYAWA itu RASA dan didalam RASA itu RAHASIA (SIR).

Sumber: http://jalantrabas.blogspot.com/


Pengertian, Syarat dan Rukun Puasa

$
0
0

Apa itu Puasa?

Puasa ialah menahan diri dari makan dan minum serta melakukan perkara-perkara yang boleh membatalkan puasa mulai dari terbit fajar sehingga terbenamnya matahari.

Hukum Puasa

Hukum puasa terbahagi kepada tiga iaitu :

Wajib – Puasa pada bulan Ramadhan.
Sunat – Puasa pada hari-hari tertentu.
Haram – Puasa pada hari-hari yang dilarang berpuasa.

Syarat Wajib Puasa

Beragama Islam
Baligh (telah mencapai umur dewasa)
Berakal
Berupaya untuk mengerjakannya.
Sihat
Tidak musafir

Rukun Puasa

Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar.
Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.

Syarat Sah Puasa

Beragama Islam
Berakal
Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
Hari yang sah berpuasa.

Sunat Berpuasa

Bersahur walaupun sedikit makanan atau minuman
Melambatkan bersahur
Meninggalkan perkataan atau perbuatan keji
Segera berbuka setelah masuknya waktu berbuka
Mendahulukan berbuka daripada sembahyang Maghrib
Berbuka dengan buah tamar, jika tidak ada dengan air
Membaca doa berbuka puasa

Perkara Makruh Ketika Berpuasa

Selalu berkumur-kumur
Merasa makanan dengan lidah
Berbekam kecuali perlu
Mengulum sesuatu

Hal yang membatalkan Puasa

Memasukkan sesuatu ke dalam rongga badan
Muntah dengan sengaja
Bersetubuh atau mengeluarkan mani dengan sengaja
kedatangan haid atau nifas
Melahirkan anak atau keguguran
Gila walaupun sekejap
Mabuk ataupun pengsan sepanjang hari
Murtad atau keluar daripada agama Islam

Hari yang Disunatkan Berpuasa

Hari Senin dan Kamis
Hari putih (setiap 13, 14, dan 15 hari dalam bulan Islam)
Hari Arafah (9 Zulhijjah) bagi orang yang tidak mengerjakan haji
Enam hari dalam bulan Syawal

Hari yang diharamkan Berpuasa

Hari raya Idul Fitri (1 Syawal)
Hari raya Idul Adha (10 Zulhijjah)
Hari syak (29 Syaaban)
Hari Tasrik (11, 12, dan 13 Zulhijjah)


Syukur dan pengertiannya

$
0
0

Kata “syukur” adalah kata yang berasal dari bahasa Arab. Kata ini dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai: (1) rasa terima kasih kepada Allah, dan (2) untunglah (menyatakan lega, senang, dan sebagainya).

Pengertian kebahasaan ini tidak sepenuhnya sama dengan pengertiannya menurut asal kata itu (etimologi) maupun menurut penggunaan Al-Quran atau istilah keagamaan.

Dalam Al-Quran kata “syukur” dengan berbagai bentuknya ditemukan sebanyak enam puluh empat kali. Ahmad Ibnu Faris dalam bukunya Maqayis Al-Lughah menyebutkan empat arti dasar dari kata tersebut yaitu,

a. Pujian karena adanya kebaikan yang diperoleh.
Hakikatnya adalah merasa ridha atau puas dengan sedikit sekalipun, karena itu bahasa menggunakan kata ini (syukur) untuk kuda yang gemuk namun hanya membutuhkan sedikit rumput. Peribahasa juga memperkenalkan ungkapan Asykar min barwaqah (Lebih bersyukur dari tumbuhan barwaqah). Barwaqah adalah sejenis tumbuhan yang tumbuh subur, walau dengan awan mendung tanpa hujan.

b. Kepenuhan dan kelebatan. Pohon yang tumbuh subur dilukiskan dengan kalimat syakarat asy-syajarat.

c. Sesuatu yang tumbuh di tangkai pohon (parasit).

d. Pernikahan, atau alat kelamin.

Agaknya kedua makna terakhir ini dapat dikembalikan dasar pengertiannya kepada kedua makna terdahulu. Makna ketiga sejalan dengan makna pertama yang mengambarkan kepuasan dengan yang sedikit sekalipun, sedang makna keempat dengan makna kedua, karena dengan pernikahan (alat kelamin) dapat melahirkan banyak anak.

Makna-makna dasar tersebut dapat juga diartikan sebagai penyebab dan dampaknya, sehingga kata “syukur” mengisyaratkan “Siapa yang merasa puas dengan yang sedikit, maka ia akan memperoleh banyak, lebat, dan subur.”

Ar-Raghib Al-Isfahani salah seorang yang dikenal sebagai pakar bahasa Al-Quran menulis dalam Al-Mufradat fi Gharib Al-Quran, bahwa kata “syukur” mengandung arti “gambaran dalam benak tentang nikmat dan menampakkannya ke permukaan.” Kata ini –tulis Ar-Raghib– menurut sementara ulama berasal dari kata “syakara” yang berarti “membuka”, sehingga ia merupakan lawan dari kata “kafara” (kufur) yang berarti menutup –(salah satu artinya adalah) melupakan nikmat dan menutup-nutupinya.

Makna yang dikemukakan pakar di atas dapat diperkuat dengan beberapa ayat Al-Quran yang memperhadapkan kata syukur dengan kata kufur, antara lain dalam QS lbrahim (14): 7:

Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih. (QS lbrahim (14): 7)

Demikian juga dengan redaksi pengakuan Nabi Sulaiman yang diabadikan Al-Quran:

Ini adalah sebagian anugerah Tuhan-Ku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur atau kufur (QS An-Naml [27]: 40).

Hakikat syukur adalah “menampakkan nikmat,” dan hakikat kekufuran adalah menyembunyikannya. Menampakkan nikmat antara lain berarti menggunakannya pada tempat dan sesuai dengan yang dikehendaki oleh pemberinya, juga menyebut-nyebut nikmat dan pemberinya dengan lidah:

Adapun terhadap nikmat Tuhanmu, maka hendaklah engkau menyebut-nyebut (QS Adh-Dhuha [93]: ll).

Nabi Muhammad saw pun bersabda: “Allah senang melihat bekas (bukti) nikmat-Nya dalam penampilan hamba-Nya (Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi)”. Sementara ulama ketika menafsirkan firman Allah,
“Bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku” (QS Al-Baqarah [2]: 152)

Menjelaskan bahwa ayat ini mengandung perintah untuk mengingat Tuhan tanpa melupakannya, patuh kepada-Nya tanpa menodainya dengan kedurhakaan. Syukur orang demikian lahir dari keikhlasan kepada-Nya, dan karena itu, ketika setan menyatakan bahwa, “Demi kemuliaan-Mu, Aku akan menyesatkan mereka (manusia) semuanya” (QS Shad [38]: 82), dilanjutkan dengan pernyataan pengecualian, yaitu, “kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlash di antara mereka” (QS Shad [38]: 83). Dalam QS Al-A’raf (7): 17 Iblis menyatakan, “Dan Engkau tidak akan menemukan kebanyakan dari mereka {manusia) bersyukur.” Kalimat “tidak akan menemukan” di sini serupa maknanya dengan pengecualian di atas, sehingga itu berarti bahwa orang-orang yang bersyukur adalah orang-orang yang mukhlish (tulus hatinya).

Dengan demikian syukur mencakup tiga sisi:

a. Syukur dengan hati, yaitu kepuasan batin atas anugerah.
b. Syukur dengan lidah, dengan mengakui anugerah dan memuji pemberinya.
c. Syukur dengan perbuatan, dengan memanfaatkan anugerah yang diperoleh sesuai dengan tujuan penganugerahannya.

Uraian Al-Quran tentang syukur mencakup sekian banyak aspek. Berikut akan dikemukakan sebagian di antaranya.

SIAPA YANG HARUS DISYUKURI
Pada prinsipnya segala bentuk kesyukuran harus ditujukan kepada Allah SWT Al-Quran memerintahkan umat Islam untuk bersyukur setelah menyebut beberapa nikmat-Nya,

Maka ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat pula kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku (QS Al-Baqarah [2]: 152).

Dalam QS Luqman (31): 12 dinyatakan:
Dan sesungguhnya Kami telah menganugerahkan kepada Luqman hikmah, yaitu: “Bersyukurlah kepada Allah. Dan barang siapa yang bersyukur (kepada Allah), maka sesungguhnya ia bersyukur untuk (manfaat) dirinya sendiri.”

Namun demikian, walaupun kesyukuran harus ditujukan kepada Allah, dan ucapan syukur yang diajarkan adalah “alhamdulillah” dalam arti “segala puji (hanya) tertuju kepada Allah,” namun ini bukan berarti bahwa kita dilarang bersyukur kepada mereka yang menjadi perantara kehadiran nikmat Allah. Al-Quran secara tegas memerintahkan agar mensyukuri Allah dan mensyukuri kedua orang tua (yang menjadi perantara kehadiran kita di pentas dunia ini.) Surat Luqman (31): 14 menjelaskan hal ini, yaitu dengan firman-Nya:

Bersyukurlah kepada-Ku, dan kepada dua orang ibu bapakmu; hanya kepada-Kulah kembalimu.

Walaupun Al-Quran hanya menyebut kedua orangtua –selain Allah– yang harus disyukuri, namun ini bukan berarti bahwa selain mereka tidak boleh disyukuri.
Siapa yang tidak mensyukuri manusia, maka dia tidak mensyukuri Allah (Begitu bunyi suatu riwayat yang disandarkan kepada Rasul Saw).

MANFAAT SYUKUR BUKAN UNTUK TUHAN
Al-Quran secara tegas menyatakan bahwa manfaat syukur kembali kepada orang yang bersyukur, sedang Allah SWT sama sekali tidak memperoleh bahkan tidak membutuhkan sedikit pun dari syukur makhluk-Nya.

Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya (tidak membutuhkan sesuatu) lagi Mahamulia (QS An-Naml [27]: 40)

Karena itu pula, manusia yang meneladani Tuhan dalam sifat-sifat-Nya, dan mencapai peringkat terpuji, adalah yang memberi tanpa menanti syukur (balasan dari yang diberi) atau ucapan terima kasih.

Al-Quran melukiskan bagaimana satu keluarga (menurut riwayat adalah Ali bin Abi Thalib dan istrinya Fathimah putri Rasulullah saw) memberikan makanan yang mereka rencanakan menjadi makanan berbuka puasa mereka, kepada tiga orang yang membutuhkan dan ketika itu mereka menyatakan bahwa,

Sesungguhnya kami memberi makanan untukmu hanyalah mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan darimu, dan tidak pula pujian (ucapan terima kasih) (QS Al-Insan [76]: 9).

Walaupun manfaat syukur tidak sedikit pun tertuju kepada Allah, namun karena kemurahan-Nya, Dia menyatakan diri-Nya sebagai Syakirun ‘Alim (QS Al-Baqarah [2]: 158), dan Syakiran Alima (QS An-Nisa’ [4]: 147), yang keduanya berarti, Maha Bersyukur lagi Maha Mengetahui, dalam arti Allah akan menganugerahkan tambahan nikmat berlipat ganda kepada makhluk yang bersyukur. Syukur Allah ini antara lain dijelaskan oleh firman-Nya dalam surat Ibrahim (14): 7 yang dikutip di atas.

BAGAIMANA CARA BERSYUKUR
Di atas telah dijelaskan bahwa ada tiga sisi dari syukur, yaitu dengan hati, lidah, dan anggota tubuh lainnya. Berikut akan dirinci penjelasan tentang masing-masing sisi tersebut.

a. Syukur dengan hati
Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang diperoleh adalah semata-mata karena anugerah dan kemurahan Ilahi. Syukur dengan hati mengantar manusia untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan betapapun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini juga mengharuskan yang bersyukur menyadari betapa besar kemurahan, dan kasih sayang Ilahi sehingga terlontar dari lidahuya pujian kepada-Nya. Qarun yang mengingkari keberhasilannya atas bantuan Ilahi, dan menegaskan bahwa itu diperolehnya semata-mata karena kemampuannya, dinilai oleh Al-Quran sebagai kafir atau tidak mensyukuri nikmat-Nya (Baca kisahnya dalam surat Al-Qashash (28): 76-82).

Seorang yang bersyukur dengan hatinya saat ditimpa mala petaka pun, boleh jadi dapat memuji Tuhan, bukan atas malapetaka itu, tetapi karena terbayang olehnya bahwa yang dialaminya pasti lebih kecil dari kemungkinan lain yang dapat terjadi. Dari sini syukur –seperti makna yang dikemukakan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang dikutip di atas– diartikan oleh orang yang bersyukur dengan “untung” (merasa lega, karena yang dialami lebih ringan dari yang dapat terjadi).

Dari kesadaran tentang makna-makna di atas, seseorang akan tersungkur sujud untuk menyatakan perasaan syukurnya kepada Allah.

Sujud syukur adalah perwujudan dari kesyukuran dengan hati, yang dilakukan saat hati dan pikiran menyadari betapa besar nikmat yang dianugerahkan Allah. Bahkan sujud syukur dapat dilakukan saat melihat penderitaan orang lain dengan membandingkan keadaannya dengan keadaan orang yang sujud. (Tentu saja sujud tersebut tidak dilakukan dihadapan si penderita itu).

Sujud syukur dilakukan dengan meletakkan semua anggota sujud di lantai yakni dahi, kedua telapak tangan, kedua lutut dan kedua ujung jari kaki)–seperti melakukan sujud dalam shalat. Hanya saja sujud syukur cukup dengan sekali sujud, bukan dua kali sebagaimana dalam shalat. Karena sujud itu bukan bagian dan shalat, maka mayoritas ulama berpendapat bahwa sujud sah walaupun dilakukan tanpa berwudu, karena sujud dapat dilakukan sewaktu-waktu dan secara spontanitas. Namun tentunya akan sangat baik bila melakukan sujud disertai dengan wudu.

b. Syukur dengan lidah
Syukur dengan lidah adalah mengakui dengan ucapan bahwa sumber nikmat adalah Allah sambil memuji-Nya.
Al-Quran, seperti telah dikemukakan di atas, mengajarkan agar pujian kepada Allah disampaikan dengan redaksi “al-hamdulillah.”
Hamd (pujian) disampaikan secara lisan kepada yang dipuji, walaupun ia tidak memberi apa pun baik kepada si pemuji maupun kepada yang lain.

Kata “al” pada “al-hamdulillah” oleh pakar-pakar bahasa disebut al lil-istighraq, yakni mengandung arti “keseluruhan”. Sehingga kata “al-hamdu” yang ditujukan kepada Allah mengandung arti bahwa yang paling berhak menerima segala pujian adalah Allah SWT, bahkan seluruh pujian harus tertuju dan bermuara kepada-Nya.

Jika kita mengembalikan segala puji kepada Allah, maka itu berarti pada saat Anda memuji seseorang karena kebaikan atau kecantikannya, maka pujian tersebut pada akhirnya harus dikembalikan kepada Allah SWT, sebab kecantikan dan kebaikan itu bersumber dari Allah. Di sisi lain kalau pada lahirnya ada perbuatan atau ketetapan Tuhan yang mungkin oleh kacamata manusia dinilai “kurang baik”, maka harus disadari bahwa penilaian tersebut adalah akibat keterbatasan manusia dalam menetapkan tolok ukur penilaiannya. Dengan demikian pasti ada sesuatu yang luput dari jangkauan pandangannya sehingga penilaiannya menjadi demikian. Walhasil, syukur dengan lidah adalah “al- hamdulillah” (segala puji bagi Allah).

c. Syukur dengan perbuatan
Nabi Daud a.s. beserta putranya Nabi Sulaiman a.s. memperoleh aneka nikmat yang tiada taranya. Kepada mereka sekeluarga Allah berpesan,

Bekerjalah wahai keluarga Daud sebagai tanda syukur! (QS Saba [34]: 13).

Yang dimaksud dengan bekerja adalah menggunakan nikmat yang diperoleh itu sesuai dengan tujuan penciptaan atau penganugerahannya.
Ini berarti, setiap nikmat yang diperoleh menuntut penerimanya agar merenungkan tujuan dianugerahkannya nikmat tersebut oleh Allah. Ambillah sebagai contoh lautan yang diciptakan oleh Allah SWT Ditemukan dalam Al-Quran penjelasan tentang tujuan penciptaannya melalui firman-Nya:

Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untuk kamu) agar kamu dapat memakan darinya daging (ikan) yang segar, dan (agar) kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari karunia-Nya (selain yang telah disebut) semoga kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14).

Ayat ini menjelaskan tujuan penciptaan laut, sehingga mensyukuri nikmat laut, menuntut dari yang bersyukur untuk mencari ikan-ikannya, mutiara dan hiasan yang lain, serta menuntut pula untuk menciptakan kapal-kapal yang dapat mengarunginya, bahkan aneka pemanfaatan yang dicakup oleh kalimat “mencari karunia-~Nya”.
Dalam konteks inilah terutama realisasi dan janji Allah,

Apabila kamu bersyukur maka pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) (QS Ibrahim [14]: 7)

Betapa anugerah Tuhan tidak akan bertambah, kalau setiap jengkal tanah yang terhampar di bumi, setiap hembusan angin yang bertiup di udara, setiap tetes hujan yang tercurah dan langit dipelihara dan dimanfaatkan oleh manusia?
Di sisi lain, lanjutan ayat di atas menjelaskan bahwa “Kalau kamu kufur (tidak mensyukuri nikmat atau menutupinya tidak menampakkan nikmatnya yang masih terpendam di perut bumi, di dasar laut atau di angkasa), maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih.”

Suatu hal yang menarik untuk disimak dari redaksi ayat ini adalah kesyukuran dihadapkan dengan janji yang pasti lagi tegas dan bersumber dari-Nya langsung (QS Ibrahim [14):7) Tetapi akibat kekufuran hanya isyarat tentang siksa; itu pun tidak ditegaskan bahwa ia pasti akan menimpa yang tidak bersyukur(QS Ibrahim [14]:7).

Siksa dimaksud antara lain adalah rasa lapar, cemas, dan takut.

Allah telah membuat satu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap penjuru, tetapi (penduduknya) kufur (tidak bersyukur atau tidak bekerja untuk menampakkan) nikmat-nikmat Allah (yang terpendam). Oleh karena itu, Allah menjadikan mereka mengenakan pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan oleh perbuatan (ulah) yang selalu mereka lakukan (QS An-Nahl [16]: 112).

Pengalaman pahit yang dilukiskan Allah ini, telah terjadi terhadap sekian banyak masyarakat bangsa, antara lain, kaum Saba –satu suku bangsa yang hidup di Yaman dan yang pernah dipimpin oleh seorang Ratu yang amat bijaksana, yaitu Ratu Balqis Surat Saba (34): 15-19 menguraikan kisah mereka, yakni satu masyarakat yang terjalin persatuan dan kesatuannya, melimpah ruah rezekinya dan subur tanah airnya. Negeri merekalah yang dilukiskan oleh Al-Quran dengan baldatun thayyibatun wa Rabbun Ghafur. Mereka pulalah yang diperintah dalam ayat-ayat tersebut untuk bersyukur, tetapi mereka berpaling dan enggan sehingga akhirnya mereka berserak-serakkan, tanahnya berubah menjadi gersang, komunikasi dan transportasi antar kota-kotanya yang tadinya lancar menjadi terputus, yang tinggal hanya kenangan dan buah bibir orang saja. Demikian uraian Al-Quran. Dalam konteks keadaan mereka, Allah berfirman,

Demikianlah Kami memberi balasan kepada mereka disebabkan kekufuran (keengganan bersyukur) mereka. Kami tidak menjatuhkan siksa yang demikian kecuali kepada orang-orang yang kufur(QS Saba [34]: 17).

Itulah sebagian makna firman Allah yang sangat populer:

Jika kamu bersyukur pasti akan Kutambah (nikmat-Ku) untukmu, dan bila kamu kufur, maka sesungguhnya siksa-Ku amat pedih (QS Ibrahim [14]: ayat 7).

KEMAMPUAN MANUSIA BERSYUKUR
Pada hakikatnya manusia tidak mampu untuk mensyukuri Allah secara sempurna, baik dalam bentuk kalimat-kalimat pujian apalagi dalam bentuk perbuatan. Karena itu ditemukan dua ayat dalam Al-Quran yang menunjukkan betapa orang-orang yang dekat kepada-Nya sekalipun, tetap bermohon agar dibimbing, diilhami dan diberi kemampuan untuk dapat mensyukuri nikmat-Nya.

Dia berdoa, “Wahai Tuhanku, berilah aku ilham untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang ibu bapakku, dan untuk mengerjakan amal saleh yang Engkau ridhai…” (QS An-Naml [27]: 19).

Ia berdoa, “Wahai Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu-bapakku, dan supaya aku dapat berbuat amal saleh yang engkau ridhai” (QS Al-Ahqaf [46]: 15).

Nabi saw juga berdoa dan mengajarkan doa itu untuk dipanjatkan oleh umatnya : “Wahai Allah, bantulah aku untuk mengingat-Mu, bersyukur untuk-Mu, dan beribadah dengan baik bagi-Mu.”
Permohonan tersebut sangat diperlukan, paling tidak disebabkan oleh dua hal:

Pertama, manusia tidak mampu mengetahui bagaimana cara yang sebaik-baiknya untuk memuji Allah, dan karena itu pula Allah mewahyukan kepada manusia pilihan-Nya kalimat yang sewajarnya mereka ucapkan. Tidak kurang dari lima kali ditemukan dalam Al-Quran perintah Allah yang berbunyi. Wa qul’ “Alhamdulillah” (Katakanlah, “Alhamdulillah”).

