Quantcast
Channel: Jalan Akhirat
Viewing all 270 articles
Browse latest View live

Nikmat dalam kubur

$
0
0

Slide4

Arwah Orang-orang yang beriman akan mendapatkan kenikmatan yang besar di alam kuburnya, kenikmatan yang mereka dapatkan berbeda-beda, tentunya tergantung amal-amal yang mereka usahakan ketika hidup didunia.
.
1. Mendapatkan Rezeki di sisi Allah di Surga
.
Ayat ini berkenaan dengan para Syuhada’ Uhud. Diantara Rizki yang mereka dapatkan adalah Arwah mereka di tempatkan di dalam tembolok / perut burung-burung hijau yang bertengger di lentera-lentera yang berada di bawah Aras yang tinggi, mereka dibawa terbang kemana-mana didalam surga. Dan berbincang-bincang bersama Allah, dan inilah kenikmatan yang tertinggi yang akan diraih oleh para Syuhada’.
.
Allah Ta’ala berfirman:
.
وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِنْدَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ
Artinya:
Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup disisi Tuhan mereka dengan mendapat rezki. (QS Ali Imran 169)

Dijelaskan didalam hadits:
.
Dalam Shahih Muslim, dari Masyruq rahimahullah, berkata: “Kami bertanya kepada Abdullah tentang ayat ini (QS. Ali Imran: 169)
Dia menjawab, “adapun kami telah bertanya tentang hal (kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), lalu Nabi menjawab:
.
أرواحهم في جوف طير خضر لها قناديل معلقة بالعرش تسرح من الجنة حيث شاءت ثم تأوي إلى تلك القناديل فاطلع إليهم ربهم اطلاعة فقال هل تشتهون شيئا قالوا أي شيء نشتهي ونحن نسرح من الجنة حيث شئنا ففعل ذلك بهم ثلاث مرات فلما رأوا أنهم لن يتركوا من أن يسألوا قالوا يا رب نريد أن ترد أرواحنا في أجسادنا حتى نقتل في سبيلك مرة أخرى فلما رأى أن ليس لهم حاجة تركوا
Artinya:
“Sesungguhnya ruh-ruh para syuhada’ itu ada di dalam tembolok burung hijau. Baginya ada lentera-lentera yang tergantung di ‘Arsy. Mereka (bersama burung) bebas menikmati surga sekehendak mereka, kemudian singgah pada lentera-lentera itu. Kemudian Rabb mereka memperlihatkan diri kepada mereka dengan jelas, lalu bertanya: “Apakah kalian menginginkan sesuatu?” Mereka menjawab: “Apalagi yang kami inginkan sedangkan kami bisa menikmati surga dengan sekehendak kami?” Rabb mereka bertanya seperti itu sebanyak tiga kali. Maka tatkala mereka merasa bahwasanya mereka harus minta sesuatu, mereka berkata, “Wahai Rabb kami! kami ingin ruh kami dikembalikan ke jasad-jasad kami sehingga kami dapat berperang di jalan-Mu sekali lagi. “Maka tatkala Dia melihat bahwasanya mereka tidak mempunyai keinginan lagi, mereka ditinggalkan.” (HR. Muslim)
.
2. Mendapatkan Rezeki di sisi Allah di Pintu Surga
.
Ada ruh dari beberapa syuhada yang tertahan di pintu syurga dan tidak dapat masuk kedalam syurga karena hutang yang belum terlunasi.
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
.
عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ جَحْشٍ أَنَّ رَجُلًا جَاءَ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ مَا لِي يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ قُتِلْتُ فِي سَبِيلِ اللَّهِ قَالَ الْجَنَّةُ قَالَ فَلَمَّا وَلَّى قَالَ إِلَّا الدَّيْنَ سَارَّنِي بِهِ جِبْرِيلُ عَلَيْهِ السَّلَام آنِفًا
.
Abdullah Bin Jahsy berkata,bahwa seorang datang menemui Nabi, dan berkata” Wahai Rasulullah,,apa yang kelak aku dapatkan jika aku terbunuh dijalan Allah..? Nabi menjawab..”Syurga” ketika orang itu beranjak pergi Nabi berkata : ”Kecuali jika Ia Masih menanggung Hutang,baru saja Jibril memberitahukan kepadaku”. (Shahih, HR Imam Nasa’I (3155) di shahihkan oleh syeikh Al-Albani)

2. Ruhnya dikumpulkan bersama Arwah orang-orang beriman di Suatu Tempat di langit
.
Adapula yang mendapatkan rizki yang seperti ini, mereka dikumpulkan atara arwah satu dengan yang lainnya dan beristirahat, tanpa beraktivitas apapun.
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
.
خرج النسائي و ابن حبان في صحيحه من حديث أبي هريرة رضي الله عنه [ عن النبي صلى الله عليه و سلم في ذكر خروج الروح ورفع الى السماء وقال في روح المؤمن …فيأتون به أرواح المؤمنين فلهم أشد فرحا به من أحدكم بغائبه يقدم عليهم فيسألونه ما فعل فلان فيقولون دعوه حتى يستريح فإنه كان في غم الدنيا …..
.
Artinya:
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam menyebutkan tentang keluarnya ruh manusia (dari jasadnya) lalu dibawa oleh para malaikat ke langit, Nabi Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Arwah orang-orang yang beriman akan bertemu dengan arwah mukminin yang lain, maka mereka jauh lebih bergembira daripada kalian dengan dengan saudara kalian yang tidak hadir, lalu malaikat mempertemukan arwah ini kepada mereka (teman-temannya), maka mereka saling bertanya-tanya, apa yang di kerjakan oleh si fulan ini. Lalu para malaikat berkata: doakan fulan ini sampai dia beristirahat, sesungguhnya ia telah selesai dari keletihan dunia….” (HR Al-Bazzar (9542), lafadz milik Al-Bazzar, Al-Hakim (1302), dan Ibnu Hibban (3014), di shahihkan oleh Imam Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Iroqi, Al-Arna’ut, Al-Mundziri, Al-Albani (Shahih Targhib Wat Tarhib (3559))
.
Dalam riwayat lain, sebagai syawahid:
.
عَنِ اْلحَسَنِ ، قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إذَا مَاتَ الْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ تَلْقَى رُوْحُهُ أرْوَاحَ المؤمنِيْنَ هَذا حَدِيْثٌ مُرْسَلٌ صَحِيْحُ اْلإسْنَادِ
Artinya:
Dari Hasan dia berkata : telah bersabda Rasulullah SAW : apabila seorang hamba mu’min meninggal dunia maka ruhnya bertemu dengan ruh-ruh orang-orang beriman.
HR Al Hakim Al Mustadrak 9:197 No 3927. Imam Hakim berkata : ini hadits mursal, sanadnya shohih.
.
.
3. Mendapatkan Harum dan Wanginya Surga saat berada di kuburnya
.
Ada sebagian Arwah yang beriman yang berada di Alam Kuburnya, Mereka Diberikan hamparan permadani dari surga, dibukakan baginya pintu menuju surga sehingga ia memperoleh harum dan wanginya surga, diberi pakaian dari surge, dan kuburannya diperluas sejauh mata memandang.
.
Dalam hadits disebutkan:
.

عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ… فَأَفْرِشُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَأَلْبِسُوهُ مِنَ الْجَنَّةِ وَافْتَحُوا لَهُ بَابًا إِلَى الْجَنَّةِ قَالَ فَيَأْتِيهِ مِنْ رَوْحِهَا وَطِيبِهَا وَيُفْسَحُ لَهُ فِي قَبْرِهِ مَدَّ بَصَرِهِ
Artinya:
Telah menceritakan kepada kami Abu Mu’awiyah, berkata: Telah menceritakan kepada kami Al-A’masy dari Minhal bin ‘Umar dari Zaadzan dari Al Barra’ bin ‘Azib berkata, … hamparkanlah surga dan berilah pakain surga untuknya, dan bukakanlah baginya satu pintu surga, Nabi bersabda:, lalu hamba itu memperoleh harum dan wanginya surga lalu kuburannya diperluas sejauh mata memandang. [Ahmad 37:490 No 17803, Thabrani 6:187 No 2731, dishahihkan oleh imam Al-Hakim, Ibnul Qayyim dalam I’lamul Muwaqqi’in (1/214), Al-Arna’ut, Al-Albani, dll (Ahkamul-Jana’iz (1/159))]