Mengapa manusia tidak mampu untuk memuji-Nya? Ini disebabkan karena pujian yang benar menuntut pengetahuan yang benar pula tentang siapa yang dipuji. Tetapi karena pengetahuan manusia tidak mungkin menjangkau hakikat Allah SWT, maka tidak mungkin pula ia akan mampu memuja dan me~nuji-Nya dengan benar sesuai dengan kebesaran dan keagungan-Nya.

Mahasuci Engkau, Kami tidak mampu melukiskan pujian untuk-Mu, karena itu (pujian) kami sebagaimana pujian-Mu terhadap diri-Mu.
Atas dasar ini, maka seringkali pujian yang dipersembahkan kepada Allah, didahului oleh kata “Subhana” atau yang seakar dengan kata itu. Perhatikanlah firman-Nya dalam surat Asy-Syura ayat 5:

Para malaikat bertasbih sambil memuji Tuhan mereka.
Atau dalam surat Ar-Ra’d (13): 13: “Guntur bertasbih sambil memuji-Nya.”

Bahkan manusia pun di dalam shalat mendahulukan “tasbih” (pensucian Tuhan dari segala kekurangan) atas “hamd” (pujian), karena khawatir jangan sampai pujian yang diucapkan itu tak sesuai dengan keagungan-Nya. “Subhana Rabbiyal ‘Azhim wa bi hamdihi” ketika rukuk, dan “Subhana Rabbiyal ‘Ala wa bi hamdihi” ketika sujud.

Alasan kedua mengapa kita memohon petunjuk-Nya untuk bersyukur adalah karena setan selalu menggoda manusia yang targetnya antara lain adalah mengalihkan mereka dari bersyukur kepada Allah. Surat Al-A’raf ayat 17 menguraikan sumpah setan di hadapan Allah untuk menggoda dan merayu manusia dari arah depan, belakang, kiri, dan kanan mereka sehingga akhirnya seperti ucap setan yang diabadikan Al-Quran “Engkau -(Wahai Allah)- tidak menemukan kebanyakan mereka bersyukur”.

Sedikitnya makhluk Allah yang pandai bersyukur ditegaskan berkali-kali oleh Al-Quran, secara langsung oleh Allah sendiri seperti firman-Nya:

Sesungguhnya Allah mempunyai karunia terhadap manusia, tetapi kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 243).

Dalam ayat lain disebutkan:

Bekerjalah hai keluarga Daud untuk bersyukur (kepada Allah). Dan sedikit sekali dari hamba-hamba-Ku yang bersyukur (QS Saba’ [34]: 13) .

Hakikat yang sama diakui pula oleh hamba-hamba pilihan-Nya seperti yang diabadikan Al-Quran dari ucapan Nabi Yusuf a.s.,

Kebanyakan manusia tidak bersyukur (QS Yusuf [12]: 38).

Hakikat di atas tercermin juga dari penggunaan kata syukur sebagai sifat dari hamba Allah. Hanya dua orang dari mereka yang disebut oleh Al-Quran sebagai hamba Allah yang telah membudaya dalam dirinya sifat syukur, yaitu Nabi Nuh a.s. yang dinyatakan-Nya sebagai “Innahu kanna ‘abdan syakura” (Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur) (QS Al-Isra’ [17]: 3), dan Nabi Ibrahim a.s. dengan firman-Nya, “Syakiran li an’umihi” (yang mensyukuri nikmat-nikmat Allah) (QS An-Nahl [16): 12l).

Al-Quran menggarisbawahi bahwa biasanya kebanyakan manusia hanya berjanji untuk bersyukur saat mereka menghadapi kesulitan. Al-Quran menjelaskan sikap sementara orang yang menghadapi gelombang yang dahsyat di laut:.

Maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengihlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata), "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bencana ini, maka pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur" (QS Yunus 110]: 22).

Demikian juga dalam surat Al-An’am (6): 63.

Katakanlah, “Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah dri dengan suara yang lembut (dengan mengatakan): Sesungguhnya, jika Dia menyelamatkan kami dari (bencana) ini, tentulah kami menjadi bagian orang-orang yang bersyukur” (QS Al-An’am [6]: 63).

APA YANG HARUS DISYUKURI
Pada dasarnya segala nikmat yang diperoleh manusia harus disyukurinya. Nikmat diartikan oleh sementara ulama sebagai “segala sesuatu yang berlebih dari modal Anda”. Adakah manusia memiliki sesuatu sebagai modal? Jawabannya, “Tidak”. Bukankah hidupnya sendiri adalah anugerah dari Allah?

Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang ia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut? (QS Al-Insan [76]: ayat 1).

Nikmat Allah demikian berlimpah ruah, sehingga Al-Quran menyatakan,

Seandainya kamu (akan) menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan sanggup menghitungnya (QS Ibrahim [14]: 34).

Al-Biqa’i dalam tafsirnya terhadap surat Al-Fatihah mengemukakan bahwa “al-hamdulillah” dalam surat Al-Fatihah menggambarkan segala anugerah Tuhan yang dapat dinikmati oleh makhluk, khususnya manusia. Itulah sebabnya –tulisnya lebih jauh– empat surat lain yang juga dimulai dengan al-hamdulillah masing-masing menggambarkan kelompok nikmat Tuhan, sekaligus merupakan perincian dari kandungan nikmat yang dicakup oleh kalimat al-hamdulillah dalam surat Al-Fatihah itu. Karena Al-Fatihah adalah induk Al-Quran dan kandungan ayat-ayatnya dirinci oleh ayat-ayat lain.

Keempat surat yang dimaksud adalah:

1. Al-An’am (surat ke-6) yang dimulai dengan: “Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang”.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat wujud di dunia ini dengan segala potensi yang dianugerahkan Allah baik di darat, laut, maupun udara, serta gelap dan terang.

2. Al-Kahf (surat ke-18), yang dimulai dengan: “Segala puji bagi Allah yang telah menurunkan kepada hamba-Nya Al-Kitab (Al-Quran), dan tidak membuat kebengkokan (kekurangan) di dalamnya”.

Di sini diisyaratkan nikmat-nikmat pemeliharaan Tuhan yang dianugerahkannya secara aktual di dunia ini. Disebut pula nikmat-Nya yang terbesar yaitu kehadiran Al-Quran di tengah-tengah umat manusia, untuk “mewakili” nikmat-nikmat pemeliharaan lainnya.

3. Saba’ (surat ke-34), yang dimulai dengan” “Segala puji bagi Allah yang memiliki apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya pula segala puji di akhirat. Dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetabui”.

Ayat ini mengisyaratkan nikmat Tuhan di akhirat kelak, yakni kehidupan baru setelah mengalami kematian di dunia, di mana dengan kehadirannya di sana manusia dapat memperoleh kenikmatan abadi.

4. Fathir (surat ke-35), yang dimulai dengan: “Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan untuk mengurus berbagai macam urusan (di dunia dan di akhirat), yang mempunyai sayap masing-masing (ada yang) dua, tiga, dan empat”.

Ayat ini adalah isyarat tentang nikmat-nikmat abadi yang akan dianugerahkan Allah kelak setelah mengalami hidup baru di akhirat.

Setiap rincian yang terdapat dalam keempat kelompok nikmat yang dicakup oleh keempat surat di atas, menuntut syukur hamba-Nya baik dalam bentuk ucapan al-hamdulillah, maupun pengakuan secara tulus dari lubuk hati, serta mengamalkan perbuatan yang diridhai-Nya.

Di atas dikemukakan secara global nikmat-nikmat-Nya yang mengharuskan adanya syukur. Dalam beberapa ayat lainnya disebut sekian banyak nikmat secara eksplisit, antara lain:

1. Kehidupan dan kematian

Bagaimana kamu mengkufuri (tidak mensyukuri nikmat) Allah, padahal tadinya kamu tiada, lalu kamu dihidupkan, kemudian kamu dimatikan, lalu dihidupkan kembali. (QS Al-Baqarah [2]: 28).

2. Hidayat Allah

Hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 185).

3. Pengampunan-Nya, antara lain dalam firman-Nya.

Kemudian setelah itu Kami maafkan kesalahanmu agar kamu bersyukur (QS Al-Baqarah [2]: 52)

4. Pancaindera dan akal

Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati, supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 78).

5. Rezeki

Dan diberinya kamu rezeki yang baik-baik agar kamu bersyukur (QS Al-Anfal [8]: 26).

6. Sarana dan prasarana antara lain

Dan Dialah (Allah) yang menundukkan lautan (untukmu) agar kamu dapat memakan daging (ikan) yang segar darinya, dan kamu mengeluarkan dan lautan itu perhiasan yang kamu pakai, dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dan karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur (QS An-Nahl [16]: 14) .

7. Kemerdekaan

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Hai kaumku, ingatlah nikmat Allah atas kamu ketika Dia mengangkat nabi-nabi di antaramu, dan dijadikannya kamu orang-orang yang merdeka (bebas dari penindasan Fir’aun) (QS Al-Maidah [5]: 20)

Masih banyak lagi nikmat-nikmat lain yang secara eksplisit disebut oleh Al-Quran. Dalam surat Ar-Rahman (surat ke-55), Al-Quran membicarakan aneka nikmat Allah dalam kehidupan dunia ini dan kehidupan akhirat kelak. Hampir pada setiap dua nikmat yang disebutkan. Quran mengulangi satu pertanyaan dengan redaksi yang sama yaitu,

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu ingkari?

Pertanyaan tersebut terulang sebanyak tiga puluh satu kali. Para ulama menyusun semacam “rumus”, yaitu siapa yang mampu mensyukuri nikmat-nikmat Allah, maka ia akan selamat dari ketujuh pintu neraka, sekaligus dia dapat memilih pintu-pintu mana saja dari kedelapan pintu surga, baik surga pertama maupun surga kedua, baik Surga (kenikmatan duniawi) maupun kenikmatan ukhrawi.

WAKTU DAN TEMPAT BERSYUKUR
Segala puji bagi Allah yang memelihara apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi, dan bagi-Nya (pula) segala puji di akhirat. Dialah yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui (QS Saba’ [34]: l).

Ayat ini menunjukkan bahwa Allah SWT harus disyukuri, baik dalam kehidupan dunia sekarang maupun di akhirat kelak. Salah satu ucapan syukur di akhirat adalah dari mereka yang masuk surga yang berkata,

Al-hamdulillah –segala puji bagi Allah– yang memberi petunjuk bagi kami (masuk ke surga ini). Kami tidak memperoleh petunjuk ini, seandainya Allah tidak memberikan kami petunjuk (QS Al-A’raf [7]: 43).

Demikian terlihat bahwa syukur dilakukan kapan dan di mana saja di dunia dan di akhirat.

Dalam konteks syukur dalam kehidupan dunia ini, Al-Quran menegaskan bahwa Allah SWT menjadikan malam silih berganti dengan siang, agar manusia dapat menggunakan waktu tersebut untuk merenung dan bersyukur, “Dia yang menjadikan malam dan siang silih berganti, bagi orang yang ingin mengambil pelajaran atau orang yang ingin bersyukur (QS Al-Furqan [25]: 62).

Dalam surat Ar-Rum (30): 17-18 Allah memerintahkan,

Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari, dan waktu kamu berada di waktu subuh, dan bagi-Nyalah segala puji di langit dan di bumi dan di waktu kamu berada pada petang hari dan ketika kamu berada di waktu zuhur.

Segala aktivitas manusia –siang dan malam– hendaknya merupakan manifestasi dari syukurnya. Syukur dengan lidah dituntut saat seseorang merasakan adanya nikmat Ilahi. Itu sebabnya Nabi saw tidak jemu-jemunya mengucapkan, “Alhamdulillah” pada setiap situasi dan kondisi.

Saat bangun tidur beliau mengucapkan : “Segala puji bagi Allah yang telah menghidupkan (membangunkan) kami, setelah mematikan (menidurkan) kami dan kepada-Nya-lah (kelak) kebangkitan”.

Atau membaca : “Segala puji bagi Allah yang mengembalikan kepadaku ruhku, memberi afiat kepada badanku, dan mengizinkan aku mengingat-Nya.

Ketika bangun untuk ber-tahajjud beliau membaca: “Wahai Allah, bagimu segala pujian. Engkau adalah pengatur langit dan bumi dan segala isinya. Bagimu segala puji, Engkau adalah pemilik kerajaan langit dan bumi dan segala isinya …”.

Ketika berpakaian beliau membaca: “Segala puji bagi Allah yang menyandangiku dengan (pakaian) ini, menganugerahkannya kepadaku tanpa kemampuan dan kekuatan (dari diriku)”.

Sesudah makan beliau mengucapkan: “Segala puji bagi Allah yang memberi kami makan dan memberi kami minum dan menjadikan kami (kaum) Muslim”.

Ketika akan tidur, beliau berdoa: “Dengan namamu Ya Allah aku hidup dan mati. Wahai Allah, bafli-Mu segala puji, Engkau Pemelihara langit dan bumi”.

Demikian seterusnya pada setiap saat, dalam berbagai situasi dan kondisi.

Apabila seseorang sering mengucapkan al-hamdulillah, maka dari saat ke saat ia akan selalu merasa berada dalam curahan rahmat dan kasih sayang Tuhan. Dia akan merasa bahwa Tuhan tidak membiarkannya sendiri. Jika kesadaran ini telah berbekas dalam jiwanya, maka seandainya pada suatu, saat ia mendapat cobaan atau merasakan kepahitan, dia pun akan mengucapkan : “Segala puji bagi Allah, tiada yang dipuja dan dipuji walau cobaan menimpa, kecuali Dia semata”.

Kalimat semacam ini terlontar, karena ketika itu dia sadar bahwa seandainya apa yang dirasakan itu benar-benar mempakan malapetaka, namun limpahan karunia-Nya sudah sedemikian banyak, sehingga cobaan dan malapetaka itu tidak lagi berarti dibandingkan dengan besar dan banyaknya karunia selama ini.
Di samping itu akan terlintas pula dalam pikirannya, bahwa pasti ada hikmah di belakang cobaan itu, karena Semua perbuatan Tuhan senantiasa mulia lagi terpuji.

SIAPA YANG DISYUKURI ALLAH
Al-Quran juga berbicara menyangkut siapa dan bagaimana upaya yang harus dilakukan sehingga wajar disyukuri. Dua kali kata masykur dalam arti yang disyukuri terulang dalam Al-Quran.
Pertama adalah,
Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia ini apa yang Kami kehendaki bagi orang-orang yang Kami kehendaki, dan Kami tentukan baginya neraka Jahannam, ia akan memasukinya dalam keadaaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya disyukuri (dibalas dengan baik). Kepada masing-masing golongan baik yang ini (menghendaki dunia saja) maupun yanp itu (yang menghendaki akhirat melalui usaha duniawi), Kami berikan bantuan dari kemewahan Kami. Dari kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi (QS Al-Isra’ [17]: 18-20).

Kedua adalah:
Sesungguhnya ini adalah balasan untukmu, dan usahamu adalah disyukuri (QS Al-Insan [76]: 22).

Isyarat “ini” dalam ayat di atas adalah berbagai kenikmatan surgawi yang dijelaskan oleh ayat-ayat sebelumnya, dari ayat 12 sampai dengan ayat 22 surat 76 (Al-Insan).

Surat Al-Isra’ ayat 17-20 berbicara tentang dua macam usaha yang lahir dari dua macam visi manusia. Ada yang visinya terbatas pada “kehidupan sekarang”, yakni selama hidup di dunia ini, tidak memandang jauh ke depan. “Kehidupan sekarang” diartikan detik dan jam atau hari dekat hidupnya, boleh jadi juga “sekarang” berarti masa hidupnya di dunia yang mengantarkannya bervisi hanya puluhan tahun. Ayat di atas menjanjikan bahwa jika mereka berusaha akan memperoleh sukses sesuai dengan usahanya; itu pun bila dikehendaki Allah. Tetapi setelah itu mereka akan merasa jenuh dan mandek, karena keterbatasan visi tidak lagi mendorongnya untuk berkreasi. Nah, ketika itulah lahir rutinitas yang pada akhirnya melahirkan kehancuran.

Hakikat ini bisa terjadi pada tingkat perorangan atau masyarakat. Kejenuhan dengan segala dampak negatif yang dialami oleh anggota masyarakat bahkan masyarakat secara umum di dunia yang menganut paham sekularisme –setelah mereka mencapai sukses duniawi– merupakan bukti nyata dari kebenaran hakikat yang diungkapkan Al-Quran di atas. Tetapi jika pandangan kita jauh ke depan, visi seseorang atau masyarakat melampaui kehidupan dunianya, maka ia tidak pernah akan berhenti-bagai seseorang yang menggantungkan cita-citanya melampaui ketinggian bintang. Ketika itu dia akan terus berusaha dan berkreasi, sehingga tidak pernah merasakan kejenuhan, karena di balik satu sukses masih dapat diraih sukses berikutnya. Memang Allah menjajikan untuk terus-menerus dan sementara menambah petunjuk-Nya bagi mereka yang telah mendapat petunjuk.

Dan Allah sementara menambah petunjuk-Nya bagi orang-orang yang mendapat petunjuk (QS Maryam [19]: 76).

Orang yang demikian itulah yang semua usahanya disyukuri Allah. Mereka yang disyukuri itu akan memperoleh surga sebagaimana dilukiskan oleh kata masykur pada ayat kedua yang menggunakan kata ini, yakni surat Al-Insan ayat 22.

Demikian sekelumit uraian Al-Quran tentang syukur. Kalaulah kita tidak mampu untuk masuk dalam kelompok minoritas –orang-orang yang pandai bersyukur (atau dalam istilah Al-Quran asy-syakirun, yakni orang-orang yang telah mendarah daging dalam dirinya hakikat syukur dalam ketiga sisinya: hati, lidah, dan perbuatan)– maka paling tidak kita tetap harus berusaha sekuat kemampuan untuk menjadi orang yang melakukan syukur –atau dalam istilah Al-Quran yasykurun– betapapun kecilnya syukur itu. Karena seperti bunyi sebuah kaidah keagamaan,

Sesuatu yang tidak dapat diraih seluruhnya, jangan ditinggalkan sama sekali.

Referensi

Prof. Dr. M. Quraish Shihab, MA., Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’i atas Pelbagai Persoalan Umat, Penerbit Mizan, Bandung, 1997.
Dr. Syauqi Abu Khalil, Atlas Al-Quran, Membuktikan Kebenaran Fakta Sejarah yang Disampaikan Al-Qur’an secara Akurat disertai Peta dan Foto, Dar al-Fikr Damaskus, Almahira Jakarta, 2008.
Prof. Dr. Azyumardi Azra, MA, Dr. Ahmad Qodri Abdillah Azizy, MA, Dr. A. Chaeruddin, SH., etc. Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Penerbit PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2008, Editor : Prof. Dr. Taufik Abdullah, Prof. Dr. M. Quraish Shihab, Prof. Dr. H. Ahmad Sukardja, MA.
Sami bin Abdullah bin Ahmad al-Maghluts, Atlas Sejarah Para Nabi dan Rasul, Mendalami Nilai-nilai Kehidupan yang Dijalani Para Utusan Allah, Obeikan Riyadh, Almahira Jakarta, 2008.
Tim DISBINTALAD (Drs. A. Nazri Adlany, Drs. Hanafi Tamam, Drs. A. Faruq Nasution), Al-Quran Terjemah Indonesia, Penerbit PT. Sari Agung, Jakarta, 2004
Departemen Agama RI, Yayasan Penyelenggara Penerjemah/Penafsir Al-Quran, Syaamil Al-Quran Terjemah Per-Kata, Syaamil International, 2007.
alquran.bahagia.us, al-quran.bahagia.us, dunia-islam.com, Al-Quran web, PT. Gilland Ganesha, 2008.
Muhammad Fu’ad Abdul Baqi, Mutiara Hadist Shahih Bukhari Muslim, PT. Bina Ilmu, 1979.
Al-Hafizh Zaki Al-Din ‘Abd Al-’Azhum Al Mundziri, Ringkasan Shahih Muslim, Al-Maktab Al-Islami, Beirut, dan PT. Mizan Pustaka, Bandung, 2008.
M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 2008.
Al-Bayan, Shahih Bukhari Muslim, Jabal, Bandung, 2008.
Muhammad Nasib Ar-Rifa’i, Kemudahan dari Allah, Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, Maktabah al-Ma’arif, Riyadh, dan Gema Insani, Jakarta, 1999.


Cara solat terawih sendirian

$
0
0

Soalan;
1. Bagaimanakah cara melakukan solat tarawih bersendirian ?
2. Adakah selawat selepas setiap dua rakaat solat tarawih itu perlu dan bolehkah jika tidak berselawat.

Jawapan;

1. Solat terawih sama seperti solat-solat sunat yang lain yang biasa kita lakukan, iaitu ditunaikan dua rakaat-dua rakaat dengan bermula dari takbir dan diakhiri dengan memberi salam. Ketika hendak solat, niatkan di dalam hati untuk mengerjakan solat terawih atau qiyam Ramadhan, kemudian lakukan solat sebagaimana biasa. Bacaan-bacaan di dalam solat juga sebagaimana yang biasa dibaca dalam solat-solat yang lain. Kesimpulannya, yang berbeza dalam solat terawih ini ialah niatnya sahaja. Adapun rukun-rukun dan sunat-sunat di dalam solat, sama seperti dalam solat yang lain. Oleh sebab solat terawih dilakukan dua rakaat-dua rakaat, maka setiap dua rakaat hendaklah memberi salam dan kemudian bangun mengerjakan lagi dua rakaat hinggalah sempurna bilangan rakaat yang dikehendaki (lapan, 20 atau sebagainya).