4. Di istirahatkan di kuburnya dari Kepayahan Dunia
.
Dalam hadits disebutkan:
.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ بْنِ رِبْعِيٍّ أَنَّهُ كَانَ يُحَدِّثُ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُرَّ عَلَيْهِ بِجَنَازَةٍ فَقَالَ مُسْتَرِيحٌ وَمُسْتَرَاحٌ مِنْهُ قَالُوا يَا رَسُولَ اللهِ مَا الْمُسْتَرِيحُ وَالْمُسْتَرَاحُ مِنْهُ فَقَالَ اَلْعَبْدُ الْمُؤْمِنُ يَسْتَرِيحُ مِنْ نَصَبِ الدُّنْيَا وَالْعَبْدُ الْفَاجِرُ يَسْتَرِيحُ مِنْهُ الْعِبَادُ وَالْبِلَادُ وَالشَّجَرُ وَالدَّوَاب
.
Artinya:
Dari Ma’bad bin Ka’ab bin Malik dari Abu Qatadah bin Rabi’i bahwa ia menceritakan bahwasanya; Suatu ketika jenazah lewat di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau bersabda: “MUSTARIIH dan MUSTARAAH.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah itu MUSTARIIH dan MUSTARAAH?” beliau menjawab, “Mustariih adalah Seorang hamba yang beriman beristirahat dari kepayahan /keletihan dunia, adapun Mustaraahun Minhu adalah berkenaan seorang hamba yang fajir (berbuat kedzaliman, durhaka kepada Allah, dll), malah justru seluruh hamba, negeri, pepohonan dan binatang melata bisa beristirahat dari sifat fajirnya (kedzalimannya). (HR. Muslim, 5: 48, Abdur Rozaq, 3:443)
.
5. Didatangi oleh Amal Baiknya yang menyerupai dirinya di Kuburnya
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
.
عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ قَالَ… وَيَأْتِيهِ رَجُلٌ حَسَنُ الْوَجْهِ حَسَنُ الثِّيَابِ طَيِّبُ الرِّيحِ فَيَقُولُ أَبْشِرْ بِالَّذِي يَسُرُّكَ هَذَا يَوْمُكَ الَّذِي كُنْتَ تُوعَدُ فَيَقُولُ لَهُ مَنْ أَنْتَ فَوَجْهُكَ الْوَجْهُ يَجِيءُ بِالْخَيْرِ فَيَقُولُ أَنَا عَمَلُكَ الصَّالِحُ فَيَقُولُ رَبِّ أَقِمْ السَّاعَةَ حَتَّى أَرْجِعَ إِلَى أَهْلِي وَمَالِي
Artinya:
Dari Al Barra’ bin ‘Azib berkata, … Lalu datanglah kepadanya seorang yang rupawan, pakainnya indah, wanginya semerbak, lalu orang itu kata “Bergembiralah dengan kabar yang menggembirakanmu. Inilah hari yang dijanjikan untukmu. Si mayit bertanya kepadanya, siapa kamu ini sebenarnya?, kamu membawa kebaikan! Lalu ia menjawab: aku adalah amal-salihmu. Lalu ia (jenazah) tadi berdo’a meminta kepada Allah: “Ya rabb, segerakan hari kiamat, sehingga aku bisa kembali menemui keluargaku (golongan ahli surga) dan hartaku (kenikmatan surga). [Ahmad 37:490 No 17803, Thabrani 6:187 No 2731 dishahihkan oleh imam Al-Hakim, Al-Arna’ut, Al-Albani, dll (Takhrij Al-Misykah (1/47 no. 131)]]

6. Diluaskan dan diterangi Alam kuburnya
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
.
عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى أَبِي سَلَمَةَ وَقَدْ شَقَّ بَصَرُهُ فَأَغْمَضَهُ ثُمَّ قَالَ إِنَّ الرُّوحَ إِذَا قُبِضَ تَبِعَهُ الْبَصَرُ فَضَجَّ نَاسٌ مِنْ أَهْلِهِ فَقَالَ لَا تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ إِلَّا بِخَيْرٍ فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ يُؤَمِّنُونَ عَلَى مَا تَقُولُونَ ثُمَّ قَالَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ )لِأَبِي سَلَمَةَ (وَارْفَعْ دَرَجَتَهُ فِي الْمَهْدِيِّينَ وَاخْلُفْهُ فِي عَقِبِهِ فِي الْغَابِرِينَ وَاغْفِرْ لَنَا وَلَهُ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ وَافْسَحْ لَهُ فِي قَبْرِهِ وَنَوِّرْ لَهُ فِيهِ
Artinya:
Dari Umi Salamah ia berkata; Rasulullah saw masuk ke rumah Abi Salamah, matanya terbelalak lalu Rasul memejamkannya kemudian beliau bersabda : sesungguhnya ruh itu apabila dicabut, maka mata itu mengikutinya,lalu keluarganya ada yang menjerit, lalu beliau bersabda : janganlah kalian bicara kecuali kebaikan, karena sesungguhnya malaikat mengamini atas apa yang kalian katakan kemudian beliau berdoa : Ya Allah Ampunilah….. dan tinggikan derajatnya dengan orang-orang yang mendapat petunjuk dan berilah ganti (yang lebih baik) pada orang-orang yang ditinggalkannya, ampunilah dosa kami dan dia, Ya Tuhan semesta Alam, luaskanlah dan terangilah alam kuburnya. [HR Muslim 4:480 No 1528, Abu Daud 8:379 No 2711, Ahmad 53:494 No 25332, Baihaqi 3:384]
.
Dalam hadits disebutkan:
.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «الْمُؤْمِنُ فِي قَبْرِهِ فِي رَوْضَةٍ، وَيُرَحَّبُ لَهُ قَبْرُهُ سَبْعِينَ ذِرَاعًا، وَيُنَوَّرُ لَهُ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، أَتَرَوْنَ فِيمَا أُنْزِلَتْ هَذِهِ الْآيَةُ»: {فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا، وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى} [طه: 124]، قَالَ: «أَتَدْرُونَ مَا الْمَعِيشَةُ الضَّنْكُ؟»، قَالُوا: اللَّهُ وَرَسُولُهُ [ص:522] أَعْلَمُ، قَالَ: «عَذَابُ الْكَافِرِ فِي قَبْرِهِ، وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ إِنَّهُ لَيُسَلَّطُ عَلَيْهِمْ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ تِنِّينًا، أَتَدْرُونَ مَا التِّنِّينُ؟»، قَالَ: «تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ حَيَّةً لِكُلِّ حَيَّةٍ سَبْعَةُ رُءُوسٍ يَنْفُخُونَ فِي جِسْمِهِ وَيَلْسَعُونَهُ، وَيَخْدِشُونَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ» رواه أبو يعلى [حكم حسين سليم أسد] : إسناده حسن