2. Adapun berselawat selepas setiap dua rakaat, tidaklah wajib dan tidak mencacatkan solat terawih jika tidak melakukannya. Amalan berselawat itu hanya dilakukan sebagai selingan antara dua-dua rakaat solat untuk memberi kerehatan sesuai dengan nama solat itu “Solat Terawih”. Selawat itu bukanlah sabit daripada amalan Nabi SAW secara khusus. Jika kita tidak berselawat, kita boleh menggantinya dengan ibadah lain seperti berzikir, berdoa, membaca al-Quran, bertazkirah dan sebagainya. Dan harus juga kita meneruskan solat tanpa menyelanginya dengan sebarang ibadah yang lain.

http://fiqh-am.blogspot.com/



Niat puasa Ramadhan kerja hati

$
0
0

Niat masih dibincangkan oleh umat Islam meskipun sudah selalu diterangkan oleh tok-tok guru. Barangkali mereka belum pernah dengar, maklum sahaja tok guru itu bercakap di hadapan 100 orang, tetapi 1000 lagi yang tidak dengar. Jadi, persoalan itu terus ditimbulkan.

Sebenarnya, niat yang selalu dibincangkan ialah lafaz niat, sedangkan yang lebih penting ialah niat. Oleh sebab niat tidak dijelaskan dengan cara yang betul, maka timbul pelbagai tanggapan mengenainya. Sepatutnya isu niat tidak sukar untuk difahami kerana niat adalah kerja hati, bukan lidah.

Contoh mudah, seseorang yang keluar rumah untuk sesuatu destinasi, tentu sewaktu melangkah keluar itu dia telah berniat untuk ke satu tujuan. Bukan dia melangkah keluar mengikut gerak kaki, lalu penat berhenti, dan berjalan tanpa tujuan. Kalau dia keluar tanpa tujuan tentulah tiada niat khusus, maka kerjanya sia-sia.

Baiklah, jika dia berniat untuk pejabat sebagai contoh, adakah dia melafazkan sesuatu atau terus melangkah. Ya, kalau dia melafazkan dengan lidah untuk keluar ke pejabat, mungkin dia menyatakan demikian kepada isterinya atau temannya. Tetapi niat di dalam hatinya tidak siapa yang dengar. Allah sahaja yang mendengar malah Dia hanya mahu menerima niat hati hamba-Nya.

Dalam hal ini ulama menyediakan lazat niat adalah hanya sebagai panduan untuk kita berniat, bukanlah lafaz itu yang penting. Jadi, kalau kita baca lafaz niat itu belum lagi diterima, tetapi lafaz itulah yang perlu jelmakan dalam hati. Kalau begitu, niat bukanlah susah kerana tidak perlu lafaz pada lidah, tidak perlu disebut hingga mengganggu orang lain.

Sesuai dengan kedatangan Ramadan, saya contohkan di sini bagaimana kalau kita hendak berniat puasa Ramadan. Menurut Mazhab Syafi’i niat puasa Ramadan perlu dilakukan setiap hari pada malamnya sebelum terbit fajar. Lafaznya seperti yang tercatat dalam kitab ialah:

نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ شَهْرِ رَمَضَانَ لِلَّهِ تَعَالَى

Itu lafaz dalam bahasa Arab, lafaz dalam bahasa Melayunya ialah: Aku berniat puasa esok hari dalam bulan Ramadan kerana Allah Taala.

Jadi, niat puasa yang sebenarnya ialah gerak hati seperti yang dilafazkan itu. Tentu niat itu tidak sampai sesaat, bahkan sedetik sahaja.

Berdasarkan itu, kalau seseorang itu bangun untuk bersahur, secara tidak langsung dia sudah berniat untuk berpuasa. Hal ini kerana bersahur hanya berlaku untuk ibadah puasa. Lainlah kalau dia bangun untuk bersolat tahajud, dan dikesempatan itu dia terus bersahur, maka ketika bersahur itu sudah dikira berniat untuk berpuasa.

Cuma kadang-kadang kita tidak sempat untuk bersahur kerana tak sedar. Untuk mengelak daripada terlupa atau tidak terbangun sahur, ulama mencadangkan kita menggunakan niat sebulan pada malam pertama. Pendapat ini bukan daripada Mazhab Syafi’i tetapi tidak salah kita meminjamnya untuk menyelamatkan keadaan. Lafaznya ialah

نَوَيْتُ صَوْمَ شَهْرِ رَمَضَانَ كُلِّهِ لِلَّهِ تَعَالَى

Itu lafaz dalam bahasa Arabnya, dan lafaz dalam bahasa Melayu pula ialah, aku berniat puasa bulan Ramadan seluruhnya kerana Allah Taala.

Jadi, niat yang perlu dijelmakan dalam hati ialah seperti yang dilafazkan. Tidak perlu disebut dan dilafazkan oleh lidah. Mungkin dalam sekelip mata, niat itu sudah bertahta di hati kita. Dan niat ini hanya berlaku sekali pada malam pertama. Adapun pada malam-malam seterusnya niat harian masih diperlukan setiap malam. Dengan cara ini kalau mana-mana malah yang tidak sempat bersahur atau berniat, niat sebulan itu akan diambil kita.

Dengan penjelasan ini diharapkan umat Islam boleh menempuh puasa dengan baik lagi cemerlang. Maka di kesempatan ini saya mengucapkan selamat berpuasa dan melakukan segala ibadah bersangkutan dengan jayanya.

http://baei.blogspot.com/


Masih relevankah pengajian Islam ?

$
0
0

Tiada siapa menafikan.Ilmu agama pada hari ini sangat mudah diperolehi. Segalanya berada di hujung jari.

Tidak perlu lagi bermusafir ribuan batu untuk menyemak status riwayat yang diperolehi, kesusahan itu sudah banyak dihilangkan oleh kemudahan yang terhasil dari kecerdikan manusia berfikir dan bekerja. Terima kasih kepada segala kemudahan ini. Bermula daripada bekalan elektrik, alat elektrik, surat elektronik dan semua yang terangkum di dalam slogan efektif, efisyen, pantas, tepat dan jelas berpiksel tinggi.

Dalam segala kemudahan ini, sepatutnya banyak masalah umat berjaya diselesaikan.

Namun tiada siapa yang dapat menafikan, baik oleh pertimbangan akal, mahu pun oleh emosi yang merasa, kehidupan hari ini lebih meresahkan.

Suatu ketika, kita pernah diperingatkan oleh Rasulullah sallallaahu ‘alayhi wa sallam:

“Daripada Abu Hurairah Abd al-Rahman ibn Sakhar radhiyallaahu ‘anhu, beliau berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda; Apa yang aku larang kamu daripadanya, hendaklah engkau jauhkan diri daripadanya. Apa yang aku perintahkan kamu terhadapnya, maka hendaklah kamu lakukan ia dengan sepenuh kemampuan kamu. Sesungguhnya umat yang terdahulu daripada kamu, mereka menjadi binasa disebabkan oleh banyak persoalan mereka, serta khilaf perselisihan terhadap Nabi-nabi mereka.” [Hadith riwayat al-Bukhari dan Muslim]

Bagaimanakah lambakan persoalan boleh mengundang binasa?

Mungkin 30 tahun yang lalu, agak sulit untuk kita membayangkan bagaimana persoalan dan perbalahan yang tidak berkesudahan boleh mengundang binasa. Tetapi tidak lagi di hari ini. Kita melihat saban hari, di celah-celah kemudahan mendapatkan ilmu pengetahuan, semakin banyak persoalan yang timbul dan gagal diselesaikan oleh umat.

Andaikata persoalan yang timbul merupakan persoalan semasa, berkaitan dengan penemuan sains yang memerlukan pendirian Islam mengenainya, ia tidaklah menghairankan. Persoalan yang timbul memberikan konotasi perkembangan yang sihat tentang pencapaian umat.

Tetapi apabila persoalan yang timbul itu adalah persoalan yang sudah berusia 500 atau 1000 tahun, dan persoalan yang meletihkan ini berkeliaran menimbulkan resah, gelisah, perbalahan dan perpecahan dalam kalangan umat yang berdaya tinggi pada kebolehan mendapatkan maklumat, ia simptom yang amat jelas terhadap sebuah kebinasaan.

Senaraikanlah khilaf yang membawa perpecahan kepada umat hari ini, hampir kesemuanya berasaskan kepada masalah yang umurnya sudah sama tua dengan usia umat ini.

Jarang sekali umat bertelingkah tentang masalah GM Food di dalam industri pemakanan. Tidak jelas adanya perpecahan yang membelah kesatuan umat pada soal berkaitan dengan mercy killing dalam perubatan.

Khilaf yang membinasakan

Apa yang meretakkan umat ialah pada percakaran tentang soal bid’ah atau tidak bid’ahnya amalan tertentu di dalam masyarakat, soal perbalahan di antara aliran Salaf dan Khalaf, di samping kacau bilau tasawwur tentang asas khilaf di antara Ahl al-Sunnah wa al-Jamaah dengan Syiah.

Berapakah usia pertengkaran itu?

Isunya bukan timbul semalam atau kelmarin. Tidak juga 100 tahun atau 200 tahun yang lalu. Khilaf itu sudah mengiringi survival umat semenjak di era al-Khulafa’ al-Rashidoon, Bani Umayyah dan Abbasiyyah, membawa ke hari-hari di kehidupan semasa ini.

Apakah kesudahan kepada perbalahan ini?
Saya tiada jawapan yang mudah mengenainya.
Tetapi ada satu tanda tanya yang besar di dalam fikiran saya.

Apakah penyebaran yang meluas terhadap info Islam ini bermaksud berkembang dan membangunnya disiplin Pengajian Islam?

Atau mungkin di sana ada sesuatu yang terjadi, bahawa meluasnya maklumat tentang Islam ini berjalan seiringan dengan kemerosotan disiplin Pengajian Islam, kemerosotan Fakulti Syariah dan Pengajian Islam?

Dan sejauh manakah perkembangan ini menyumbang kepada pertambahan ilmu sama naik dengan pertambahan masalah?

Seandainya segala ilmu pengetahuan di dalam khazanah Islam itu sudah begitu mudah diperolehi di hujung jari, apakah masih relevan disiplin ilmu Pengajian Islam? Andaikata seorang berkelulusan Teknologi Makanan, Kejuruteraan atau Perubatan juga sudah mampu untuk menjadi rujukan umat terhadap permasalahan agama, di manakah letaknya signifikasi Fakulti Pengajian Islam?

Pengajian Islam semasa

Lihat sahaja perkembangan semasa.

Segala-galanya menunjukkan kepada pengecutan disiplin Pengajian Islam. Bermula daripada peringkat sekolah, hinggalah kepada universiti.

Lihatlah sekolah-sekolah agama terkemuka di Malaysia seperti KISAS, SMAP Labu atau SMAP Kajang, berapakah jumlah kelas aliran Pengajian Islam untuk peringkat SPM, berbanding dengan kelas aliran Sains? Bagaimana pula dengan sekolah-sekolah agama kerajaan negeri, Maahad atau SMKA di seluruh negara? Apakah nisbah di antara bidang Sains dan Pengajian Islam masih seimbang, atau berlaku kemerosotan yang signifikan terhadap peluang dan ruang bidang Pengajian Islam?

Bagaimana pula dengan Fakulti Pengajian Islam?

Saya tidak punya sebarang statistik. Justeru saya tidak membuat sebarang dakwaan, sebaliknya melontarkan soalan untuk dijawab oleh mereka yang memiliki jawapan mengenainya.

Apakah saiz Akademi Islam Universiti Malaya, Fakulti Pengajian Islam di UKM, Kulliyyah of Islamic Revealed Knowledge di UIAM dan IPTA serta IPTS lain meningkat, atau masih kekal konsisten, atau mengalami kemerosotan dari segi kuantiti (sebelum isu kualiti)?

Tambahan pula dengan perkembangan terbaru (2013) apabila Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya ditukar taraf kepada Sekolah Pengajian Islam.

Luar negara

Bagaimana pula dengan Pengajian Islam di universiti di luar negara?

Di Mesir, Jordan, Syria, Yaman, Sudan, Arab Saudi, Maghribi, India dan Pakistan?

Saya juga tidak mempunyai statistik yang tepat. Tetapi apa yang pasti, Jordan mengalami kemerosotan yang amat ketara. Daripada jumlah pelajar Pengajian Islam (Syariah, Usuluddin dan lain-lain) serta Kesusasteraan Arab yang pernah mencecah jumlah lebih 4000 orang pada pertengahan 1990-an, jumlah keseluruhan pelajar Malaysia di Jordan berada di bawah paras 1000 dengan pecahan pelajar Perubatan yang amat besar berbanding pelajar di bidang Pengajian Islam.

Syukur kebelakangan ini, jumlah pelajar Pengajian Islam di Jordan bertambah semula.

Kuantiti.

Bagaimana pula nasib Mesir selepas STAM diperkenalkan?

Apa yang pasti, saya sudah tidak mendengar adanya biasiswa yang ditawarkan oleh JPA atau MARA atau Kementerian Pendidikan, untuk menghantar pelajar ke Negara Arab di bawah program UPU yang berkongsi syarat kelayakan yang sama seperti penghantaran pelajar ke UK, USA, Australia, Jepun dan sebagainya.

Pengajian Islam sudah hilang keutamaan

Jika dilihat kepada kemudahan untuk belajar agama pada hari ini, mungkin kegusaran yang timbul boleh ditepis dengan mudah.

“Apa perlunya dirisaukan hal ini? Seorang doktor yang rajin belajar agama juga boleh jadi sehebat ustaz, malah mungkin lebih lagi,” kata seorang profesional bertaraf ustaz.

“Lihat sahajalah pelajar lulusan bidang agama, tak ke mana pun kemahiran mereka sebenarnya…” tambah seorang yang lain.

Dua pilihan

Ya, kita ada dua pilihan.

Sama ada seseorang itu belajar bidang Pengajian Islam, kemudian menyambung lagi pengajian di peringkat Masters dan PhD di dalam pengkhususan berkemahiran tinggi di bidang Pengajian Islam. Atau juga sebahagiannya menambah kelayakan dengan mempelajari bidang sokongan seperti Psikologi, Pendidikan, Sains Sosial dan sebagainya. Atau pun seseorang belajar di bidang non Pengajian Islam seperti Kejuruteraan, Perubatan, Ekonomi dan seumpamanya, kemudian mereka menambah usaha mempelajari bidang Pengajian Islam bagi menyokong diri.

Yang pasti, kedua-dua pilihan ini, akan hanya dipilih oleh manusia yang bersemangat tinggi, bercita-cita besar dan mempunyai kesediaan prasarana otak, kemahiran belajar dan kesungguhan yang di luar kebiasaan.

Berapa ramaikah manusia seperti ini yang berada di bidang Pengajian Islam, atau berada di bidang bukan Pengajian Islam tetapi memiliki kesedaran Islam yang tinggi?

Jawapannya menimbulkan pelbagai persoalan yang lebih serius.

Kembali kepada persoalan Pengajian Islam dan relevannya ia pada keperluan semasa, saya perlu memikirkan kembali, apakah yang saya tempuhi di dalam sistem pengajian di Fakulti Syariah sebelum diberikan segulung ijazah tanda selesainya satu peringkat proses tersebut.

Melihat ke belakang

Jika ada di kalangan kita yang merasakan kemerosotan perkembangan bidang Pengajian Islam hari ini tidak mendatangkan mudarat kepada umat, saya mahu memulakan proses mencari jawapan kepada pandangan tersebut dengan menyemak kembali apakah subjek yang diajar selama saya dan rakan-rakan menghabiskan pengajian di peringkat Ijazah Pertama Syariah.

Saya percaya, kombinasi 46 subjek ini sangat memainkan peranan dalam menstrukturkan kefahaman seseorang tentang Islam dan legasi keilmuannya.

Berikut adalah subjek-subjek yang saya ambil sebagai pelengkap kepada segulung ijazah Syariah:

1. Arabic Language for Foreigners 099
2. Arabic Language for Foreigners 100
3. Arabic Language 101
4. Tsaqafah Islamiyyah
5. Introduction to Islamic Fiqh (Al-Madkhal ila al-Fiqh al-Islami)
6. Science of Hadith (Uloom al-Hadith)
7. Science of Quran (Uloom al-Qur’an)
8. Al-Seerah al-Nabawiyyah
9. English Language 101
10.Ayaat al-Ahkaam
11. Hadeeth 1
12. Aqeedah 1
13. Ahwal Syakhsiyyah (Fiqh Munakahat – Zawaaj) 1
14. Mabaadi’ fi al-Nahw wa al-Sarf
15. English Language 2
16. Usool al-Fiqh 1
17. Principles of Education (Mabaadi’ al-Tarbiyyah)
18. Study Skills (English)
19. Fiqh al-Qadha’ wa Thurooq al-Itsbaat (Jurisdiction System and Methods of Proofing Evidence)
20. Fiqh al-’Ibaadaat 1
21. Usool al-Fiqh 2 (Dilaalaat)
22. Research Methodology and Islamic Resources
23. Tilaawah wa Tajweed
24. Ahwal Syakhsiyyah (Fiqh Munakahat – Thalaaq) 2
25. Al-Tasyree’ al-Jinaa’ie fi al-Islaam (Penal Code Jurisprudence)
26. Diraasaat fi Kutub al-Tafseer (al-Tafseer wa al-Mufassiroon)
27. Al-Aqidah al-Islamiyyah 2 (Prophethood in Islamic Tradition, Christianity and Judaism)
28. Hadeeth 2
29. Fiqh al-’Ibaadaat 2
30. Al-Arabiyyah Kitaabah (Arabic Writing)
31. Huqooq al-Insaan fi al-Islaam (Human Rights in Islam)
32. Al-Ahwal al-Syakhsiyyah 3 (Fiqh Wasaayaa wa al-Mawaarith)
33. Adyaan Muqaaranah (Comparative Religions)
34. Al-Da’wah al-Islaamiyyah wa al-Khitaabah
35. Military Science
36. Diraasah Nahwiyyah Arabiyyah 1 (Arabic Grammatical Studies 1)
37. Fiqh al-Mu’aamalaat 1
38. Al-Qawaaid al-Fiqhiyyah
39. Al-Tafsir al-Tahlili (Analytical Interpretation of the Quran)
40. Al-Tarbiyyah al-Wathaniyyah (Jordanian Citizenship)
41. Military History
42. Al-Aqidah al-Islaamiyyah 3
43. Al-Quds fi al-Taarikh al-’Arabi wa al-Islaami (Jerusalem in the Arabic and Islamic History)
44. Al-Hadhaarah al-Islaamiyyah (Islamic Civilization)
45. Al-Alaaqaat al-Dauliyyah fi al-Islaam (International Diplomatic Relationship in Islam)
46. Asaasiyyaat al-Idaarah (Principles of Management)

Di samping 46 subjek yang disyaratkan untuk memperolehi ijazah Syariah, para pelajar juga dikehendaki menghafal 6 juzuk daripada al-Quran bermula daripada juzuk 25 hingga ke juzuk 30.

Pasca tamat pengajian

Semasa belajar, ada sesetengah subjek yang menimbulkan persoalan kepada diri saya. Mengapakah subjek-subjek tersebut diajar sedemikian rupa?

Misalnya untuk subjek Fiqh berkaitan dengan Thaharah, Solat, Puasa, Zakat, Haji dan cabang-cabangnya, kami mempelajarinya sebanyak dua pusingan. Satu pusingan di dalam subjek Fiqh dengan menggunakan kitab-kitab Ahli Fiqh khususnya Mazhab Syafi’e dan Hanafi. Kemudian subjek yang sama diulang pembelajarannya tetapi dengan menggunakan kitab Hadith dengan manhaj ahli Hadith.

Sebelum subjek-subjek Fiqh ini dipelajari, para pelajar juga harus belajar satu subjek yang merangkumi keseluruhannya secara tasawwur umum iaitu subjek al-Madkhal ila al-Fiqh al-Islaami. Begitu juga dengan subjek Usul al-Fiqh 1 dan Usul al-Fiqh 2, ketiga-tiga subjek ini memahamkan kepada para pelajar sejarah perkembangan Mazhab, asas-asas yang membawa kepada perbezaan dalam pemerosesan nas malah perbezaan pendekatan di antara Ulama Fiqh dengan Ahli Hadith.

Tetapi setelah pengajian selesai, penyusunan subjek sedemikian rupa membantu kami memahami akan wujudnya pelbagai aliran di dalam masyarakat, yang mana setiap aliran tersebut mempunyai kekuatan dan kelemahannya yang tersendiri di sepanjang zaman. Justeru, khilaf di antara Imam Ahmad bin Hanbal dengan Imam-imam Mazhab yang lain, difahami sebagai perbezaan orientasi Ahli Fiqh dan Ahli Hadith.

Pemahaman seperti ini, menyebabkan saya secara peribadi tidak pernah menyangka yang ia akan disepahkan di tengah-tengah masyarakat sebagai khilaf yang bukan lagi khilaf, sebaliknya pertentangan di antara yang Haq dan Batil hingga membinasakan umat. Hairan sungguh. Kesemua pensyarah, dan buku rujukan tidak pernah menyemai persepsi sedemikian rupa, melainkan penyakit SIKAPlah yang menyelewengkan konotasi asalnya.

Universiti tidak pernah mengajar mana-mana pelajarnya untuk melagakan perbezaan pendapat dan manhaj. Malah universiti menekankan sebaliknya. Biar pun pensyarah tidak terlepas daripada mempunyai kecenderungan tertentu, namun disiplin akademik mencegah satu-satu aliran daripada dimenangkan ke atas satu aliran yang lain. Dalam banyak keadaan, khilaf yang berlaku adalah khilaf antara yang paling benar dengan yang benar, bukan antara yang paling benar dan yang paling batil.

Sikap dan krisis akhlaq jualah yang menjadi punca sistem sebaik ini, tidak terlepas daripada menanggung nasib seperti sawah bendang yang membekalkan beras, tetapi turut membiakkan tikus dan ular sebagai makhluk perosak.

Apatah lagi isu ini dicacamerbakan dengan penglibatan istilah Wahabi, Kaum Muda, Kaum Tua dan seterusnya. Disebarkan oleh agamawan yang berpenyakit akhlaq, kepada pengikut yang kurang peralatan untuk menimbang tara.

Malah ini juga asas kegusaran kita melihat kecenderungan generasi muda belajar ilmu Hadith tetapi tidak menghayati ilmu Usul al-Fiqh. Mereka menjadi sangat keras dan kaku dalam pemahaman, malah berleluasa pandangan yang kucar kacir apabila fenomena itu diperpanjangkan pada memperkatakan bidang seperti Politik, Muamalat dan saringan ideologi moden seperti Demokrasi, Sosialisma, Kapitalisma, Nasionalisma, Liberalisma dan yang seumpama dengannya.

Kegusaran yang serius tentang persoalan-persoalan berkaitan dengan Siasah

Memperkatakan tentang Khilafah, kaedah pemilihan ketua negara, dan cabang-cabangnya tidak mungkin boleh dibuat hanya dengan lintasan hadith berkaitan politik di dalam subjek Hadith 1 dan Hadith 2. Sebaliknya beberapa subjek khusus disediakan untuk membina gambaran yang lengkap tentang apa yang dinamakan sebagai Siasah Syariyyah atau Sistem Politik Islam. Subjek-subjek tersebut juga hanya dipelajari selepas subjek teras dalam Usul dan Fiqh dilunaskan oleh para pelajar.

Tidak dilupakan, tatkala al-Quran mahu difahami akan tafsirannya, ia didahului terlebih dahulu dengan subjek khusus sebagai pra syarat sebelum Tafsir boleh difahami. Uloom al-Qur’aan memberikan asas-asas ilmu memahami al-Qur’an. Kemudian subjek Diraasaat fi Kutub al-Tafseer (al-Tafseer wa al-Mufassiroon) memperkenalkan kami kepada ilmuwan-ilmuwan Tafsir di sepanjang zaman, metodologi mereka serta kekuatan setiap Tafsir mereka dan bagaimana perkembangan zaman ke zaman itu memberikan kesan serta pengaruh kepada kecenderungan tafsiran masing-masing.

Sebelum semua subjek ini dipelajari, kami juga diajar beberapa subjek asas Bahasa Arab. Di dalam subjek ini, para pelajar didisplinkan dengan cara membaca dan menulis dengan betul. Hamzah harus dirumahkan di atas Alif, Wau atau Ya’, Alif Wasal atau Alif Qatha’, bagaimana menggunakan kamus-kamus Arab yang pelbagai dan lain-lain asas berbahasa yang betul.

Tidak sekadar itu, pelajar juga dikehendaki mempelajari tatabahasa Bahasa Arab dengan sebaiknya, mengenali perbezaan di antara Mazhab Bahasa Arab di Kufah dengan Basrah dan hal-hal yang membetulkan penuturan, pembacaan serta penulisan.

Subjek-subjek sokongan

Alhamdulillah sistem pengajian di Jordan juga menitikberatkan keperluan meluaskan horizon para pelajarnya. Maka para pelajar Syariah juga dikehendaki mempelajari subjek-subjek bukan Pengajian Islam dengan jumlah yang agak signifikan.

Antara subjek itu ialah Bahasa Inggeris, Prinsip ilmu Pengurusan, Pendidikan, Sejarah, Sains Ketenteraan dan Sejarah Ketenteraan. Pelajar juga mempunyai pilihan untuk mengambil subjek elektif seperti Sains Komputer, Bahasa Perancis, Sepanyol atau Bahasa Parsi, Sains Sukan, Prinsip Akaun dan sebagainya.

Kombinasi 46 subjek dengan hafalan 6 juzuk al-Qur’an ini adalah suatu proses yang amat panjang, rumit dan jika digarap dengan bersungguh-sungguh oleh para pelajar, ia berupaya untuk menyediakan ASAS yang diperlukan oleh seorang yang mahu berfungsi sebagai ilmuwan di tengah masyarakat.

Inilah yang masih saya fikirkan

Apakah dengan kemudahan akses terhadap ilmu-ilmu Islam pada era ICT ini, kemudahan itu mampu menamatkan signifikasi proses kesarjanaan di dalam bidang Pengajian Islam? Andaikata ilmu mudah diperolehi, saya masih ada persoalan tentang struktur ilmu.

Tatkala seseorang mahu memperkatakan tentang sejauh mana Sirah Nabawiyyah kita bersih daripada pengaruh Syiah akibat wujudnya pengambilan riwayat oleh Ibnu Hisyam daripada Ibnu Ishaq yang diketahui melalui pembacaan artikel bahawa beliau merupakan seorang Syiah, seorang yang melalui proses disiplin ilmu Pengajian Islam akan sedar bahawa isu itu hanya tip kepada sebuah iceberg yang amat besar.

Subjek Sirah Nabawiyyah, Aqidah 1, 2 dan 3, Ulum al-Hadeeth, Tamadun Islam, Perbandingan Agama dan beberapa subjek lain, masing-masing perlu dicantumkan untuk membentuk satu pendirian yang lengkap tentang subjek tersebut. Saya bertemu dengan perbahasan berkaitan ini semasa di tahun 3 pengajian, justeru berasa amat terkejut apabila ia menjadi topik perbualan di internet tanpa mengambil asas-asas yang kritikal itu tadi.

Forum tiada kesimpulan

Mungkin inilah punca utama mengapa apa sahaja tajuk yang dikemukakan di dalam forum-forum diskusi agama, ia jarang berakhir dengan kesimpulan. Biar pun ratusan reply dihantar, ia gagal menghasilkan satu keputusan yang boleh dipegang. Saya yakin, salah satu sebab mengapa situasi sebegini terjadi ialah apabila strutktur ilmu sebagai cerucuk kefahaman itu tidak menjadi sandaran perbincangan.

Terlalu mudah untuk satu-satu pandangan dibuat tentang hal-hal yang memerlukan kepada satu proses pembelajaran yang panjang.

Saya tidak pasti sejauh manakah kemudahan internet mampu melahirkan ilmuwan yang boleh mencegah umat daripada segera terbelenggu dengan fenomena yang diamarankan oleh Rasulullah sallallaahu ‘alayhi wa sallam:

“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dengan menariknya daripada dada hamba-hambaNya, tetapi Dia mencabut ilmu dengan mematikan ulama sehingga jika tidak ada lagi seorang ‘alim pun maka manusia akan mengangkat juhalaa’ (orang-orang jahil) sebagai pemimpin mereka. Lalu (jika) mereka ditanya, maka merekapun memberi fatwa tanpa ilmu, (akhirnya) mereka sesat dan menyesatkan orang lain.” [Hadith riwayat al-Bukhari: 100 & Muslim: 2673]

Dengan segulung ijazah Syariah, saya masih jauh daripada bayangan untuk mengisi kehilangan para Ulama yang pergi mendahului kita. Masih banyak yang perlu dikaji, dipelajari dan difahami. Masih kecil dan kerdil untuk menjadi pengganti. Jauh sekali.

Tetapi saya percaya, pemergian alim ulama yang begitu ramai kebelakangan ini, tidak memberi sebarang makna andai ia hanya mengundang tangisan air mata. Kehilangannya perlu diganti, dan saya tidak yakin dalam bahasa realistik, madrasah internet dan kuliah-kuliah Maghrib mampu berperanan menggantikan sebuah proses latihan di Fakulti Pengajian Islam.

Di tahun 90-an, JPA, MARA dan Kementerian Pendidikan berani membuat pelaburan menyediakan biasiswa dan pinjaman berprestij untuk menghantar pelajar-pelajar cemerlang ke bidang Pengajian Islam dan hasilnya sedang dinikmati oleh masyarakat pada hari ini, Alhamdulillah.

Akan tetapi, ketiadaan peluang sedemikian rupa hari ini, dan kemerosotan prioriti terhadap disiplin Pengajian Islam semasa, amat membimbangkan.

Saya tidak begitu bimbang kalau orang memandang remeh kepada bidang Pengajian Islam atas faktor prospek kerjaya. Ia mudah untuk disanggah dan ada banyak jalan untuk mengatasi masalah kerjaya ini. Kebimbangan saya ialah apabila orang memandang remeh kepada bidang Pengajian Islam untuk mendalami Islam. Inilah isu utama di dalam artikel ini.

Sesungguhnya, janganlah dibiarkan kemunduran itu.

Disiplin Pengajian Islam mesti diselamatkan.

Dan dikemas kini mendukung zaman.

http://saifulislam.com/


Khasiat buah kurma

$
0
0

• Percayakah anda bahawa kurma tidak menyalurkan bakteria dan mikrob? Ulat yang ada di dalam kurma lama dapat memusnahkan amuba dan membunuh bakteria yang mungkin menyerang manusia.

• Seandainya tidak kerana kurma dan kopi arab, nescaya penduduk Jazirah Arab akan diserang berbagai penyakit yang tidak diketahui hujung pangkalnya kecuali oleh Allah.

• Tahukah anda bahawa orang yang memakan kurma setiap hari tidak akan didekati jin?

• Percayakah anda bahawa ekstrak kurma dapat mengubati kemandulan wanita?

• Tahukah anda bahawa makanan dan ubat paling penting bagi para angkasawan adalah kurma?

• Tahukah anda bahawa buah kurma lebih sehat daripada kaviar?

• Tahukah anda bahawa sabut pokok kurma adalah pembersih yang paling baik bagi tubuh dan dapat melindunginya dari penyakit-penyakit kulit?

• Tahukah anda bahawa apabila kurma direbus dan diminum seperti teh maka ia dapat menggembirakan hati yang sedih?

• Tahukah anda bahawa kurma barhi dianggap sebagai eliksir bagi para pemuda dan di dalamnya tersimpan rahsia besar kerana ia dapat menggiatkan kelenjar dan menguatkan saraf?

• Tahukah anda bahawa setiap 100 gram kurma mengandungi 318 kalori, setara dengan 315 kalori yang terkandung dalam setiap 100 gram madu?

• Tahukah anda bahawa sebutir kurma dapat membekalkan anda kalori yang cukup untuk aktiviti seharian dengan penuh semangat?

• Tahukah anda bahawa makanan paling baik yang digunakan oleh askar perang adalah kurma, kerana kurma membekalkannya dengan kalori, menguatkannya, dan menggiatkan kelenjar adrenal sehingga dia menjadi seorang yang berani dan tidak takut akan kematian?

• Tahukah anda bahawa terdapat sejenis pokok kurma yang mati seiring dengan kematian pemiliknya?

• Tahukah anda bahawa ada 1,450 jenis kurma di seluruh dunia?

• Tahukah anda bahawa kurma mengandung protein tumbuhan yang bagus dan mudah dicerna?

• Tahukah anda bahawa kurma mengandungi sejumlah vitamin, seperti vitamin A, vitamin B, vitamin C, biotin, riboflavin, dan lainnya?

• Tahukah anda bahawa kurma bermanfaat untuk mengubati kekurangan darah kerana ada kandungan zat besi dalam kadar yang tinggi?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat menguatkan rahim ketika melahirkan kerana mengandungi hormon pitosin yang berkhasiat mengatur proses melahirkan?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat mencegah keradangan kerana mengandung antiseptic dan antirematik?

• Percayakah anda bahawa kurma mengandungi kadar serat baik yang bermanfaat untuk membantu gerakan usus dan mencegah sembelit?

• Tahukah anda bahawa kurma dapat melindungi usus besar dari kanser?

• Tahukah anda bahawa kurma adalah penggekang nafsu makan?

• Tahukah anda bahawa jenis kurma yang kalorinya paling rendah adalah ‘ajwah Madinah, razizi, dan rabi’ah?

• Percayakah anda bahawa jenis kurma yang paling sesuai untuk mendapatkan tubuh yang ideal adalah Hulwah Ha`il, kerana setiap 100 gram darinya tidak mengandungi lebih dari 67 kalori?

• Percayakah anda bahawa jenis kurma yang paling banyak mengandungi mineral dan vitamin yang tinggi dari potasium dan besi adalah rabi’ah Madinah?

• Percayakah anda bahawa kurma adalah ubat bagi orang yang menderita kekurangan berat badan kerana kaya dengan tunggal-tunggal yang tidak memerlukan proses pencernaan?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat mengurangi ketegangan syaraf yang diakibatkan oleh aktiviti kelenjar tiroid yang melampau?

• Percayakah anda bahawa kurma adalah makanan yang mudah dicerna dan tidak memberatkan tubuh?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat mengurangi rasa lapar yang amat sangat pada orang yang berpuasa?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat menyediakan perut untuk menerima makanan dan mencegah konstipasi?

• Tahukah anda bahawa kurma dapat melancarkan kencing dan mencuci ginjal?

• Tahukah anda bahawa kurma dapat membersihkan liver dari racun dan meredakan pergolakan saraf?

• Tahukah anda bahawa kurma basah mengandung kadar gula tinggi yang mudah dicerna dan diserap seperti glukosa?

• Tahukah anda bahawa kurma basah dapat menurunkan tekanan darah bagi perempuan hamil dan menormalkannya ketika prakelahiran?

• Tahukah anda bahawa kurma basah dapat membersihkan usus besar (kolon) sehingga bermanfaat untuk membantu dan memudahkan proses melahirkan?

• Tahukah anda bahawa kurma dinamakan dengan manjam (tambang) kerana mengandung banyak unsur mineral seperti fosfor, kalsium, magnesium, besi, sodium, sulfur, dan klorin?

• Tahukah anda bahawa kurma terdiri dari 21% air, sejumlah besar vitamin, 2,1% protein, 18% lemak, 73% gula dan 3% serat?

• Percayakah anda bahawa kandungan kalori dari 1 kg kurma sama dengan kandungan 1 kg daging?

• Tahukah anda bahawa kandungan nutrisi 1 kg kurma mentah setara dengan 3 kg makanan lain?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat memelihara kelembaban dan kecerahan mata, serta menajamkan pandangan pada malam hari?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat melembabkan usus sehingga memeliharanya dari radang dan infeksi?

• Percayakah anda bahawa kurma membekalkan tubuh dengan zat besi yang diperlukan oleh darah dan fosfor yang membantu proses berfikir?

• Percayakah anda bahawa kurma menyuplai tubuh dengan panas dan vitamin yang membantu pertumbuhan dan menguatkan saraf?

• Percayakah anda bahawa kurma dapat membantu menenangkan perasaan dan jiwa sehingga disarankan kepada orang yang berpenyakit saraf dan panas baran?

• Percayakah anda bahawa memakan kurma sebelum makan pagi dapat membunuh cacing?

• Percayakah anda bahawa kurma dianggap sebagai makanan paling baik di gurun sahara kerana dapat disimpan dalam masa yang lama tanpa ditimpa kerosakan?

• Percayakah anda bahawa kurma memainkan peranan yang baik dalam membersihkan zat-zat beracun yang dihasilkan oleh proses asimilasi bahan makanan dalam tubuh?

• Percayakah anda bahawa di antara penduduk Sahara dan Oasis tidak mengidap kanser kerana mereka biasa mengambil kurma sebagai makanan asas?

• Percayakah anda bahawa garam-garam alkali yang ada dalam kurma berfungsi untuk membetulkan kemasaman darah yang diakibatkan oleh pengambilan makanan-makanan berlemak yang melampaui batas?

• Tahukah anda bahawa kurma tidak mengandung zat-zat yang dapat menghalangi penyerapan zat besi?

• Tahukah anda bahawa kurma juga dapat meningkatkan daya serap dalam tubuh, khususnya pada anak-anak?

• Percayakah anda bahawa jenis zat-zat gula dalam kurma dapat diserap dengan cepat sehingga dapat terus sampai ke darah dan sel-sel tubuh?

• Percayakah anda bahawa kadar serat dalam kurma pada fase ruthab sekitar 2% dan meningkat hingga 4% pada kurma yang disimpan?

• Percayakah anda bahawa kurma mengandung fosfor dengan kadar yang lebih tinggi daripada kadar fosfor dalam apricot, pir, stroberi, dan anggur, dan bahwa dalam setiap 100 gram kurma terdapat 40 miligram fosfor?


Sejarah Peristiwa Penurunan Al-Quran (Nuzul Al-Quran)

$
0
0

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Allah SWT telah menurunkan al-Quran sebagai satu mukjizat terbesar yang membuktikan kerasulan Nabi Muhammad SAW dan kewujudan Allah SWT dengan segala sifat-sifat kesempurnaannya. Membaca al-Quran serta menghayati dan mengamalkannya adalah satu ibadat sunnah.

Maka peristiwa Nuzul al-Quran memberi makna terlalu besar kepada umat Islam dan kehidupan Nabi SAW khasnya. Ayat al-Quran diturunkan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW. melalui perantaraan Malaikat Jibril secara berperingkat-peringkat hingga menjadi lengkap sebagaimana kitab al-Quran yang ada pada kita hari ini.

Al-Quran dinukilkan kepada kita secara mutawatir, pasti dan qat’i serta ditulis mashaf yang hari ini lebih dikenali sebagai mashaf ‘Uthmani. Adalah wajar bagi umat Islam mengkaji sejarah al-Quran dan perkara yang berkaitan dengannya.

NUZUL AL QURAN ( 24 RAMADHAN )

Peristiwa agung dan istimewa dalam sejarah umat ialah malam diturunkan al-Quran (Nuzul al-Quran) yang berlaku pada 24 Ramadhan. Ia juga disebut Allah sebagai malam yang diberkati (lailatin mubarakah).

Firman Allah SWT.:

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat.” (Surah al-Dukhan ayat 3).
“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.” (Surah al-Qadr, ayat 1).
“Ramadan yang padanya diturunkan al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekelian manusia, dan menjadi keterangan yang menjelaskan petunjuk dan menjelaskan perbezaan antara yang benar dan yang salah.” (Surah al-Baqarah, ayat 185)

‘Malam yang berkat’ yang dinyatakan Allah SWT dalam surah al-Dukhan itu adalah malam yang penuh dengan kebaikan dan rahmat, yang lebih besar keutamaannya dari amalan seribu bulan. Maka Allah SWT telah memilih tarikh turun kalam-Nya buat pemimpin umat sejagat Nabi Muhammad SAW yang penuh dengan kemuliaan itu untuk berlaku pada hari yang mulia iaitu malam al-Qadr itu sendiri.

Ketiga2 ayat ini menunjukkan penurunan berlaku pada bulan Ramadhan dan secara khususnya ia diturunkan pada malam al-Qadr yang merupakan suatu anugerah Allah buat mereka yang menghidupkan malam-malam pada bulan Ramadhan.

MAKNA NUZUL AL QURAN

Nuzul al-Quran bererti penurunan al-Quran dari langit kepada Nabi Allah yang terakhir. Perkataan Nuzul dalam pelbagai wajah sama Ada kata nama, kata perbuatan atau lainnya digunakan dalam al-Quran sebanyak lebih kurang 290 kali. Sebagai contoh, “Dia yang telah…..menurunkan hujan.” (al-Baqarah:22), dan “Dialah….yang menurunkan Taurat Dan Injil.” (Ali Imran:3).

‘Nuzul’ bererti turun atau berpindah, iaitu berpindah dari atas ke bawah atau turun dari tempat yang tinggi. ‘Al-Quran’ pula bermaksud bacaan atau himpunan, kerana al-Quran itu untuk dibaca oleh manusia dan di dalamnya terhimpun ayat-ayat yang menjelaskan pelbagai perkara yang meliputi soal tauhid, ibadat, jinayat, muamalat, munakahat, sains, teknologi dan sebagainya.

Kelebihan al-Quran tidak ada satu perkara pun yang terlepas atau tertinggal di dalam al-Quran. Dengan lain perkataan segalanya terdapat di dalam al-Quran. Firman Allah:

وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ ﴿٣٨﴾

Dan tidak seekor pun binatang yang melata di bumi, dan tidak seekor pun burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan mereka umat-umat seperti kamu. Tiada Kami tinggalkan sesuatu pun di dalam kitab Al-Quran ini; kemudian mereka semuanya akan dihimpunkan kepada Tuhan mereka (untuk dihisab dan menerima balasan). (Al-An’am:38)

Al-Quran adalah hidayah, rahmat, syifa, nur, furqan dan pemberi penjelasan bagi manusia. Segala isi kandungan al-Quran itu benar. Al-Quran juga dikenali sebagai Al-Nur bererti cahaya yang menerangi, al-Furqan bererti yang dapat membezakan di antara yang hak dan batil dan al-Zikr pula bermaksud yang memberi peringatan.

TARIKH SEBENAR NUZUL AL-QURAN

Secara tradisinya umat Islam di Malaysia memperingati dan menyambut peristiwa Nuzul Al-Quran pada 17 Ramadhan, yang sepatutnya dibuat sambutan pada setiap 24 Ramadhan.

Peristiwa Nuzul Al-Quran yang dikatakan berlaku pada malam Jumaat, 17 Ramadan, tahun ke-41 daripada keputeraan Nabi Muhammad SAW., bersamaan dengan tanggal 6 Ogos 610M, ketika baginda sedang beribadat di Gua Hira. Namun sesungguhnya pendapat yang lebih tepat tentang turunnya al-Quran ialah pada malam Isnin, tanggal 24 Ramadhan bersamaan 13 Ogos 610 M.