Artinya:

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu Anhu berkata: Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: “Orang mukmin di dalam kuburnya seperti raudhah (taman), dilapangkan kuburnya sejauh tujuh puluh hasta, di sinari kuburnya seperti cahaya bulan purnama. Taukah kalian tentang apa ayat yang diturunkan ini..?!,

{فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا، وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى} [طه: 124]،
Para sahabat menjawab: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu”. Lalu nabi berkata: tentang Adzab kubur orang kafir di kuburnya, Demi jiwaku yang berada di Tangan-Nya, sesungguhnya orang kafir akan di sengat 99 TINNIN, apakah kalian tahu tentang TINNIN..?!!, (Ternyata Para Sahabat Juga Tidak Tahu),

lalu Nabi melanjutkan sabdanya: “itu adalah 99 Ular, setiap 1 ular memiliki 7 kepala, semua kepala meniup-niup pada orang kafir itu yang di kubur itu, lalu menyengatnya, dan merobek-robeknya sampai hari kiyamat.” (Hadits Hasan, HR Ibnu Hibban, Abu Ya’la, dll. di Shahihkan oleh Al-Baihaqi, di hasankan oleh Al-Arna’ut, Husain Sulaim Asad, dll.)
.
7. Diperlihatkan Surga Pagi dan Sore di Kuburnya
.
Dalam sebuah hadits disebutkan:
.
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا مَاتَ عُرِضَ عَلَيْهِ مَقْعَدُهُ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ إِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ فَمِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ النَّارِ فَمِنْ أَهْلِ النَّارِ فَيُقَالُ هَذَا مَقْعَدُكَ حَتَّى يَبْعَثَكَ اللهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Artinya:
Dari Abdullah bin Umar ra, sesungguhnya Rasulullah saw bersabda ; sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila meninggal diperlihatkan tempat kembalinya, pada waktu pagi dan sore, jika dia dari ahli surga maka dia melihat termasuk ahli surga dan jika dia dari ahli neraka, maka dia melihat termasuk ahli neraka. Lalu dikatakan ini tempatmu sampai Allah bangkitkan kamu pada hari Kiamat.
HR Bukhari 1:296 No 1379, 3240, 6515. Muslim 14:26 No 5110
.
Dari dalil-dalil diatas bisa dirinci dan dipahami tanpa ada kontradiksi antara satu sama lainnya, bahwa arwah orang yang beriman ada yang berada di langit (di surga) dan di bumi (di alam kuburnya) tergantung amalan – amalan yang mereka kerjakan, mereka semua orang-orang yang mendapatkan rizki dari Allah di alam Barzah. Adapun mengenai Arwah Para Nabi, mereka di tempatkan bersama Para Makhluk Allah yang Mulia Yaitu Para Malaikat di Langit, Sebagaimana Hadits-Hadits Yang Berhubungan dengan Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam.
Wallahu Ta’ala A’lam


SYEIKH YAHYA AL KHOLIDI NAKSYAHBANDI

RAHSIA KEHEBATAN WANITA NEGERI SURIAH

$
0
0

Slide61

SUATU hari saya pernah bertanya kepada asy Syeikh Kholid (semoga Allah Subhanahu Wata’ala menjaga beliau) tentang wanita Suriah dengan segala keunggulannya berdasarkan keumumannya.

Inilah jawaban yang beliau berikan mungkin bisa dijadikan pertimbangan bagi lelaki yang menikahi wanita Suriah meski sangat kental subjektivitasnya.

Pertama, wanita Dimasyq (Damaskus) masyhur dengan rasa cinta kasihnya yang mendalam terhadap suami. Selain itu mereka dikenal multazimah (komitmen) terhadap ajaran agama islam

Kedua, wanita Himsh (Homs) terkenal dengan kejelitaan wajahnya. Perempun Suriah secara umum memang cantik jelita. Namun wanita Homs mempunyai kecantikan di atas rata-rata perempuan Suriah lainnya.

Ketiga, wanita Aleppo (Halab), jika Anda penikmat kuliner Suriah maka wanita Halab sangat cocok untuk dijadikan istri. Selain piawai membuat masakan yang mak-nyuss memasak memang merupakan kegemarannya. Sangat cocok juga bagi yang ingin mengembangkan usaha rumah makan

Keempat, wanita Idlib adalah tipe pekerja keras bahkan untuk melakukan beberapa pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki.