Pendapat yang mengatakan berlakunya pada 17 Ramdhan adalah berdasarkan ayat ke 41 dari Surah Al-Anfaal. Surah ini hanyalah difokuskan kepada perisytiwa perang Badar bukannya al-Quran. Firman Allah dalam ayat ke 41 surah al-Anfal itu:

إِن كُنتُمْ آمَنتُم بِاللَّـهِ وَمَا أَنزَلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا يَوْمَ الْفُرْقَانِ يَوْمَ الْتَقَى الْجَمْعَانِ ۗ وَاللَّـهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ ﴿٤١﴾

“…jika kamu beriman kepada Allah dan apa-apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Nabi Muhammad SAW) pada hari Furqan, iaitu di hari bertemunya dua pasukan (diperang Badar, antara muslimin dan kafirin)…” (8 : 41)

Ayat tersebut tidak ada sangkut-pautnya dengan Nuzul Al-Quran.

Menurut riwayat dari Ibn Abbas, ayat tersebut hanya penjelasan tentang hukum pembahagian harta rampasan perang seperti yang terdapat pada awal ayat tersebut.

“ Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, RasulNya, kerabat-kerabat (Rasul), anak-anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil (orang yang sedang dalam perjalanan)…”.

Justeru tarikh yang lebih tepat tentang Nuzul al-Quran adalah pada 24 Ramadhan kerana ia berdasarkan ayat 1 Surah Al-Qadr dan ayat 1-4 Surah Ad-Dukhan yang telah dihuraikan di atas.

PERINGKAT PENURUNAN AL-QURAN

Para ulama menyatakan penurunan al-Quran berlaku dalam dua bentuk iaitu secara sekaligus, Dan berperingkat. Walau bagaimanapun mereka berselisih pendapat tentang berapa kali berlakunya penurunan al-Quran secara sekaligus. Terdapat tiga pandangan mengenai hal ini, iaitu;

Pertama, Penurunan al-Quran dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz;

Kedua, Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia; dan

Ketiga, Penurunan kepada Jibril a.s. dalam tempoh 20 malam.

Al-Suyuti dalam kitabnya ‘al-Itqan if Ulum al-Quran’ berdasarkan tiga riwayat oleh Ibn ‘Abbas, Hakim Dan al-Nasa’i, hanya membahagikan kepada dua peringkat sahaja iaitu dari al-Lauh Mahfuz ke Bait al-‘Izzah Dan dari Bait al-‘Izzah kepada Rasulullah SAW melalui Jibril a.s.

1. Dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz.

Penurunan ini berlaku sekaligus dengan tujuan untuk membuktikan ketinggian Dan kekuasaan Allah SWT. Para Malaikat menyaksikan bahawa segala perkara yang ditentukan oleh Allah SWT di Luh Mahfuz ini benar-benar berlaku. Pendapat ini disandarkan kepada ayat 21 dan 22 surah al-Buruj yang berbunyi,

بَلْ هُوَ قُرْآنٌ مجيد فِي لَوْحٍ مَحْفُوظ .

“(Sebenarnya apa yang engkau sampaikan kepada mereka bukanlah syair atau sihir), bahkan ialah Al-Quran yang tertinggi kemuliaannya; (Lagi yang terpelihara dengan sebaik-baiknya) pada Luh Mahfuz.” (al-Buruj:21-22)

2. Dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-‘Izzah di langit dunia

Penurunan kali kedua secara sekali Gus dari al-Lauh al-Mahfuz ke Bait al-’Izzah di langit dunia dipercayai berlaku berpandukan kepada tiga (3) ayat al-Quran sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibn ‘Abbas;

Allah SWT berfirman, dalam al-Baqarah, ayat 185:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ وَمَنْ كَانَ مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ وَلِتُكْمِلُوا الْعِدَّةَ وَلِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَلَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“(Masa yang diwajibkan kamu berpuasa itu ialah) bulan Ramadhan yang padanya diturunkan Al-Quran, menjadi petunjuk bagi sekalian manusia dan menjadi keterangan-keterangan yang menjelaskan petunjuk Dan (menjelaskan) perbezaan antara yang benar dengan yang salah. Oleh itu, sesiapa dari antara kamu yang menyaksikan anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah dia berpuasa bulan itu dan sesiapa yang sakit atau dalam musafir maka (bolehlah dia berbuka, kemudian wajiblah dia berpuasa) sebanyak Hari yang ditinggalkan itu pada hari-Hari yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh kemudahan dan Dia tidak menghendaki kamu menanggung kesukaran dan juga supaya kamu cukupkan bilangan puasa (sebulan Ramadan) dan supaya kamu membesarkan Allah kerana mendapat petunjuk-Nya dan supaya kamu bersyukur.”

Firman Allah SWT, dalam ad-Dukhan, ayat 3:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Quran itu pada malam yang berkat; (Kami berbuat demikian) kerana sesungguhnya Kami sentiasa memberi peringatan dan amaran (jangan hamba-hamba Kami ditimpa azab).”

Firman Allah SWT dalam al-Qadr, ayat 1:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar.”

Ibn ‘Abbas juga menyatakan mengikut apa yang diriwayatkan oleh Said b. Jubayr: “Al-Quran diturunkan sekali gus pada malam yang penuh berkat.” Ikrimah pula meriwayatkan ‘Abdullah bin ‘Abbas berkata: “Al-Quran diasingkan daripada al-Dhikr ‘الذكر’ dan ditempatkan di Bait al-‘Izzah di langit dunia.

Ibn Marduwayh dan al-Baihaqi mencatatkan perbualan antara ‘Atiyyah bin al-Aswad dan ‘Abdullah bin ‘Abbas yang mana ‘Atiyyah agak keliru mengenai penurunan ayat-ayat ini, “Pada bulan Ramadhan al-Quran diturunkan”, dan “Sesungguhnya Kami telah menurunkan (Al-Quran) ini pada Malam Lailatul-Qadar”, ia juga diturunkan pada bulan Syawwal, Dhu al-Qaedah, Dhu al-Hijjah, al-Muharram, Safar dan Rabi’ al-Awwal.” Kemudian Ibn ‘Abbas menjelaskan: “Al-Quran diturunkan pada malam Lailatul-Qadar sekali gus kemudiannya untuk diwahyukan kepada Rasulullah s.a.w. secara beransur-ansur selama beberapa bulan dan hari.”

3. Dari Bait al-’Izzah kepada Rasulullah SAW

Menurut sebuah riwayat oleh Ibn Abbas dan pandangan majoriti para mufassirin, Al-Quran diturunkan sekaligus ke ‘Baitul Izzah’di langit ke dunia pada malam ‘Lailatul Qadar’. Sedangkan Al-Quran yang diturunkan ke bumi dan diterima Rasullullah sebagai wahyu terjadi secara beransur-ansur selama sekitar 23 tahun.

Al-Quran mula diturunkan kepada Rasulullah SAW secara beransur-ansur sejak baginda dilantik menjadi Rasulullah SAW dan selesai apabila baginda hampir wafat, iaitu dalam tempoh masa 22 tahun 2 bulan 22 hari atau 23 tahun, 13 tahun di Mekah dan 10 tahun di Madinah al-Munawwarah. Ayat-ayat dan surah-surah yang diturunkan sebelum peristiwa hijrah dikenali sebagai Makkiyah dan yang diturunkan selepas peristiwa hijrah dikenali sebagai Madaniyyah .

Mengikut pendapat ini, Jibril a.s. diberi Malam Lailatul-Qadar setiap tahun, dari mula turun wahyu hingga ke akhirnya sepanjang tempoh kenabian, sebahagian daripada al-Quran disimpan di Bait al-‘Izzah yang mencukupi baginya untuk disampaikan kepada Rasulullah SAW dalam masa 20 tahun. Pandangan ini dipegang kuat oleh al-Mawardi.

RasululLah SAW bersabda: “Al-Quran diturunkan sekali gus oleh Allah ke langit dunia pada malam al-Qadr kemudian ia diturunkan secara berperingkat dalam masa 20 tahun” (Hadis riwayat Ibn Abbas.)

Sebahagian ulama berpendapat penurunan al-Quran hanya sekali sahaja iaitu daripada Allah SWT terus kepada Rasulullah SAW melalui Jibril secara berperingkat dan bukannya tiga kali dari Allah SWT ke al-Lauh al-Mahfuz, ke Bait al-‘Izzah dan kepada Rasulullah SAW.

AYAT PERTAMA DAN TERAKHIR

Ayat al-Quran yang mula-mula diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantaraan Malaikat Jibril ialah lima ayat pertama daripada Surah Al-Alaq.

”Bacalah (wahai Muhammad) dengan nama Tuhan mu yang menciptakan (sekalian makhluk), Ia menciptakan manusia dari sebuku darah beku; Bacalah, dan Tuhan mu Yang Maha Pemurah, -Yang mengajar manusia melalui pena dan tulisan, -Ia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (al-‘alaq:1-5)

Dan peristiwa ini terjadi ketika Rasulullah SAW sedang bertahannus (menyendiri) di Gua Hira. Sedangkan ayat Al-Quran yang terakhir sekali diturunkan adalah ayat-ayat riba iaitu ayat 278 sehingga 281 dari surah Al-Baqarah.

CARA-CARA AL-QURAN DIWAHYUKAN

Isteri Rasulullah SAW, Saidatina Aishah, meriwayatkan sebelum Nabi Muhammad diangkat menjadi Rasul, beliau bermimpi perkara yang benar lalu beliau menyendiri di gua Hira’ beribadah kepada Allah SWT untuk selama beberapa tahun. Di gua berkenaanlah baginda menerima wahyu yang pertama.

Harith bin Hisham, seorang sahabat Rasulullah SAW, pernah bertanya kepada Baginda bagaimana Wahyu diturunkan kepadanya. Rasulullah menjawab, ”Kadang-kadang wahyu datang kepada-Ku dengan gema (desingan) loceng Dan ini amat berat bagi-Ku, Dan sementara bunyi itu hilang aku mengingati apa yang disampaikan kepada-Ku. Kadang Ia datang dalam bentuk jelmaan malaikat kepada-Ku merupai lelaki, bercakap dengan-Ku Dan aku menerima apa saja yang disampaikannya kepada-Ku.”

Nabi Muhammad SAW mengalami bermacam-macam cara dan keadaan semasa menerima wahyu. Antara cara-cara Al-Quran diwahyukan adalah:

1. Menerusi mimpi yang benar (al-Rukya al-Sadiqah) Malaikat memasukkan wahyu itu ke dalam hatinya. Dalam hal ini, Nabi SAW tidak melihat sesuatu apa pun, hanya beliau merasa bahawa itu sudah berada di dalam kalbunya. Sebagai contohnya Nabi pernah bersabda mengatakan: “Ruhul Quddus mewahyukan ke dalam kalbuku bahawa seseorang itu takkan mati sehingga dia menyempurnakan rezekinya yang telah ditetapkan oleh Allah“. ( As-Syura: 51)

2. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi SAW menyerupai seorang lelaki yang mengucapkan kata-kata kepadanya sehingga beliau mengetahui dan hafal benar mengenai kata-kata itu.

3. Wahyu datang kepadanya seperti gemercingnya loceng. Cara inilah yang amat berat dirasakan Nabi SAW. Kadang-kadang pada keningnya terdapat peluh, meskipun turunnya wahyu itu di musim yang sangat dingin. Ada ketikanya, unta beliau terpaksa berhenti dan duduk kerana merasa amat berat.

Diriwayatkan oleh Zaid bin Tsabit: ” Aku adalah penulis wahyu yang diturunkan kepada Rasulullah. Aku lihat Rasulullah ketika turunnya wahyu itu seakan-akan diserang demam yang kuat dan peluhnya bercucuran seperti permata. Kemudian setelah selesai turunnya wahyu, barulah beliau kembali seperti biasa”.

4. Malaikat menampakkan dirinya kepada Nabi SAW. dalam rupanya yang benar-benar asli sebagaimana yang terdapat di dalam surah An- Najm ayat 13 & 14 : “Sesungguhnya Muhammad telah melihatnya pada kali yang lain (kedua). Ketika (ia berada) di Sidratulmuntaha”

5. Malaikat mewahyukan kepada Nabi SAW dari atas langit seperti yang berlaku dalam peristiwa al-Isra` wal Mikraj . Sesetengah ulamak berpendapat baginda SAW juga pernah berbicara secara langsung dengan Allah dan menerima wahyu seperti yang berlaku pada Nabi Musa.Perkara ini merupakan suatu khilaf di kalangan para ulamak.

TUJUAN AL-QURAN DITURUNKAN BERPERINGKAT

Tujuan Allah menurunkan secara beransur-ansur adalah bagi memenuhi objektif-objektif berikut :

Agar lebih mudah difahami dan dilaksanakan. Orang akan enggan melaksanakan suruhan dan larangan sekiranya suruhan dan larangan itu diturunkan sekaligus dalam kadar yang banyak. Hal ini disebut oleh Bukhari dari riwayat ‘Aisyah r.a.

Di antara ayat-ayat itu ada yang nasikh dan ada yang mansukh, sesuai dengan kamaslahatan. Ini tidak dapat dilakukan sekiranya Al Quran diturunkan sekaligus. (Ini menurut pendapat yang mengatakan adanya nasikh dan mansukh)

Turunnya sesuatu ayat sesuai dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi akan lebih berkesan dan lebih berpengaruh di hati.

Memudahkan penghafalan. Orang-orang musyrik yang telah menanyakan mengapa Al Quran tidak diturunkan sekaligus, sebagaimana disebut dalam Al Quran surah Al Furqaan ayat 32:

“……mengapakah Al Quran tidak diturunkan kepadanya sekaligus….?”

Kemudian dijawab di dalam ayat itu sendiri:

“….Demikianlah, dengan (cara) begitu Kami hendak menetapkan hatimu..”.

FUNGSI AL-QURAN

Al-Quran mempunyai beberapa fungsi penting, diantaranya ialah:

1. Sebagai Mukjizat Nabi Muhammad SAW.

Al-Quran merupakan bukti kenabian dan kerasulan Nabi Muhammad SAW, sekaligus ianya menjadi bukti bahawa Al-Quran merupakan firman Allah SWT, bukannya ucapan atau ciptaan Nabi Muhammad SAW sendiri. Rasullulah SAW telah menjadikan Al-Quran sebagai senjata bagi menentang orang-orang kafir Quraisy. Didapati bahawa mereka sememangnya tidak mampu menghadapinya, padahal mereka mempunyai kemahiran menggubah bahasa-bahasa yang indah dalam ucapan dan sajak-sajak mereka. Al-Quran secara prisipnya telah mengemukakan cabaran kepada bangsa Arab menerusi tiga peringkat iaitu :

Peringkat pertama.

Mencabar mereka dengan keseluruhan Al-Quran dalam uslub umum yang meliputi orang Arab sendiri dan orang lain, manusia malah jin, dengan cabaran yang mengalahkan dan menjatuhkan mereka secara padu sebagaimana firmanNya.

“Katakanlah: Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Quran ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebahagian mereka menjadi pembantu bagi sebahagian yang lain.” (17 : 88)

Peringkat kedua.

Mencabar dengan sepuluh surah sahaja daripada Al-Quran. Sebagaimana firmanNya:

“Bahkan mereka mengatakan “Muhammad telah membuat-buat Al-Quran.” Katakanlah: Jika demikian, maka datangkanlah sepuluh surah yang dibuat-buat yang menyamainya, dan panggillah orang-orang yang kamu sanggup (memanggilnya) selain Allah, jika kamu memang orang-orang yang benar. Jika mereka (yang kamu seru itu) tidak menerima seruanmu, ketahuilah, sesungguhnya Al-Quran itu diturunkan dengan ilmu Allah” (11 : 13-14)

Peringkat ketiga.

Mencabar mereka hanya dengan satu surah daripada Al-Quran sahaja. Sebagaimana firmanNya:

“Atau (patutkah) mereka mengatakan: Muhammad membuat-buatnya (Al-Quran). (Kalau benar yang kamu katakan itu), cubalah datangkan satu surat seumpamanya” (10 : 38)

Dan cabaran ini diulangi di dalam firmanNya:

“Dan jika kamu tetap dalam keadaan ragu tentang Quran yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad saw), maka buatlah satu surat saja yang semisal Al-Quran itu…” (2 : 23 )
.
2. Sebagai Sumber Hukum Dan Aturan Hidup.

Ayat-ayat Al-Quran mengandungi peraturan tentang hukum-hukum siyasah negara, sosial, pendidikan, pengadilan, akhlak dan sebagainya. Semua aturan dan hukum ini wajib dijadikan sebagai pandangan hidup bagi seluruh kaum muslimin dan umat manusia untuk mengatasi semua permasalahan hidup yang dihadapinya.

Sememangnya penyelesaian yang diberikan oleh syariat Islam adalah merupakan penyelesaian yang sebenar-benarnya kearan ia satu-satunya perundangan yang dapat memenuhi fitrah manusia itu sendiri. Kemampuan syariat Islam dalam menyelesaikan pelbagai permasalahan kehidupan manusia inilah yang akan menjadikan Al-Quran sebagai mukjizat abadi yang paling menonjol di muka bumi.

Wallahu A’alam Bissowab


Tanda-tanda lailatul Qadar

$
0
0

1. Pada malamnya bulan kelihatan seperti separuh jafnah (jafnah; bekas makanan berbentuk bulat seperti pinggan besar atau talam)” (Soheh Muslim, 1170/222).

2. Malamnya tenang, tenteram dan sentosa (Al-Jami’ as-Saghier; 7728, menurut as-Suyuti; hasan. Musnad Ahmad; 22765, hasan).

3. Malamnya bersih dan terang di mana seolah-olah pada malam itu terdapat cahaya bulan yang menerangi, menenggelamkan cahaya-cahaya bintang (Soheh Ibnu Hibban, 3688, menurut Syeikh Syu’aib al-Arnaut; hadis soheh bisyawahidihi. Musnad Imam Ahmad; 22765, hasan).

4. Udaranya tidak terlalu panas, tidak terlalu sejuk (Soheh Ibnu Hibban, 3688, hadis soheh bisyawahidihi. Al-Jami’ as-Saghier; 7727, 7728, menurut as-Suyuti; hasan).

5. Tidak ada lontaran dari bintang pada malam itu hinggalah pagi (Al-Jami’ as-Saghier; 7727, hasan. Musnad Imam Ahmad; 22765, hasan).

6. Malamnya tidak berawan, tiada hujan dan tiada angin (Al-Jami’ as-Saghier; 7727). Menurut penjelasan al-Munawi; maksudnya ialah tidak bersangatan awan, hujan dan anginnya (tiada ribut) (Faidhul Qadier).

7. Pada paginya matahari muncul dengan cahaya yang lemah, sekata, berwarna kemerahan dan tanpa sinaran/pancaran yang menyucuk mata (Al-Jami’ as-Saghier; 7727, 7728, hasan. Musnad Imam Ahmad; 22765, hasan. Soheh Muslim; 762/220).

Namun yang penting pada malam al-qadar (lailatul qadar) ialah beramal pada malam tersebut. Berkata Imam al-Munawi; “Orang yang tidak dapat melihat tanda, tidak mesti dia tidak mendapat malam tersebut. Boleh jadi seorang yang bangun beribadah di malam itu, ia hanya dikurniakan Allah kesempatan beribadah, tanpa dapat melihat sebarang tandanya. Orang itu di sisi Allah lebih baik dan lebih mulia daripada orang yang hanya melihat tanda sahaja (tetapi tidak beribadah di malam tersebut)” (Faidhul Qadier; 7728).


Kaedah mengajar agama perlu perubahan

$
0
0

SATU perkara yang menjadikan orang merasa tidak selesa untuk melakukan sesuatu adalah kerana ketika dia diberikan satu tanggungjawab, dia sering bertanya “kenapakah aku harus melakukannya?”

Apabila dia mengemukakan soalan itu kepada dirinya, maka akan timbullah berbagai-bagai jawapan dan rentetan persoalan lain yang sering kali tidak dapat dijawabnya.

Orang yang beragama Islam dalam bulan Ramadan ini umpamanya mungkin akan bertanya “kenapakah aku mesti berpuasa dalam bulan Ramadan ini?”

Soalan ini mempunyai jawapan yang banyak, bergantung kepada ilmu dan pelajaran, atau pengalaman seseorang itu. Bagi orang yang tidak mahu berfikir dengan mendalam untuk mencari jawapan bagi persoalan ini, maka dia hanya akan menjawab dengan mengatakan “kerana Allah SWT memerintahkan orang Islam supaya berpuasa, maka aku ini seorang Islam yang telah mencukupi syarat-syarat wajib berpuasa, maka aku mestilah berpuasa”.

Jawapaan ini amat baik bagi orang yang telah kuat imannya, iaitu yang mengakui dirinya seorang yang mesti melakukan sebarang perintah Allah yang dipelajarinya tanpa bertanyakan lagi apakah logik atau sebab musabab dia seharusnya menunaikan ibadat kepada Allah dalam bentuk ritual, sembahyang, puasa dan sebagainya.

Tetapi bagi orang yang bukan Islam, atau yang baru hendak memeluk Islam, atau yang sedia memeluk Islam, namun imannya masih belum kuat dan mantap, maka persoalan ini tidak mudah hanya diberikan jawapannya begitu. Dia mungkin memerlukan jawapan yang lebih berbentuk praktikal dan yang menjejak ke bumi nyata, iaitu kenapakah dia seharusnya beribadat?