Tidak seperti kebanyakan wanita Suriah yang meghabiskan waktu di rumah. Wanita Idlib banyak bekerja di luar bahkan sampai keluar daerah lain.

Kelima, wanita Lattakia adalah wanita yang sangat peduli dengan kerapian dan kebersihan rumah. Susah mereka untuk melihat onggokan sampah ataupun barang perabot rumah berserak berantakan. Selain itu mereka juga dikenal sangat sayang dan perhatian dengan anak-anak.

Menurut beliau untuk dijadikan istri yang paling mantab adalah wanita Dimasyq kemudian wanita Lattakia. Namun akan sangat merugi jika saat ini berkesempatan ke Suriah hanya untuk mencari wanita yang hendak diperistri. Karena perempuan perempuan yang jauh lebih cantik dari perempuan suriah bertebaran menanti untuk dipinang dengan mahar syahadah-Hurun ‘in (bidadari bermata jeli). Namun jika berhasil menyunting Muslimah mujahidah sholihah Suriah, insyaAllah beruntung dunia akhirat.

Ada pernyataan Ibnu Kholdun dalam kitab “Muqoddimah” tentang wanita Suriah (Syam) yang terkenal cantik-cantik.

من تزوج ﺛﻢ مات ولم يزوج المرءة الشامية كانه يموت ولم يتزوج

“Barangsiapa belum menikahi wanita syam, seakan-akan dia belum memiliki istri alias membujang.”

Syam atau Negeri Syam (Bilād as-Syam) adalah sebuah daerah terletak di timur Laut Mediterania, barat Sungai Efrat, utara Gurun Arab dan sebelah selatan Pegunungan Taurus.

Pada saat ini Negeri Syam merujuk ke sejumlah tempat di Timur Tengah, di antaranya: Libanon, Palestina, Suriah, sejumlah tempat dinegara ini memakai nama Syam. Negeri Syam merupakan “Negeri Kebaikan” karena diberkahi dan dinaungi sayap malaikat rahmat.

Rasulullah banyak menyampaikan riwayat penting terkaih keberkahan Syam dan hubungannya dengan akhir zaman.

“Beruntunglah negeri Syam. Sahabat bertanya: Mengapa? Jawab Nabi shollalllahu ‘alaihi wa sallam: Malaikat rahmat membentangkan sayapnya di atas negeri Syam.” (HR. Imam Ahmad)

Dalam riwayat lain Rasulullah juga menyampaikan, “Pada akhirnya umat Islam akan menjadi pasukan perang: satu pasukan di Syam, satu pasukan di Yaman, dan satu pasukan lagi di Iraq. Ibnu Hawalah bertanya: Wahai Rasulullah, pilihkan untukku jika aku mengalaminya. Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam: Hendaklah kalian memilih Syam, karena ia adalah negeri pilihan Allah, yang Allah kumpulkan di sana hamba-hamba pilihan-Nya, jika tak bisa hendaklah kalian memilih Yaman dan berilah minum (hewan kalian) dari kolam-kolam (di lembahnya), karena Allah menjamin untukku negeri Syam dan penduduknya.” (HR. Imam Ahmad). Wallahu A’lam bish Showab.*

3 ORANG MENINGGAL DUNIA KETIKA BERSULUK TAREKAT NAQSABANDIYAH

$
0
0

Slide19

Jakarta, CNN Indonesia — Tiga orang meninggal dunia saat mengikuti suluk atau zikir Tarekat Naqsabandiyah di Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu. Jumlah peserta yang meninggal ini dilaporkan bertambah dua dari sebelumnya satu orang.

Petugas medis dari Dinas Kesehatan Rejang Lebong yang bertugas di klinik perguruan Tarekat Naqsabandiyah di Desa Suka Datang, Asri mengatakan peserta suluk yang meninggal dunia di RSUD Curup tersebut adalah Umar Farruk (30) asal Way Kanan Lampung, dan Sumarno (56) yang berasal dari Belitang, OKU Timur, Sumatera Selatan.

“Kedua jamaah tersebut sebelumnya sempat dirujuk ke RSUD Curup karena sakit dan membutuhkan penanganan yang serius akibat penyakit gula darah dan lambung. Jenazah sudah diantar ke pihak panitia daerah masing-masing,” katanya seperti dilaporkan Antara, Kamis (31/5).

Sebelumnya peserta suluk Tarekat Naqsabandiyah yang meninggal dunia pada pelaksanaan suluk gelombang pertama ini adalah Katinem (53), warga Desa Sungai Belida, Kecamatan Lempuing Jaya, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan.

Wakil Ketua Umum Tarekat Naqsabandiyah Rejang Lebong, M Eddy Rusman ditemui di perguruan Tarekat Naqsabandiyah di Desa Suka Datang, Kecamatan Curup Utara, Selasa, mengatakan, dari 486 peserta suluk gelombang pertama, mendiang Katimen meninggal dunia pada Senin (28/5) siang sekitar pukul 12.25 WIB atas nama Katinem (53).

Selain adanya korban meninggal dunia yang mengikuti kegiatan zikir selama 10 hari 10 malam dalam setiap bulan Ramadhan ini juga lima orang lainnya dikembalikan ke daerah asalnya karena sakit, dan ada juga yang meminta dipulangkan karena tidak sanggup mengikutinya.

“Berdasarkan hasil diagnosa dari petugas medis RSUD Curup diketahui korban meninggal dunia karena mengidap penyakit gula darah dan hypertensi,” ujarnya.

Katinem, kata dia, awalnya masih sehat, cuma mengeluh sesak napas dan kemudian berobat di klinik yang ada di peguruan Tarekat Naqsabandiyah, namun kemudian dirujuk ke RSUD Curup dan setengah jam dirawat meninggal dunia. Jenazah sudah dikembalikan ke daeranya.

Sementara itu untuk lima orang lainnya yang dipulangkan oleh panitia suluk, tambah dia, karena menderita sakit atau tidak sanggup mengikuti kegiatan ini antara lain Sri Indah warga asal Way Kanan, Provinsi Lampung. Dedi Irawan, warga Kota Lubuklinggau, Sumsel.

Pelaksanaan suluk atau zikir bersama yang dilaksanakan oleh pengajian tassawuf Tarekat Naqsabandiyah Rejang Lebong tahap pertama ini dilakukan selama 10 hari Ramadhan atau pada 19-29 Mei 2018 dengan peserta sebanyak 486 orang yang berasal dari berbagai daerah di Tanah Air. (DAL)

BERSULUK DAN PENGERTIANNYA

$
0
0

Slide63

Pengertian Suluk
Perkataan suluk itu datangnya dari perkataan Indonesia seperti rujukan dalam Kamus Besar Indonesia iaitu :
1. suluk – jalan ke arah kesempurnaan batin; tasawuf; tarekat
2. pengasingan diri; khalwat;bersuluk – mengasingkan diri; berkhalwat.

Bersuluk itu adalah kombinasi perbuatan beruzlah dan berkhalwah dalam istilah Ilmu Tasawuf.Ia dipanggil iktikaf di dalam ilmu Feqah.Iktikaf itu tertentu di dalam masjid.

Beruzlah itu meninggalkan kampong halaman atau rumah menuju ke suatu tempat
kemudian duduk di tempat itu tidak keluar-keluar 10 hari 10 malam atau 40 hari 40 malam itu dinamakan khalwah.Ia juga dipanggil khalwah fil uzlah manakala
khalwah fil jalwah pula , walaupun si salik itu berjalan,hatinya nampak Allah.

Ia adalah satu praktis secara intensif melakukan zikrullah bermula dengan berbilang -bilang hinggalah berzikir sampai tidak terbilang seperti air yang mengalir.Maka mudah dan cepatlah hati sanubari itu menerima tarqiyah dari Allah,
dibukakan hijab dan tutupan hati untuk melangkah dari alam nasut ( alam sifat
kemanusiaan ) ke alam malakut ( alam lakaran ) kemudian ke alam jabarut
( alam sifat ) seterusnya ke alam lahut ( kesedaran sifat ketuhanan ).
Salik akan dapat memerhatikan Allah dengan Allah, basrahu bi basrihi.

Ia suatu bentuk beribadat yang terasing daripada manusia lain atau orang lain
yang bukan dari kalangan jamaah supaya tiada gangguan ketika bersuluk itu.
Ia suatu cara atau kaedah untuk tabattal ilaihi tabtiila , memutuskan
hubungan dengan yang lain selain dari ingat Allah.

Ahli-ahli Sufi sepakat mengatkan bahawa jiklu hendak menemui Allah mestilah melalui jalan fana’’dan jalan fana’ itu boleh diperolehi melalui suluk.

Salik atau orang yang bersuluk itu dipimpin taubat dan zikirnya oleh Guru Mursyid.Salik melakukan solat taubat dan berzikir berterusan sepanjang suluk itu berjalan.Jika duduk seorang diri di dalam bilik di rumah itu tidak dipanggil bersuluk kerana tiada pengawasan guru.

Hikmah Dan Laduni
Orang yang bersuluk itu akan dikurniakan pelbagai hikmah dan ilmu laduni sekiranya mereka itu benar-benar ikhlas dan segala kejadian itu lalui dengan mata kepala samada dengan penglihatan, dengan bau atau rasa.Ketika itu murid tidak boleh mengendalikan dirinya sendiri kecuali ada bimbingan guru yang faham akan setiap situasi yang berlaku kepada murid ketika itu kerana untuk mengenal Allah itu mestilah dengan wasitah.Syeikh (Guru Mursyid) itulah yang menjadi wasitah bagi menyampaikan murid kepada Allah.