Di sinilah terletaknya kepentingan penguasaan teknik dan ilmu bagi kita yang ingin mengembangkan ajaran agama kita dalam zaman sains dan teknologi, dan zaman ICT yang serba canggih pada masa kini.

Jawapan dengan hanya mengatakan “kerana Allah memerintahkan kita berbuat demikian, maka kita wajib melakukannya” amat mudah diterima tanpa sebarang soal jawab lagi oleh manusia pada kurun yang lepas, tetapi amat sukar diterima oleh manusia abad ke-21 dan alaf baru ini.

Anak-anak Muslim zaman ini, sering diajar untuk menerima sesuatu ajaran Islam tanpa perlu dikemukakan logik atau hikmahnya, tanpa diberikan sebarang sebab material yang berpijak nyata di alam ini tentang banyak persoalan yang timbul dalam minda dan jiwanya mengenai tanggungjawab dan kewajipan yang seharusnya dipenuhi sebagai seorang Muslim.

Anak-anak yang berumur 3 hingga 9 tahun umpamanya, banyak sekali disumbatkan ke dalam benaknya tentang syurga dan neraka, sedangkan mereka sendiri tidak dapat menggambarkan secara nyata apakah syurga atau neraka itu. Mereka dipaksa untuk mengucapkannya dan menyampaikan kepada teman-teman sebayanya sahaja.

Sebab itulah apabila seorang anak perempuan yang baru berumur 5 atau 6 tahun umpamanya, apabila di tanya kenapakah kamu seharusnya menutup aurat, maka dia menjawab “Ustazah kata orang yang tidak menutup aurat, akan masuk neraka”.

Alasan yang diberikan ialah tentang sesuatu yang ghaib, yang jauh daripada perspektif yang nyata di dunia ini, iaitu tentang syurga dan neraka, yang amat jauh daripada gambaran logik kanak-kanak sekecil itu.

Oleh itu dalam kaedah mengajar agama di sekolah rendah atau menengah, atau mengembangkan ajaran agama kepada masyarakat umum, yang belum memahami falsafah dunia dan akhirat, syurga dan neraka, hendaklah diolah sebegitu rupa dari perspektif yang lebih dekat dengan world view atau tasawwur serta pandangan nyata mereka yang lebih logik dan praktikal.

Dalam konteks puasa bulan Ramadan ini umpamanya, saya mungkin dapat memberikan contoh yang mudah bagi persoalan yang disebutkan di atas, namun jawapannya lebih mudah pula diberikan dan agak praktikal bagi orang-orang yang sukar untuk memahami falsafah dan matlamat ibadat secara ghaib, apa lagi yang hanya memberikan alasan dari ayat al-Quran dan Hadis, yang dalam keadaan ini bolehlah dikemukakan kemudian secara beransur-ansur ketika minda dan pemikiran orang itu dapat menerimanya.

Soalan yang saya cadangkan, daripada bertanyakan “Kenapakah seorang itu wajib berpuasa Ramadan?”maka soalan itu bolehlah diolah semula “Apakah pengajaran yang aku dapat daripada berpuasa Ramadan? Atau, apakah pengajaran yang cuba diterapkan ke dalam diriku dengan melakukan puasa dalam bulan Ramadan? Atau, yang lebih langsung lagi, apakah faedah berpuasa Ramadan kepada diri aku?”

Banyak fakta logik dan nyata yang dapat diberikan terhadap persoalan ini, dan orang yang bertanya akan mulai memahami sesuatu yang selama ini mungkin tidak diketahuinya, atau yang diketahuinya secara samar-samar sahaja, umpamanya kelebihan puasa terhadap kesihatan dan fizikal manusia, pengajaran set nilai hidup yang dimulai dengan nilai yang ringan, kemudian beransur-ansur kepada nilai-nilai yang lebih mendalam, dan seterusnya.

Fakta akal dan pemikiran serta psikologi, haruslah didahulukan untuk memberikan keyakinan kepada seorang manusia tentang tugas dan kewajipannya kepada Allah, kemudian barulah beransur-ansur memberikannya fakta alam ghaib dan akhirat, syurga neraka, dosa pahala dan sebagainya.

Alangkah baiknya kalau hal ini dapat dikaji secara mendalam dan bersungguh-sungguh ketika kita sering tertanya-tanya kenapakah pelajaran agama yang kita ajarkan di sekolah selama ini tidak memberikan kesan yang baik kepada membentuk tingkah laku dan akhlak anak-anak muda kita sekarang ini. Mungkin kaedah mengajar merupakan salah satu sebabnya yang besar.

DATUK DR. ISMAIL IBRAHIM

Pengerusi Institut Profesional Baitulmal,

Wilayah Persekutuan.


Waktu waktu yang utama melakukan persetubuhan

$
0
0

Dalam sanad yang lemah (Dla’if) dikatakan nbahwa melakukan Jima’ dengan seorang istri di malam jumat itu sama pahalanya seperti orang yang membunuh 1000 tentaranorang kafir,

Waktu waktu yang disunahkan Malam pertama bulan Ramadhan. Imam Ali bin Abi Thalib berkata, ” disunahkan bagi seorang suami untuk menggauili istrinya pada malam pertama bulan Ramadhan.” Pada akhir malam.

Dalam hadist dinyatakan,” jika kalian ingin bersetubuh, lakukanlah di akhir maalam, karena hal itu menyehatkan badan.”

Malam Senin. Rasulullah saw. bersabda,” Hendaklah kamu menggauili isrtimu pada malam senin, karena jika Allah menakdirkan seorang anak, ia akan menjadi penghafal Al-qur’ an dan ridha pada karunia yang diberikan Allah SWT kepadanya.”

Malam Selasa. Rasulullah saw. bersabda,” Jika engkau menggauli istrimu pada malam selasa, dan dari persetubuhan itu kalian dianugrahi anak, maka ia akan mendapat syahadah atau kesaksian setelah kesaksiannya bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, Allah tidak akan menyiksanya bersama orang2 kafir, mulutnya akan mengeluarkan bau yang harum, lembut hatinya, dermawan, lidahnya terjaga dari ghibah, dusta, dan fitnah.”

Malam Rabu. Imam ja ’far syadiq berkata, ” Jangan bersetubuh pada malam Rabu.” Pada saat terbit fajar sampai matahari terbit. Pada saat terbenamnya matahari sampai hilangnya mega merah.

Malam Kamis. Rasulullah saw. bersabda,” Jika engkau menggauili istrimu pada malam Kamis, dan dari persetubuhan itu kalian di anugrahi anak, maka ia akan menjadi seorang pemimpin dan berilmu.” Hari Kamis. Waktu zuhur setelah matahari tergelincir dari tengah langit. Rasulullah saw. bersabda,” Jika engkau menggauili istrimu pada malam kamis setelah tergelincirnya matahari dari tengah langit, dan dari persetubuhan itu kalian dikaruniai anak, maka sesungguhnya setan tidak bisa mendekatinya hingga ia beruban dan ia akan menjadi orang yang cepat mengerti (memiliki pemahaman yang baik), dan Allah akan memberikanya keselamatan dunianya
dan agamanya.”

Malam Jum ’at. Rasulullah saw. bersabda,” Jika engaku menggauli istrimu pada malamjum ’at, dan dari persetubuhan itu kalian dikaruniai anak, maka ia akan menjadi orang fasih (pandai) bicaranya.” Malam Jum ’at pada waktu akhir Isya (sekitar tengah malam). Rasulullah saw. bersabda, ” Jika engkau menggauili istrimu pada malam jum ’at pada waktu akhir Isya, dan dari persetubuhan itu kalian ianugrahi seorang anak, maka ia akan menjadi oarnga yang terkenal , termashyur, dan berilmu.”

Waktu waktu yang dimakruhkan bersetubuh.

Pada awal malam .Rasulullah saw.bersabda, ” Janganlah menyetubuhi istrimu pada permulaan malam. Jika dari persetubuhan itu kalian dikaruniai anak, maka ia akan menjadi penyihir serta akan mendahulukan dunianya daripada akhiratnya.” Antara Adzan dan Iqomat. Rasulullah saw.bersabda,” Janganlah menyetubuhi
istrimu diantara adzan dan iqoma. Sesungguhnya jika dari persetubuhan itu kalian dianugrahi anak, ia akan mejadi orang yang haus darah.”

Pada saat terjadi gerhana bulan dan matahari. Ketika terjadi angin hitam angin merah dan angin kuning.
Saat terjadi gempa bumi.

Wallohu A‘ lam bish Shawaab



Keutamaan menuntut Ilmu Agama

$
0
0

keutamaan_ilmu_agamaJika kita mengetahui keutamaan ilmu ini, pasti akan semakin semangat untuk belajar Islam. Jika keutamaannya semakin membuat seseorang dekat dengan Allah, diridhoi malaikat dan membuat penduduk langit, juga bumi tunduk, maka itu sudah jadi keutamaan yang luar biasa.

Berikut kami tunjukkan beberapa di antara keutamaan ilmu agama:

1- Yang paling takut pada Allah hanyalah orang yang berilmu

Hal ini bisa direnungkan dalam ayat,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama” (QS. Fathir: 28).

Ibnu Katsir rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling takut pada Allah dengan takut yang sebenarnya adalah para ulama (orang yang berilmu). Karena semakin seseorang mengenal Allah Yang Maha Agung, Maha Mampu, Maha Mengetahui dan Dia disifati dengan sifat dan nama yang sempurna dan baik, lalu ia mengenal Allah lebih sempurna, maka ia akan lebih memiliki sifat takut dan akan terus bertambah sifat takutnya.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 6: 308).

Para ulama berkata,

من كان بالله اعرف كان لله اخوف

“Siapa yang paling mengenal Allah, dialah yang paling takut pada Allah.”

2- Keutamaan menuntut ilmu sudah tercakup dalam hadits berikut.

عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِى الدَّرْدَاءِ فِى مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّى جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ -صلى الله عليه وسلم- لِحَدِيثٍ بَلَغَنِى أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ. قَالَ فَإِنِّى سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلاَئِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ لَهُ مَنْ فِى السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِى الأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِى جَوْفِ الْمَاءِ وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ »

Dari Katsir bin Qois, ia berkata, aku pernah duduk bersama Abu Darda’ di Masjid Damasqus, lalu datang seorang pria yang lantas berkata, “Wahai Abu Ad Darda’, aku sungguh mendatangi dari kota Rasul -shallallahu ‘alaihi wa sallam- (Madinah Nabawiyah) karena ada suatu hadits yang telah sampai padaku di mana engkau yang meriwayatkannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Aku datang untuk maksud mendapatkan hadits tersebut. Abu Darda’ lantas berkata, sesungguhnya aku pernah mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya di antara jalan menuju surga. Sesungguhnya malaikat meletakkan sayapnya sebagai tanda ridho pada penuntut ilmu. Sesungguhnya orang yang berilmu dimintai ampun oleh setiap penduduk langit dan bumi, sampai pun ikan yang berada dalam air. Sesungguhnya keutamaan orang yang berilmu dibanding ahli ibadah adalah seperti perbandingan bulan di malam badar dari bintang-bintang lainnya. Sesungguhnya ulama adalah pewaris para Nabi. Sesungguhnya Nabi tidaklah mewariskan dinar dan tidak pula dirham. Barangsiapa yang mewariskan ilmu, maka sungguh ia telah mendapatkan keberuntungan yang besar.” (HR. Abu Daud no. 3641. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Dan sungguh sangat indah apa yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,

ولو لم يكن في العلم الا القرب من رب العالمين والالتحاق بعالم الملائكة وصحبة الملأ الاعلى لكفى به فضلا وشرفا فكيف وعز الدنيا والآخرة منوط به ومشروط بحصوله

“Seandainya keutamaan ilmu hanyalah kedekatan pada Rabbul ‘alamin (Rabb semesta alam), dikaitkan dengan para malaikat, berteman dengan penduduk langit, maka itu sudah mencukupi untuk menerangkan akan keutamaan ilmu. Apalagi kemuliaan dunia dan akhirat senantiasa meliputi orang yang berilmu dan dengan ilmulah syarat untuk mencapainya” (Miftah Daaris Sa’adah, 1: 104).

3- Orang yang dipahamkan agama, itulah yang dikehendaki kebaikan.

Dari Mu’awiyah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ

“Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari no. 71 dan Muslim no. 1037). Yang dimaksud fakih dalam hadits bukanlah hanya mengetahui hukum syar’i, tetapi lebih dari itu. Dikatakan fakih jika seseorang memahami tauhid dan pokok Islam, serta yang berkaitan dengan syari’at Allah. Demikian dikatakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Kitabul ‘Ilmi, hal. 21.

4- Akan hidup terus setelah matinya.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

“Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

5- Ilmu menghidupkan hati sebagaimana hujan menyuburkan tanah.

Dari Abu Musa, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَثَلُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ مِنَ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ الْغَيْثِ الْكَثِيرِ أَصَابَ أَرْضًا ، فَكَانَ مِنْهَا نَقِيَّةٌ قَبِلَتِ الْمَاءَ ، فَأَنْبَتَتِ الْكَلأَ وَالْعُشْبَ الْكَثِيرَ ، وَكَانَتْ مِنْهَا أَجَادِبُ أَمْسَكَتِ الْمَاءَ ، فَنَفَعَ اللَّهُ بِهَا النَّاسَ ، فَشَرِبُوا وَسَقَوْا وَزَرَعُوا ، وَأَصَابَتْ مِنْهَا طَائِفَةً أُخْرَى ، إِنَّمَا هِىَ قِيعَانٌ لاَ تُمْسِكُ مَاءً ، وَلاَ تُنْبِتُ كَلأً ، فَذَلِكَ مَثَلُ مَنْ فَقِهَ فِى دِينِ اللَّهِ وَنَفَعَهُ مَا بَعَثَنِى اللَّهُ بِهِ ، فَعَلِمَ وَعَلَّمَ ، وَمَثَلُ مَنْ لَمْ يَرْفَعْ بِذَلِكَ رَأْسًا ، وَلَمْ يَقْبَلْ هُدَى اللَّهِ الَّذِى أُرْسِلْتُ بِهِ

“Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutusku dengannya adalah bagai ghaits (hujan yang bermanfaat) yang mengenai tanah. Maka ada tanah yang baik, yang bisa menyerap air sehingga menumbuhkan tumbuh-tumbuhan dan rerumputan yang banyak. Di antaranya juga ada tanah yang ajadib (tanah yang bisa menampung air, namun tidak bisa menyerap ke dalamnya), maka dengan genangan air tersebut Allah memberi manfaat untuk banyak orang, sehingga manusia dapat mengambil air minum dari tanah ini. Lalu manusia dapat memberi minum untuk hewan ternaknya, dan manusia dapat mengairi tanah pertaniannya. Jenis tanah ketiga adalah tanah qi’an (tanah yang tidak bisa menampung dan tidak bisa menyerap air). Inilah permisalan orang yang memahami agama Allah, bermanfaat baginya ajaran yang Allah mengutusku untuk membawanya. Dia mengetahui ajaran Allah dan dia mengajarkan kepada orang lain. Dan demikianlah orang yang tidak mengangkat kepalanya terhadap wahyu, dia tidak mau menerima petunjuk yang Allah mengutusku untuk membawanya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Bukhari membawakan hadits ini dalam kitab shahihnya pada Bab “Orang yang berilmu dan mengajarkan ilmu”. An Nawawi membawakan hadits ini dalam Shahih Muslim pada Bab “Permisalan petunjuk dan ilmu yang Allah mengutus Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengannya”.

Imam Nawawi –rahimahullah- mengatakan,

“Adapun makna hadits dan maksudnya, di dalamnya terdapat permisalan bagi petunjuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan al ghoits (hujan yang bermanfaat). Juga terdapat kandungan dalam hadits ini bahwa tanah itu ada tiga macam, begitu pula manusia.

Jenis pertama adalah tanah yang bermanfaat dengan adanya hujan. Tanah tersebut menjadi hidup setelah sebelumnya mati, lalu dia pun menumbuhkan tanaman. Akhirnya, manusia pun dapat memanfaatkannya, begitu pula hewan ternak, dan tanaman lainnya dapat tumbuh di tanah tersebut.

Begitu pula manusia jenis pertama. Dia mendapatkan petunjuk dan ilmu. Dia pun menjaganya (menghafalkannya), kemudian hatinya menjadi hidup. Dia pun mengamalkan dan mengajarkan ilmu yang dia miliki pada orang lain. Akhirnya, ilmu tersebut bermanfaat bagi dirinya dan juga bermanfaat bagi yang lainnya.

Jenis kedua adalah tanah yang tidak mendatangkan manfaat bagi dirinya sendiri, namun bermanfaat bagi orang lain. Tanah ini menahan air sehingga dapat dimanfaatkan oleh yang lain. Manusia dan hewan ternak dapat mengambil manfaat darinya.

Begitu pula manusia jenis kedua. Dia memiliki ingatan yang bagus. Akan tetapi, dia tidak memiliki pemahaman yang cerdas. Dia juga kurang bagus dalam menggali faedah dan hukum. Dia pun kurang dalam berijtihad dalam ketaatan dan mengamalkannya. Manusia jenis ini memiliki banyak hafalan. Ketika orang lain yang membutuhkan yang sangat haus terhadap ilmu, juga yang sangat ingin memberi manfaat dan mengambil manfaat bagi dirinya; dia datang menghampiri manusia jenis ini, maka dia pun mengambil ilmu dari manusia yang punya banyak hafalan tersebut. Orang lain mendapatkan manfaat darinya,sehingga dia tetap dapat memberi manfaat pada yang lainnya.

Jenis ketiga adalah tanah tandus yang tanaman tidak dapat tumbuh di atasnya. Tanah jenis ini tidak dapat menyerap air dan tidak pula menampungnya untuk dimanfaatkan orang lain.

Begitu pula manusia jenis ketiga. Manusia jenis ini tidak memiliki banyak hafalan, juga tidak memiliki pemahaman yang bagus. Apabila dia mendengar, ilmu tersebut tidak bermanfaat baginya. Dia juga tidak bisa menghafal ilmu tersebut agar bermanfaat bagi orang lain.” (Syarh Muslim, 15: 47-48)

Semoga Allah beri hidayah untuk terus menempuh jalan meraih ilmu bermanfaat.


Panduan rahsia nikmat bersetubuh suami isteri

$
0
0

Setiap sesuatu itu ada adab dan laku, apalagi kita dalam menitiskan kenikmatan untuk sebuah cita-cita mendapatkan keturunan yang sholeh atau sholeha. Meskipun suami istri itu halal untuk melakukan persetubuhan, namun dalam melakukannya sangat diperlukan adab dan laku yang baik supaya mendapatkan kesehatan dan kerukunan dalam rumah tangga (sang suami semakin cinta dan istri semakin sayang), bahkan ketika melakukan hubungan suami istri apabila membuahkan keturunan maka akan mendapat keturunan yang baik pula.

WAKTU YANG MAKRUH/LARANGAN UNTUK BERSETUBUH:

- Dilarang bersetubuh di siang hari Bulan Ramadhan
- Dilarang bersetubuh Ketika istri datang bulan
- Jangan bersetubuh Malam awal dan akhir bulan

- Dilarang Bersetubuh melalui anus
- Dilarang Bersetubuh membawa ayat suci, nama Allah, Nama Malaikat, Nama Nabi
- Dilarang bersetubuh di Masjid, saat Haji dan saat siang hari Bulan Ramadhan .

AKIBAT MELANGGAR MAKRUH DAN LARANGAN BERSETUBUH:

- Sebaiknya bersetubuh pada Malam Jum’at, Malam Senin dan Malam Kamis

- Telanjang bulat ; mengakibatkan anak tidak memiliki rasa malu

-Malam Hari Raya Ied; Anak yang lahir akan buntung jari kaki / tangan
-Bersetubuh Malam Rebo; anaknya suka berbuat Dzalim
-Bersetubuh sambil melihat Bintang; anaknya kehilangan cahaya
-Melihat kemaluan Istri ; kalau menjadi anak maka buta mata hatinya
- Bersetubuh Hendak berpergian ; anak menjadi boros

Tempat Keluar Mani Perempuan / Titik Birahi

(Berpedoman pada tanggal Hijriyah)

- Tanggal 1 : KAKI KANAN (digaruk pelan kakinya )
- Tanggal 2 : BETIS KANAN
- Tanggal 3 : LUTUT KANAN
- Tanggal 4 : PUPU KANAN
- Tanggal 5 : TEMBUNI TEPI KEMALUAN
- Tanggal 6 : BAWAH KETIAK
- Tanggal 7 : DI DADA
- Tanggal 8 : DIBUAH DADA
- Tanggal 9 : DIMULUT
- Tanggal 10: DILEHER
- Tanggal 11: DIMATA
- Tanggal 12: DI ALIS
- Tanggal 13: DIKENING
- Tanggal 14: DIUBUN UBUN
- Tanggal 15: SELURUH BADAN
- Tanggal selanjutnya kembali tanggal 1

Berikut ini sebuah adab dan laku dalam bersetubuh:

-Bersihkanlah badan terlebih dahulu dengan Mandi sebelum melakukan.
-Kemudian memakai pakaian yang rapi dan bersih.
-Memakai Aroma yang di gemari.
- Sang suami menyampaikan salam kepada Istri : “ ASSALAMU ALAIKUM YA BAABAR
RAHMAH “
- Dijawab Istri dengan salam pada suami : “ ALAIKA WA ALAIYYAS SALAM “
- Selanjutnya peganglah hujung rambut istri, lalu dengan lembut cium 3 x sambil membaca
Shalawat Nabi sebanyak 3x.
- Rangkullah leher istri, dilanjutkan mencium pipi kanan dan kirinya sambil
membaca Shalawat Nabi 3x.
- Suami mencium dada kanan dan dada kiri sang istri sambil membaca
Dua kalimah syahadat 1x.
- Suami mencium kening antara alis dua mata dengan membaca SURATULFATIHAH
dan SURATUL-IKHLAS
- Suami mendekap istri sebanyak 3x lalu membaca Shalawat Nabi
- Baru kemudian suami menindih sang istri dengan membaca :

“ALHAMDULILLAHIL LADZI KHOLAQO MINAL MAA’ I BASYARON FA JA’ALAHU
NASABAW WA SHIHROW WA KA NA ROBBUKA QODIIROO”.
( SEGALA PUJI BAGI ALLAH YANG TELAH MENCIPTAKAN
MANUSIA DARI AIR, MAKA TERCIPTALAH NASAB DAN PERSAMBUNGAN
KELUARGA SUAMI ISTRI DAN MAHA KUASA ALLAH).