Imam Ghazali menerangkan mengenai Ilmu Suluk ini iaitu sangat jauh perbezaan
antara mengetahui makna sihat atau kenyang dengan mengalami sendiri rasa sihat
dan kenyang itu malah beliau ada mengarang sebuah kitab mengenainya diberi
nama Suluk as-Sultanah.

Kita pergi menunaikan haji dengan tubuh yang zahir menziarahi Kaabah manakala
bersuluk pula pergi menemui Tuan Kaabah secara rohaniah.Salik akan berzikir
dengan zikir Ismu Dzat ,yakni zikir yang membolehkan salik itu mendapat tarikan
(jazbah ) kepada Allah.Apabila salik telah mendapat tarikan yang kuat kepada Allah,si salik ini akan dapat memulakan semula kata-kata yang pernah manusia ucapkan suatu ketika dahulu di alam roh iaitu ” alastu birobbikum ; qooluu balaa syahidna ” – Al A’raf ayat 172.

Kita lihat bagaimana bayi yang baru lahir ke dunia akan menanggis kerana sedih
untuk meninggalkan Allah dan bila seseorang itu bersuluk dan sempurna suluknya
itu hingga sampai ke peringkat makrifatullah ,Tuhan ibaratnya berkata ; ‘dah lama hati engkau tidak memandang Aku. Jadi, silakan…silakan..masuklah engkau dengan musyahadah’..

Hati itu tempat simpannya iman, wadah berbagai rahsia ghaib dan juga punca
terpancarnya berbagai nur.Hati itu perlu digilap,perlu dihidupkan agar tidak ia menjadi seperti ais ; gelap dan tidak telus.Cara mengasuhnya adalah dengan berzikrullah secara khusus ,istiqamah dan terpimpin.

Zikirullah dan Khalwat Sunnah Nabi
Zikrullah dan khalwat ini adalah sunah Nabi yang paling awal,sejak di Gua Hira’ lagi.Nabi Muhammad S.A.W juga telah pergi berkhalwah di Jabal Thur bahkan Nabi
Musa a.s juga berkhalwah di Bukit Tursina seperti Firman Allah : “ dan telah Kami janjikan kepada Musa (memberikan Taurat) sesudah berlalu waktu tiga puluh malam,dan Kami sempurnakan jumlah malam itu dengan sepuluh (malam lagi), Maka
sempurnalah waktu yang telah ditentukan Tuhannya empat puluh malam.. “.
Surah al-A’raaf ayat 142.

Sabda Nabi saw :
“ Wajiblah atas engkau sentiasa berzikrullah di tempat-tempat yang sunyi “
Syeikh Abdul Kadir Isa, Haqaiq anittasawuf.

“ Orang yang ikhlas kepada Allah selama 40 hari akan timbul sumber hikmah dari
hatinya pada lisannya ”.“ Barangsiapa menambatkan akan dirinya satu malam pada
jalan Allah adalah satu malam itu baginya seperti seribu malam sembahyang dan
puasa “ HR Ibn Majah dan Usman.

“ Haqiqun bilmar’i inyyakuunalahu majaalisu yakhluu fiihaa wayazkuruu zunuubahu
fayastaqfirullaha minha – sebenar-benar bagi seseorang itu mempunyai tempat
duduk untuk ia berkhalwat di dalamnya dan mengingati dosa-dosanya dan ia meminta
ampun kepada Allah terhadap dosa-dosanya“

Darjat atau peringkat ehsan itu menurut Imam Ghazali tidak dapat dicapai dengan
cara ta’alim atau mendengar kecuali dengan cara merasa atau dzauq.Bagi mencapai
dzauq yang cepat perlulah mengikuti jalan bersuluk. ( Ihya’ Ulumuddin )

Dari ‘Aisyah r.h., dia berkata, “ Adalah Nabi S.A.W melaksanakan iktikaf dalam sepuluh hari akhir Ramadhan, lalu saya buatkan kelambu untuk beliau, lalu Rasulullah solat Subuh,kemudian memasukinya. (H.R. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Tempat Bersuluk
Tempat-tempat untuk bersuluk itu ada berbagai , ada yang di surau,ada yang dibuat dirumah Syeikh atau Guru jika murid yang bersuluk itu tidak ramai.Kalau dulunya Nabi saw beriktikaf di Gua Hira’ dan sekarang ibadat itu kebanyakannya dibuat di surau/madrasah khas atau lazimnya dipanggil rumah suluk.

Ada sesetengah rumah suluk itu menyediakan bilik-bilik kecil yang hanya muat seorang sahaja sebagai tempat berzikir tetapi ia terhadkan bilangan murid yang ingin bersuluk Oleh kerana murid yang bersuluk saban tahun makin bertambah,para syeikh memikirkan menyediakan kelambu kecil yang digantung di dalam surau atau rumah suluk sebagai tempat atau sempadan murid berzikir.