- Selama menjalankan persetubuhan hendaklah selalu ingat membaca doa: “

“ALLAHUMMA JANIB NA WA JANNIBI SY SYAITHON, ‘ALA MAA RAZAQNA
INNAKA ALA KULLI SYAIN QODIR”
( YA ALLAH JAUHKAN KAMI DARI KEBURUKAN DAN JAUHKAN
SYAITON ATAS SESUATU YANG TELAH ENGKAU BERIKAN KEPADA KAMI,
SESUNGGUHNYA ENGKAU MAHA KUASA ATAS SEGALA SESUATU )

Ini doa ketika keluar mani :

“ ALLAHUMMAJ ‘AL LA NUTH FATANAA DZURRIYYATAN THOYYIBATAN”
(Ya Allah, jadikanlah Mani kami ini menjadi Keturunan Yang Baik )


12 Insan yang bertemu Rasulullah saw dalam mimpinya

$
0
0

1. Mimpi Tentang Imam Bukhari Rah.a. Beliau adalah seorang imam terkemuka ahli hadits. Namanya adalah Muhammad bin Ismail Al Bukhari. Gelarnya adalah Amirul Mukminin fil Hadits yang artinya Pembesar Kaum Mukminin dalam ilmu hadits. Beliau mengarang kitab yang seluruhnya berisi hadits-hadits shahih. Beliau wafat pada tahun 256 H. Diriwayatkan dari Muhammad bin Yusuf Al Fibrari, ia berkata, ‘Aku mendengar Najm bin Fadhil, seorang ahlul ilmi berkata, “Aku bermimpi melihat nabi SAW keluar dari kota Masiti, sedangkan Muhammad bin Ismail Al Bukhari berada di belakangnya, dimana bila nabi SAW melangkahkan kakinya, Al Bukhari pun melakukan hal yang sama dan meletakkan kakinya di atas langkah nabi SAW dan mengikuti bekas langkahnya.”
Diriwayatkan dari Muhammad bin Muhammad bin Makki, ia berkata, “Aku mendengar Abdul Wahid bin Adam Ath-Thawwisi berkata, ‘Aku mimpi bertemu Rasulullah SAW dan sekelompok sahabatnya, beliau sedang berhenti di suatu tempat, maka aku mengucapkan salam dan beliau menjawabnya. Aku bertanya, ‘Kenapa engkau berhenti, Ya Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Aku menunggu Muhammad bin Ismail Al Bukhari.’ Dan setelah beberapa hari datang berita kepadaku tentang wafatnya Al Bukhari. Setelah aku perhatikan, ia wafat pada waktu aku mimpi bertemu Rasululah SAW.”

2. Mimpi Utsman bin Affan r.a. Beliau adalah Khalifah Rasyidin, Pemimpin Kaum Muslimin yang mendapat petunjuk yang ketiga. beliau memiliki gelar Dzun Nurain karena menikahi dua putri nabi SAW yang salah satunya setelah yang lain meninggal. Beliau wafat pada tahun 35 H.Diriwayatkan dari Ummu Hilal binti Waki’, dari seorang istri Utsman, ia berkata, “Suatu kaum akan membunuhku.” Maka aku berkata, “Tidak, wahai Amirul Mukminin.” Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya aku bertemu Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di dalam mimpi. Maka mereka berkata, “Berbukalah bersama kami malam ini.” atau mereka mengatakan, “Sesungguhnya kamu akan berbuka bersama kami malam ini.” Diriwayatkan oleh Abdullah bin Salam, ia berkata, “Aku datang kepada Utsman untuk menyalaminya, sedangkan ia dalam keadaan dikepung. Aku masuk menemuinya, maka ia berkata, “Selamat datang wahai saudaraku. Aku melihat Rasulullah SAW tadi malam di pintu kecil ini. Ia berkata, “Pintu kecil itu ada di dalam rumah.” Maka beliau (nabi) berkata, “Wahai Utsman, apakah mereka telah mengepungmu?” Aku menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi, “Apakah mereka telah membuatmu haus?” Aku menjawab, “Ya.” Maka beliau menuangkan cawan besar yang berisi air, kemudian aku meminumnya sampai kenyang, sampai-sampai aku merasakan dinginnya di antara dada dan pundakku. Dan beliau SAW berkata, “Jika kamu mau, berbukalah di rumah kami. Maka aku memilih berbuka di rumah beliau SAW. Maka kata Abdullah bin Salam, Utsman dibunuh pada hari itu. (Thabaqat Ibnu Saad & Tarikh, Ibnu Asakir).

3. Mimpi Umar bin Khattab r.a. Beliau adalah Pemimpin Kaum Muslimin setelah Sayyidina Abu Bakar Shiddiq wafat. Gelarnya adalah Al Faruq yang artinya pembeda antara yang haq dan yang bathil. Beliau wafat pada tahun 23 H. Diriwayatkan dari Umar bin Hamzah bin Abdullah, dari pamannya, Salim dari bapaknya, Umar berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW di dalam mimpi, dimana aku melihat beliau sedangkan beliau tidak memandangku. Maka aku berkata, “Ya Rasulullah, kenapa aku?” Beliau bersabda, “Bukankah kamu yang mencium istrimu pada saat kamu berpuasa?!” Maka aku berkata, “Demi Yang Mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak akan mencium istriku lagi setelah ini saat aku berpuasa.” (Al Mahalli, Ibnu Hazm).

4. Mimpi Ali bin Abi Thalib r.hum. Beliau adalah adik sepupu Rasulullah SAW sekaligus menantunya dan termasuk orang yang pertama masuk islam dari kalangan anak-anak. Beliau adalah Khalifah setelah terbunuhnya Utsman bin Affan. Julukannya adalah Abu Turab. Beliau wafat pada tahun 40 H setelah beberapa hari terluka karena tikaman Ibnu Muljam. Muhammad Sa’ad menceritakan sebuah riwayat dari Ali ra. Ali berkata, “Sesungguhnya aku pada malam itu (yaitu saat Ibnu Muljam membunuhnya pada pagi harinya) membangunkan keluargaku, kedua mataku menguasaiku hingga aku tertidur saat aku duduk. Maka aku melihat Rasulullah SAW. Dan aku bertanya, “Ya Rasulullah, kenapa aku menemukan di antara ummatmu orang-oran yang bengkok dan suka bertengkar?” Rasulullah SAW berkata, “Doakanlah atas mereka.” Maka aku berdoa,” Ya Allah, gantikanlah perlakuan mereka terhadapku dengan yang lebih baik bagiku. Dan gantikanlah yang lebih buruk untuk mereka.” (Thabaqatul Kubra & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).

5. Mimpi Hasan bin Ali r.hum Beliau adalah cucu Rasulullah SAW serta pemuka para ahli surga. Beliau wafat sebagai syahid. Diriwayatkan oleh Filfilah Al Ja’fi, ia berkata, “Aku mendengar Hasan bin Ali ra. berkata, “Aku melihat nabi SAW bergelantung di atas Arsy, dan aku melihat Abu Bakar ra. memegang kedua pinggang nabi SAW serta melihat Umar ra. memegang kedua pinggang Abu Bakar ra. dan juga melihat Utsman ra. memegang pinggang Umar ra. serta melihat darah bercucuran dari langit ke bumi.” Maka Hasan menceritaka mimpi ini pada orang di sekelilingnya (kaum syi’ah), maka mereka bertanya, “Tidakkah kau melihat Ali?” Hasan menjawab, “Tidak seorang pun yang paling suka aku melihatnya memegang kedua pinggang nabi SAW daripada Ali. Akan tetapi ini adalah sebuah mimpi.” Dari Ishak bin Rabi’, ia berkata, “Ketika kami sedang di sisi Hasan, tiba-tiba datang seorang laki-laki seraya berkata, ‘Wahai Abu Said, sesungguhnya semalam aku melihat nabi SAW di dalam mimpi. Nabi SAW berada di tengah-tengah Murjiah Bani Salim dalam khalayak ramai, dan diatasnya jubah musim dingin, kemudian dikatakan kepadanya, ‘Wahai Rasulullah SAW, Hasan akan datang. Beliau bersabda, ‘Katakanlah kepadanya, beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira, kemudian beritakanlah kabar gembira.’ Maka mata Hasan bercucuran air mata, dan ia bersabda, ‘Semoga Allah menetapkan matamu. Rasulullah SAW bersabda, ‘Barangsiapa yang melihatku di dalam mimpi, maka ia sungguh telah melihatku, dan syetan tidak dapat menyerupaiku.’” (HR Thabrani & Al Manaamat, Ibnu Abi Dunya).

6. Mimpi Husein bin Ali r.hum Suatu hari Husein bin Ali sedang duduk di depan rumahnya sambil memeluk pedangnya. Ketika ia menundukkan kepalanya, saudarinya, Zainab binti Ali mendengar suara teriakan. Ia mendekati saudaranya, seraya berkata, “Wahai saudaraku, tidakkah kamu mendengar suara keributan telah mendekat?” Maka Husein mengangkat kepalanya dan berkata, “Sesungguhnya aku melihat Rasulullah SAW di dalam mimpiku dimana beliau berkata padaku: ‘Sesungguhnya kamu menuju kepada kami.’ Maka saudarinya itu menjadi bersedih dan berkata, “Alangkah celaka aku!” Maka Husein berkata, “Kamu tidak celaka, wahai saudariku, tempatkanlah kasih sayangmu dengan Allah Yang Maha Pemurah.”Tak lama, Husein gugur di padang Karbala. Seluruh keluarganya habis terbantai, kecuali seorang anaknya yang bernama Ali yang berhasil diselamatkan oleh Zainab. http://spupe07.files.wordpress.com/2012/02/muhammad.jpg?w=320&h=310 Ya Allah, Beri Kami Kekuatan untuk Menghidupkan Sunnah – Sunnah Beliau saw. !

7. Mimpi Abu Musa Al Asy’ari r.a. Beliau adalah salah seorang sahabat Rasulullah SAW dari suku Tamim. Beliau juga seorang ahli fikih dan qira’at. Diriwayatkan oleh Abu Musa , beliau berkata, “Aku melihat Rasulullah di dalam mimpi sedang berada di atas gunung. Di sampingnya Abu Bakar. Dan beliau (Rasulullah) sedang mengisyaratkan Umar untuk datang kepadanya.” Maka aku mengucapkan Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un, dan ternyata benar, Amirul Mukminin Umar bin Khattab wafat!” Ia (Abu Musa) ditanya, “Tidakkah kamu menulisnya (mimpi) itu kepada Umar?” Maka Abu Musa berkata, “Tidak selayaknya aku mengucapkan berbela sungkawa kepada Umar (karena Umar akan bertemu Rasulullah SAW).” (Ar Riyadhun Nudhrah fi Manaqibil Asyrah).

8. Mimpi Huzaimah bin Tsabit r.a. Beliau adalah seorang sahabat Rasulllah SAW. Ia diistimewakan karena kesaksiannya setara dengan kesaksian dua orang. Beliau termasuk di dalam pasukan Ali dan memperoleh kemuliaan syahid saat perang Shiffin. Diriwayatkan oleh Utsman bin Sahl bin Hanif dan Khuzaimah bin Tsabit, “Bahwa ia bermimpi mencium dahi nabi SAW. Kemudian ia mendatangi Rasulullah SAW lalu ia menceritakan mimpinya tersebut. Kemudian Rasulullah SAW mempersilahkannya, lalu ia pun mencium dahi Rasul.” (Musnad Imam Ahmad).

9. Mimpi Bilal bin Rabah r.a. Beliau adalah Muazzin di zaman Rasulullah SAW, termasuk golongan sahabat yang ikut dalm perang Badar. Nabi SAW telah bersaksi atas penetapannya sebagai ahli surga. Setelah Rasulullah SAW wafat, karena tak kuat menanggung kesedihan hati akan ingatannya kepada Rasulullah SAW, Bilal pindah ke negeri Syam. Bertahun kemudian Bilal melihat Rasulullah SAW di dalam mimpinya di negeri Syam. Rasulullah berkata, “Kenapa kamu berlaku tidak ramah, wahai Bilal? Bukankah kini telah datang waktunya bagimu untuk menziarahiku?” Maka Bilal bangun dalam keadaan bersedih dan langsung bergegas menuju kota Madinah. ia lalu mendatangi makam Rasulullah SAW dan disana ia menangis. Sayyidina Hasan dan Husein datang menghampirinya, kemudian Bilal memeluk keduanya. Maka Sayyidina Hasandan Husein berkata, “Kami sangat menginginkan engkau untuk azan di waktu sahur.” Maka demi takzimnya kepada kedua cucu Rasulullah SAW ia naik ke atap masjid. ketika ia menyerukan “Allahu Akbar Allahu Akbar” bergetarlah seluruh kota Madinah. Keluarlah para penduduknya berduyun-duyun ke masjid sambil menangis tersedu-sedu karena suara Bilal mengingatkan mereka pada kehidupan di zaman Rasul. Dan tidak pernah disaksikan hari yang lebih banyak laki-laki dan wanita menangis daripada hari itu. Seminggu kemudian Bilal wafat. (Asadul Ghabah, Ibnu Atsir).

10. Mimpi Abul Mawahib Asy-Syadzili r.a. Beliau memiliki nama lengkap Syaikh Muhammad Abul Mawahib Asy-Syadzili, murid dari Syaikh Abu Sa’id Ash-Shafrawi. Beliau adalah seorang ulama besar yang pernah mengajar di Universitas Al Azhar, Mesir. Beliau sering bermimpi berjumpa dengan Rasulullah saw. Beliau pernah menyatakan: Aku bermimpi melihat Rasulullah saw berada di lantai atas Universitas Al Azhar pada tahun 825 H, lalu beliau meletakkan tangannya di dadaku dan bersabda: “Wahai anakku, ghibah itu haram hukumnya. Tidakkah kau mendengar firman Allah SWT : Janganlah sebagian kamu membicarakan keburukan (ghibah) sebagian yang lain.” Sedangkan disampingku ada beberapa orang yang asyik membicarakan keburukan orang. Kemudian beliau bersabda kepadaku: “Jika kamu tak bisa menghindari untuk mendengar orang-orang berghibah, maka bacalah surat Al Ikhlash, Al Falaq dan An-Nas, lalu hadiahkanlah pahalanya kepada orang yang dighibah atau dibicarakan keburukannya itu, karena (mendengarkan) ghibah dan pahala dari bacaan tersebut berimbang.” Beliau menyatakan bahwa suatu hari beliau terlibat perdebatan di Universitas Al Azhar dengan seseorang atas pernyataan Qasidah Al Burdah karya Imam Bushiri: Famablaghul ilmi fihi annahu basyarun Wa annahu khairu khalqillahi kullihimi Puncak pengetahuan manusia tentangnya: ia adalah seorang manusia Tetapi sesungguhnya ia adalah makhluk Allah yang terbaik. Ia mengatakan kepadaku bahwa pernyataan ini tidak memiliki argumentasi. Aku sanggah pernyataannya dan aku katakan bahwa itu telah didasarkan pada ijma’ yang tak dapat dibantah. Tapi ia tetap tak mau menerimanya. Lalu setelah itu aku bermimpi melihat Rasulullah saw bersama Abu Bakar dan Umar sedang duduk di samping mimbar Universitas Al Azhar. Beliau bersabda menyambutku: “Selamat datang kekasih kami.” Kemudian beliau menoleh kepada para sahabatnya dan berkata: “Tahukah kalian apa yang telah terjadi hari ini?” “Kami tidak tahu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. “Sesungguhnya si fulan yang celaka meyakini bahwa para malaikat lebih utama dariku.” Mereka menyanggah dengan serentak, “Itu tidak benar, wahai Rasulullah!” Lalu Nabi saw berkata kepada mereka: “Kasihan keadaan si fulan yang celaka itu, ia sebenarnya tidak hidup. Sekalipun hidup, ia hidup dalam keadaan ternista dan terhina. Namanya yang terhina membuatnya sempit dalam kehidupan dunia dan akhirat. Ia meyakini bahwa ijma’ tidak terjadi pada pengutamaanku di atas semua makhluk. Tidakkah ia tahu, bahwa pengingkaran Mu’tazilah kepada Ahlussunah tidak dapat merusak kredibilitas ijma’? Beliau juga pernah berkata, “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw dan aku berkata kepada beliau: Wahai Rasulullah, Allah bershalawat sepuluh kali kepada orang yang membaca shalawat untukmu satu kali. Apakah itu bagi orang yang menghadirkan hati (khusyu’) dan perasaannya (ta’zhim)? Beliau menjawab: “Tidak. Itu berlaku bagi orang yang membaca shalawat untukku dalam keadaan lalai. Allah akan memberinya anugerah sebesar dan sebanyak gunung-gunung tinggi, yaitu para malaikat akan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Adapun kalau ia membacanya dengan menghadirkan hati (khusyu’) dan penuh rasa hormat (ta’zhim), maka nilai pahala dari bacaan itu tidak bisa dijabarkan kecuali oleh Allah.” Beliau berkata lagi: “Aku bermimpi melihat Rasulullah saw. Beliau bersabda kepadaku menjelaskan tentang diri beliau yang mulia: “Aku tidaklah mati. Kematian hanyalah sebuah ungkapan bagi ketersembunyianku dari orang yang tidak mendapatkan pemahaman dari Allah. Adapun bagi orang yang telah mendapatkan pemahaman dari Allah, maka inilah aku: aku bisa melihatnya dan ia bisa melihatku.” Beliau menerangkan, “Siapa yang ingin bermimpi Rasulullah saw, hendaklah ia memperbanyak bersalawat kepadanya siang dan malam, bersama cintanya kepada para Imam yang shalih dan para wali. Jika tidak begitu, maka pintu untuk masuk ke dalam mimpi itu akan ditutup, karena mereka adalah pemimpin manusia, sementara itu Tuhan kita akan murka karena kemurkaan mereka, demikian pula Rasulullah saw.” (Afdhalish Shalawat Ala Sayyidis Saadat, Yusuf An-Nabhani).

11. Mimpi Ahmad Ibnul Jalla’ Abu Abdullah Ahmad bin Yahya Al Jalla’, asli Baghdad dan pernah tinggal di Ramlah dan Damaskus. Ia termasuk tokoh besar dari kalangan syeikh sufi di Syam. Ia berguru pada Abu Turab, Dzunnun Al Mishri dan Abu Ubaid Al Bishri serta kepada ayahnya sendiri, Yahya Al Jalla’. Ia berkata, “Pada suatu ketika aku pergi mengembara melintasi gurun dengan bekal yang seadanya. Sampai di kota Madinah, aku telah tidak memiliki apa pun. Aku lalu mendekati makam Rasulullah SAW, lalu berkata, ‘Aku adalah tamu anda, wahai Rasulullah!’ Tiba-tiba aku dilanda kantuk sehingga aku tertidur. Saat tertidur itu aku bermimpi bertemu nabi SAW dan beliau memberiku roti. Roti itu kumakan separuhnya, selanjutnya aku bangun. Ternyata separuh roti yang belum kumakan masih ada di tanganku.”

12.Mimpi Al Fasawi Ia adalah ulama hadits yang bernama Abu Yusuf Ya’kub bin Sufyan Al Fasawi. Beliau pengarang kitab At-Tarikh dan Al-Masyikhah yang wafat di tahun 277 H. Diriwayatkan dari Muhammad bin Yazid Atthar, Aku mendengar Ya’kub Al Fasawi berkata, “Aku banyak menyalin hadits di malam hari. Karena kebutuhan makin banyak, dengan terburu-buru aku menulisnya hingga larut malam sehingga mengakibatkan mataku berair dan tak dapat melihat. Hal itu membuatku bersedih, karena hilangnya ilmu dariku dan aku menjadi terasing dari sekitarku. Aku menangis hingga tertidur. Lalu aku bertemu Rasulullah SAW dimana beliau memanggilku: ‘Wahai Ya’kub, kenapa kamu menangis?’ Akumenjawab, “Ya Rasulullah, penglihatanku hilang, sehingga aku sedih tak bisa menulis sunah-sunahmu lagi dan aku terasing dari sekitarku.” Beliau bersabda, ‘Mendekatlah padaku.’ Maka aku lalu mendekat kepadanya. Lalu beliau mengusapkan tangannya di atas mataku seakan-akan membacakan atas keduanya. Kemudian aku terbangun dan aku dapat melihat, lalu aku mengambil tulisanku dan duduk di depan lampu untuk meneruskannya.” (Tarikhul Islam)


Gaya syaitan menelanjangi muslimah

$
0
0

Syaitan dalam menggoda manusia memiliki berbagai macam strategi, dan yang sering diguna adalah dengan memanfaatkan hawa nafsu, yang memang memiliki kecenderungan mengajak kepada keburukan (ammaratun bis su’). Syaitan tahu persis kecenderungan nafsu kita, dia terus berusaha agar manusia keluar dari garis yang telah ditentukan Allah, termasuk melepaskan hijab atau pakaian muslimah. Berikut ini tahapan-tahapnya.

I. Menghilangkan Definisi Hijab

Dalam tahap ini syaitan membisikkan kepada para wanita, bahawa pakaian apapun termasuk hijab (penutup) itu tidak ada kaitannya dengan agama, ia hanya sekadar pakaian atau mode hiasan bagi para wanita. Jadi tidak ada pakaian syar’i, pakaian ya pakaian, apa pun bentuk dan namanya.

Sehingga akibatnya, ketika zaman telah berubah, atau kebudayaan manusia telah berganti, maka tidak ada masalah pakaian ikut ganti juga. Demikian pula ketika seseorang berpindah dari suatu negeri ke negeri yang lain, maka harus menyesuaikan diri dengan pakaian penduduknya, apapun yang mereka pakai.

Berbeza halnya jika seorang wanita berkeyakinan, bahawa hijab adalah pakaian syar’i (identiti keislaman), dan memakainya adalah ibadah bukan sekadar mode. Biarpun hidup bila saja dan di mana saja, maka hijab syar’i tetap dipertahankan. Apabila seorang wanita masih bertahan dengan prinsip hijabnya, maka syaitan beralih dengan strategi yang lebih halus. Caranya?

Pertama, Membuka Bahagian Tangan

Telapak tangan mungkin sudah terbiasa terbuka, maka syaitan membisik kan kepada para wanita agar ada sedikit peningkatan model yakni membuka bahagian hasta (siku hingga telapak tangan). “Ah tidak apa-apa, kan masih pakai jilbab dan pakai baju panjang? Begitu bisikan syaitan. Dan benar sang wanita akhirnya memakai pakain model baru yang menampakkan tangannya, dan ternyata para lelaki yang melihat nya juga biasa-biasa saja. Maka syaitan berbisik,” Tuh tidak apa-apa kan?

Kedua, Membuka Leher dan Dada

Setelah menampakkan tangan menjadi kebiasaan, maka datanglah syaitan untuk membisikkan hal baru lagi. “Kini buka tangan sudah lumrah, maka perlu ada peningkatan model pakaian yang lebih maju lagi, yakni terbuka bahagian atas dada kamu.” Tapi jangan sebut sebagai pakaian terbuka, hanya sekedar sedikit untuk mendapatkan hawa, agar tidak ghairah. Cubalah! Orang pasti tidak akan peduli, sebab hanya bahagian kecil saja yang terbuka.

Maka dipakailah pakaian model baru yang terbuka bahagian leher dan dadanya dari yang model setengah lingkaran hingga yang model bentuk huruf “V” yang tentu menjadikan lebih terlihat lagi bahagian sensitif lagi dari dadanya.

Ketiga, Berpakian Tapi Telanjang Syaitan berbisik lagi, “Pakaian kan hanya gitu-gitu saja, cari model atau bahan lain yang lebih bagus! Tapi apa ya? Sang wanita tertanya-tanya. “Banyak model dan kain yang agak tipis, lalu bentuknya dibuat yang agak ketat biar lebih enak dipandang,” syaitan memberi idea baru.

Maka tergodalah si wanita, di carilah model pakaian yang ketat dan kain yang tipis bahkan tembus-pandang (transparent). “Tak apa-apa kan, potongan pakaiannya masih panjang, hanya bahan dan modelnya saja yang agak berbeza, biar nampak lebih feminin,” begitu dia menambahkan. Walhasil pakaian tersebut akhirnya membudaya di kalangan wanita muslimah, makin hari makin bertambah ketat dan transparen, maka jadilah mereka wanita yang disebut oleh Nabi sebagai wanita kasiyat ‘ariyat (berpakaian tetapi telanjang).

Keempat, Agak di Buka Sedikit

Setelah para wanita muslimah mengenakan busana yang ketat, maka syaitan datang lagi. Dan sebagaimana biasanya dia menawarkan idea baru yang sepertinya segar dan enak, yakni dibisiki wanita itu, “Pakaian seperti ini membuat susah berjalan atau duduk, soalnya sempit, sebaiknya di belah hingga lutut atau mendekati paha?” Dengan itu kamu akan lebih leluasa, lebih kelihatan lincah dan bertenaga.”

Lalu dicubalah ide abaru itu, dan memang benar dengan dibelah mulai bahagian bawah hingga lutut atau mendekati paha ternyata membuat lebih enak dan leluasa, terutama ketika akan duduk atau naik ke kereta. “Yah tersingkap sedikit tak apalah, yang penting enjoy,” katanya.

Inilah tahapan awal syaitan merusak kaum wanita, hingga tahap ini pakaian masih tetap utuh dan panjang, hanya model, corak, potongan dan bahan saja yang dibuat berbeza dengan hijab syar’i yang sebenarnya. Maka kini mulailah syaitan pada tahapan berikutnya.

II. Terbuka Sedikit Demi Sedikit

Kini syaitan melangkah lagi, dengan trik dan siasat lain yang lebih ampuh, tujuannya agar para wanita menampak kan bahagian aurat tubuhnya.

Pertama, Membuka Telapak Kaki dan Tumit.

Syaitan berbisik kepada para wanita, “Baju panjang benar-benar membuat susah, kalau hanya dengan membelah sedikit bahagiannya masih kurang leluasa, lebih enak kalau di potong saja hingga atas mata kaki.” Ini baru agak longgar. “Oh ada yang terlupa, kalau kamu bakai baju demikian, maka tudung yang besar tidak sesuai lagi, sekarang kamu cari jilbab yang kecil sedikit agar lebih serasi dan padan, orang tetap menamakannya dengan “bertudsung”.

Maka para wanita yang terpengaruh dengan bisikan ini buru-burulah mencari model pakaian yang dimaksudkan. Tak ketinggalan sepatu hak tinggi, yang kalau untuk berjalan mengeluarkan bunyi yang menarik perhatian orang.

Kedua, Membuka Seperempat Hingga Separuh Betis

Terbuka telapak kaki telah biasa ia lakukan, dan ternyata orang-orang yang melihat juga tidak begitu peduli. Maka syaitan kembali berbisik, “Ternyata kebanyakan manusia menyukai apa yang kamu lakukan, buktinya mereka tidak bereaksi apa-apa, kecuali hanya beberapa orang. Kalau langkah kakimu masih kurang leluasa, maka cubalah kamu cari model lain yang lebih enak, bukankah kini banyak pakaian setengah betis dijual di pasaran? Tidak usah terlalu pendek, hanya terlihat kira-kira sepuluh sentimeter saja.” Nanti kalau sudah terbiasa, baru kamu cari model baru yang terbuka hingga setengah betis.”

Benar-benar bisikan syaitan dan hawa nafsu telah menjadi penasihat pribadinya, sehingga apa yang saja yang dibisikkan syaitan dalam jiwanya dia turuti. Maka terbiasalah dia mema-kai pakaian yang terlihat separuh betisnya kemana saja dia pergi.

Ketiga, Terbuka Seluruh Betis

Kini di mata si wanita, zaman benar-benar telah berubah, syaitan telah berhasil membalikkan pandangan jernihnya. Terkadang sang wanita berfikir, apakah ini tidak menyelisihi para wanita di masa Nabi dahulu. Namun buru-buru bisikan syaitan dan hawa nafsu menyahut, “Ah jelas tidak, kan sekarang zaman sudah berubah, kalau zaman dulu para lelaki mengangkat pakaiannya hingga setengah betis, maka wanitanya harus menyelisihi dengan menjulurkannya hingga menutup telapak kaki, tapi kini lain, sekarang banyak laki-laki yang menurunkan pakaiannya hingga bawah mata kaki, maka wanitanya harus menyelisihi mereka yaitu dengan mengangkatnya hingga setengah betis atau kalau perlu lebih ke atas lagi, sehingga nampak seluruh betisnya.”

Tetapi… apakah itu tidak menjadi fitnah bagi kaum laki-laki,” hatinya berkata. “Fitnah? Ah itu kan zaman dulu, di masa itu kaum laki-laki tidak suka kalau wanita menampakkan auratnya, sehingga wanita-wanita mereka lebih banyak di rumah dan pakaian mereka sangat tertutup. Tapi sekarang sudah berbeza, kini kaum laki-laki kalau melihat bahagian tubuh wanita yang terbuka malah senang dan mengatakan ooh atau wow, bukankah ini berarti sudah tidak ada lagi fitnah, kerana sama-sama suka? Lihat saja model pakaian di sana-sini, dari yang berharga rendah hingga yang yang berjenama, seperti Kristian Dior, semuanya menawarkan model yang dirancang khusus untuk wanita maju di zaman ini. Kalau kamu tidak mengikuti model itu akan menjadi wanita yang ketinggalan zaman.”

Demikianlah, maka pakaian yang menampakkan seluruh betis biasa dia kenakan, apalagi banyak para wanita yang memakainya dan sedikit sekali orang yang mempermasalahkan itu. Kini tibalah saatnya syaitan melancarkan tahap terakhir dari siasatnya untuk melucuti hijab wanita.

III. Serba Mini

Setelah pakaian yang menampak kan betis menjadi pakaian sehari-hari dan dirasa biasa-biasa saja, maka datanglah bisikan syaitan yang lain. “Pakaian memerlukan variasi, jangan yang itu saja, sekarang ini modelnya berpakaian mini, dan agar serasi rambut kepala harus terbuka, sehingga benar-benar kelihatan indah.”

Maka akhirnya pakaian mini yang menampakkan bahagian bawah paha dia pakai, bajunya pun bervariasi, ada yang terbuka hingga lengan tangan, terbuka bahagian dada sekaligus bahagian punggung nya dan berbagai model lain yang serba pendek dan mini. Koleksi pakaiannya sangat beraneka ragam, ada pakaian pesta, berlibur, pakaian kerja, pakaian rasmi, pakaian malam, pagi, musim panas, musim dingin dan lain-lain, tak ketinggalan seluar pendek separuh paha pun dia miliki, model dan warna rambut juga ikut bervariasi, semuanya telah dicuba.

Begitulah sesuatu yang sepertinya mustahil untuk dilakukan, ternyata kalau sudah dihiasi oleh syaitan, maka segalanya menjadi serba mungkin dan diterima oleh manusia.

Hingga suatu ketika, muncul idea untuk mandi di kolam renang terbuka atau mandi di pantai, di mana semua wanitanya sama, hanya dua bahagian paling rawan saja yang tinggal untuk ditutupi, kemaluan dan buah dada. Mereka semua mengenakan pakaian yang sering disebut dengan “bikini”. Kerana semuanya begitu, maka harus ikut begitu, dan na’udzu billah bisikan syaitan berhasil, tujuannya tercapai, “Menelanjangi Kaum Wanita.”

Selanjutnya terserah kamu wahai wanita, kalian semua sama, telanjang di hadapan laki-laki lain, di tempat umum. Aku berlepas diri kalau nanti kelak kalian sama-sama di neraka. Aku hanya menunjukkan jalan, engkau sendiri yang melakukan itu semua, maka tanggung sendiri semua dosamu” syaitan tak mau ambil risiko.

Penutup Demikian halus, cara yang digunakan syaitan, sehingga manusia terjerumus dalam dosa tanpa terasa. Maka hendaklah kita semua, terutama orang tua jika melihat gejala menyimpang pada anak-anak gadis dan para wanita kita sekecil apapun, segera secepatnya diambil tindakan. Jangan biarkan berlarut-larut, karena kalau dibiarkan dan telah menjadi kebiasaan, maka sangat sulit bagi kita untuk mengatasinya.

Membiarkan mereka membuka aurat berarti merelakan mereka mendapatkan laknat Allah, kasihanilah mereka, selamatkan para wanita muslimah, jangan jerumuskan mereka ke dalam kebinasaan yang menyeng-sarakan, baik di dunia maupun di akhirat. Wallahu a’lam bis sawab.

Sumber idea dan pokok fikiran: Kitab “At ta’ari asy syaithani”, Adnan ath-Tharsyah, disadur dengan bebas.


Kelebihan 10 hari awal Zulhijjah dan Korban

$
0
0

Di antara kelebihan dan kurniaan Allah untuk hamba-Nya ialah dijadikan bagi mereka beberapa musim untuk memperbanyakkan amal ibadat dengan dijanjikan pahala yang berganda banyaknya.

Salah satunya ialah:
Sepuluh hari yang terawal pada bulan Zulhijjah.
Beberapa dalil dari al-Quran dan Hadis telah menyebut tentang kelebihannya:

1. Firman Allah, maksudnya;
“Demi fajar dan malam yang sepuluh.” (Surah al-Fajr : ayat 1-2)
Kata Ibnu Kathir : Yang dimaksudkan di sini ialah 10 malam yang pertama pada bulan Zulhijjah. Demikian juga tafsiran Ibnu Abbas, Ibnu Az-Zubair, Mujahid dan lainnya. [HR: Imam Bukhari].

2. Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah SAW telah bersabda, maksudnya:
“Tidak ada hari yang amal soleh padanya lebih dikasihi Allah selain dari hari-hari yang 10 ini. Para sahabat bertanya: Walaupun berjihad di jalan Allah? Rasulullah bersabda: Walaupun berjihad di jalan Allah, kecuali lelaki yang keluar (berjihad) membawa diri serta hartanya dan tidak kembali lagi selepas itu (syahid).” [HR: Ahmad, At-Tirmizi].

3. Firman Allah, maksudnya:
“Hendaklah kamu menyebut nama Allah pada hari-hari yang ditentukan.” (Surah al-Haj : 28).
Kata Ibnu Abbas RA: Maksudnya ialah hari-hari yang 10 itu.

4. Dari Ibnu Umar RA, Rasulullah SAW bersabda, maksudnya:
“Tidak ada hari yang lebih besar di sisi Allah SWT dan beramal padanya lebih dikasihi oleh Allah dari hari-hari yang 10 ini. Maka perbanyakkanlah padanya bertahlil, bertakbir dan bertahmid.”

5. Adalah Said bin Jubir RA (perawi yang meriwayatkan Hadis Ibnu Abbas di atas) apabila tiba hari yang tersebut beliau beribadat bersungguh-sungguh sedaya-upayanya. [HR Ad-Darimi- Hasan].

6. Kata Al-Hafiz Ibnu Hajar: Yang jelasnya, antara sebab keistimewaan 10 hari Zulhijjah ini ialah kerana terhimpun di dalamnya beberapa ibadat yang besar iaitu: Solat, puasa, sedekah dan Haji. Pada waktu lain, ibadat-ibadat ini tidak pernah terhimpun sebegitu.


Kelebihan Korban, Adab dan Hukum

Amalan-amalan yang baik dilakukan pada hari-hari tersebut:
1.Solat. Disunatkan keluar cepat menuju ke tempat solat fardhu (berjemaah) dan memperbanyakkan solat sunat kerana ia sebaik-baik amalan. Thauban berkata: Aku mendengar Rasulullah SAW bersabda (maksudnya): “Hendaklah kamu memperbanyakkan sujud kepada Allah, kerana setiap kali kamu sujud kepada-Nya, Allah akan angkatkan darjatmu kepada-Nya dan dihapuskan kesalahanmu.” [HR Muslim]. Ini umum untuk semua waktu.

2.Puasa. Kerana ia juga termasuk di dalam amalan soleh. Dari Hunaidah bin Khalid, dari isterinya, dari setengah isteri-isteri Rasulullah SAW berkata: “Rasulullah SAW berpuasa pada hari sembilan Zulhijjah, pada hari Asyura (10 Muharram) dan tiga hari pada setiap bulan.” [HR Imam Ahmad, Abu Daud dan Nasa’ei]
Kata Imam An-Nawawi :: Berpuasa pada hari-hari 10 adalah sunat yang sangat digalakkan.

3.Takbir, Tahlil dan Tahmid. Hadis Ibnu Umar yang di atas mengatakan: “Maka perbanyakkanlah padanya bertahlil (mengucapkan La-ilaha-illaLlah), bertakbir (mengucapkan Allahu-Akbar) dan bertahmid (mengucapkan Alhamdulillah).”
Kata Imam Bukhari: “Ibnu Umar dan Abu Hurairah menuju ke pasar pada hari-hari 10 dan bertakbir. Orang ramai yang mendengarnya kemudian turut bertakbir sama.”
Katanya lagi: “Ibnu Umar sewaktu berada di dalam khemahnya di Mina bertakbir, apabila orang ramai yang berada di masjid dan pasar mendengarnya, mereka turut bertakbir sama sehingga Mina riuh dengan suara takbir.”
Ibnu Umar t bertakbir di Mina pada hari-hari tersebut selepas mengerjakan solat, pada waktu rehat, di dalam majlis dan di semua tempat. Maka sunat mengangkat suara sewaktu bertakbir berdasarkan perbuatan Sayyidina Umar, anaknya dan Abu Hurairah.
Adalah patut sekali para muslimin sekarang menghidupkan kembali sunnah yang telah dilupakan pada hari ini, sehinggakan orang-orang yang baik pun telah melupakannya, tidak seperti orang-orang soleh yang terdahulu.

4. Puasa Pada Hari Arafah. Hendaklah berpuasa bagi sesiapa yang mampu pada hari Arafah (9 Zulhijjah) kerana amalan ini telah sabit dari Rasulullah SAW. Baginda telah bersabda mengenai kelebihannya.
“Aku mengharapkan Allah menghapuskan kesalahan setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.” [HR Muslim].
PERINGATAN: Ini hanyalah disunatkan untuk orang yang tidak mengerjakan haji sahaja. Tetapi bagi jemaah haji yang sedang berwukuf di Arafah tidak disunatkan berpuasa kerana Rasulullah SAW tidak berpuasa sewaktu Baginda wukuf di Arafah iaitu pada tahun Baginda mengerjakan haji.

5. Kelebihan Hari Raya Korban (Yaum An-Nahr), 10 Zulhijjah. Kebanyakan orang Islam telah lupa akan kelebihan hari ini. Kebesaran dan kelebihan perhimpunan umat Islam yang begitu ramai dari seluruh pelusuk dunia. Sesetengah ulama berpendapat hari ini ialah hari yang paling afdhal dalam setahun sehingga melebihi hari Arafah.

Kata Ibnu Al-Qayyim: Sebaik-baik hari di sisi Allah ialah hari Nahr, iaitu hari Haji yang besar (Hajj Al-Akbar), seperti yang tersebut di dalam Sunan Abi Daud [No.1765], hadis Rasulullah SAW yang bermaksud: “Sesungguhnya hari yang paling besar di sisi Allah ialah hari Nahr, kemudian hari Qar”. (Hari Qar ialah hari yang para jamaah haji mabit (bermalam) di Mina iaitu hari kesebelas Zulhijjah).
Setengah ulama lain pula berpendapat hari Arafah lebih afdhal kerana berpuasa pada hari itu mengampunkan dua tahun kesalahan, tidak ada hari lain yang Allah merdekakan hamba-Nya lebih ramai daripada hari Arafah dan pada hari itu juga Allah SWT turun menghampiri hamba-Nya dan berbangga kepada malaikat dengan hamba-Nya yang berwukuf pada hari tersebut.

Yang lebih tepatnya ialah pendapat yang pertama (Hari Nahr), kerana hadis telah jelas menyebutkan kelebihannya dan tidak ada yang menyalahinya.
Samada hari Nahr atau hari Arafah yang lebih utama, hendaklah setiap muslim, yang bermukim atau yang mengerjakan haji mengambil peluang ini dengan sepenuhnya untuk mendapatkan kelebihan beribadat pada keduanya.

Cara Menyambut Musim Kebajikan

1. Setiap muslim hendaklah menyambut kedatangan musim kebajikan umumnya dengan bertaubat yang sebenar-benarnya, meninggalkan segala dosa dan maksiat kerana dosalah yang menyekat manusia dari kebaikan dan menjauhkannya dari Tuhannya.

2. Menanam semangat dan azam yang kuat untuk mendapatkan keredhaan Allah SWT. Firman Allah yang bermaksud:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keredhaan) Kami, nescaya Kami tunjukkan kepada mereka jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar bersama mereka yang berbuat baik.” (Surah al-Ankabut : ayat 69).

Contohi Korban Nabi Ibrahim, Hajar dan Ismail

Perhatian kepada mereka yang ingin melakukan Ibadat korban. Sabda Rasulullah SAW, maksudnya: “Apabila masuk 10 terawal bulan Zulhijjah dan seseorang itu telah berniat untuk menunaikan ibadat korban, maka janganlah dia membuang (memotong) bulu dan kukunya.” [HR Muslim].

Kata Imam Nawawi rhm: “Para ulama berbeza pendapat tentang hukum hadis ini, Imam Ahmad dan sebahagian ulama Syafei mengatakan haram perbuatan menghilangkan bulu tadi, tetapi Imam Syafei dan ulamanya yang lain mengatakan ia adalah makruh tanzih (iaitu makruh yang sangat besar dan hampir kepada haram).” [Syarah Sahih Muslim].

Maka sebaik-baiknya bagi kita adalah mengelakkan perkara tersebut dan melakukan persedian pada awalnya lagi untuk menghadapi larangan yang besar ini.

Akhirnya, sama-samalah kita berdoa semoga kita dipilih oleh Allah untuk termasuk ke dalam golongan mereka yang berlumba-lumba untuk melakukan kebaikan.

http://www.abuanasmadani.com


Viewing all 270 articles
Browse latest View live