Bersuluk Perlu Pimpinan Guru Yang Mursyid
Bersuluk itu bukan bertapa.Bersuluk itu dipimpin oleh Guru Mursyid yang
menyampaikan murid atau salik itu kepada Allah,zikirnya dipimpin,taubatnya dipimpin sedangkan bertapa itu seorang diri sahaja.Solat jamaah adalah wajib bagi murid yang bersuluk yang jika dihitung selama 10 hari 10 malam,mereka akan solat jemaah selama 50 waktu.

Suluk selalunya bermula pada hari Isnin atau Khamis dan berlangsung selama 10 hari 10 malam dan ada yang melakukannya selama 40 hari 40 malam.Kekangan masa dengan kesibukan bekerja dan mencari rezeki membuatkan kebanyakan para Guru mengadakannya untuk tempoh pendek sahaja.

Nabi S.A.W bersabda,”Bahawa amalan hamba dibentang pada hari Isnin dan hari
Khamis”-Hujjatullah al Balighah- Syah Waliyullah ad-Dahlavi.

Sabda Baginda lagi,” Penghulu hari di sisi Allah adalah hari Jumaat,lagi besar dari Hari Raya Haji dan Hari Raya Fitri.Padanya 5 macam,Pertama : menjadikan Allah Nabi Adam.Kedua : diusirnya dari syurga ke bumi, Ketiga : dia diwafatkan. Keempat,tak adalah hamba Allah yang meminta pada hari itu akan diberi Allah selama ia tidak memperbuat dosa atau memutuskan saliturrahim.Kelima : padanya berdiri hari Kiamat.Dan tak adalah dari malaikat yang hampir dan tidak pula langit dan angin dan bukit dan batu melainkan semuanya sayang pada hari Jumaat ” HR as-Syafie

Maka jamaah akan mula bersuluk pada petang Khamis untuk menanamkan bibit-bibit
zikrullah dalam hati sanubari. Kaedah bersuluk itu ialah duduk berzikir siang malam beribu ribu berjuta-juta.Firman Allah,” dan orang-orang lelaki yang menyebut nama Allah banyak-banyak serta orang perempuan yang menyebut nama Allah banyak-banyak,Allah menyediakan bagi mereka semuanya keampunan dan pahala yang besar “ Surah al-Ahzab : 35.

Banyakkan Bezikir Dan Bertaubat

Berzikir secara intensif. Bertaubat dan berzikir .Berzikir bertaubat berzikir bertaubat berzikir sehinggalah Allah kurniakan warid dan tarqiyah kepada murid itu dalam bentuk pandangan atau rasa atau bau atau seumpamanya.

Barulah masa itu keadaan murid itu membetuli panggilan dari Allah,” Ya aiyatuhannafsul muttmainnah”.Rasa seperti baru dilahirkan semula.Barulah RASA
Allah itu ada bukan setakat tahu Allah itu ada sahaja. Maka cairlah hati kita pada masa itu dalam mujahadah dengan zikrullah secara berterusan.

Bersuluk tertakluk kepada adab-adab sebelum suluk,adab ketika bersuluk dan adab
selepas bersuluk.Bersuluk ini seperti suatu jihad dimana salik akan meninggalkan
segala kelaziman dalam kehidupannya,tinggalkan keseronokan,tinggalkan kemewahan
dan segala perbuatan rutin seharian semata-mata untuk berzikir kepada Allah dalam satu jangkamasa yang tertentu.

Bagaimana nak cepatkan caj hati , kenalah bersuluk dan beramal dengan amalan tariqat iaitu satu amalan yang boleh diistilahkan sebagai amalan tertentu,dengan bilangan tertentu dan di tempat-tempat tertentu.

Hikmah Bersuluk
Apa yang kita dapat selepas bersuluk itu ? Setiap mereka yang bersuluk itu yang datang dengan niat yang ikhlas semata kerana Allah ; mudah-mudahan mereka itu nanti akan :

1. Bertambah keyakinan mereka tentang wujud Allah , lebih kenal dan lebih tahu tentangNya.
2. Merasai atau melalui pengalaman dzauki dan fana’fillah, faham apa yang dinamakan makrifah ,
tahu dimana berlakunya musyahadah , faham apa itu baqo’billah dan istilah-istilah seumpamanya.
3. Menyakini kepentingan bertawassul dan berabitah.
4. Mempraktikkan adab-adab berzikir dan adab-adab bersama Guru atau orang yang alim.
5. Istiqamah dalam solat taubat.
6. Lebih memahami apa yang dikatakan oleh Ibn Atho’illah dalam Kitab Hikam.
7. Memahami kepenting ilmu tasawuf ( ilmu tariqat ) dan kepentingan beramal dengannya.
8. Rasa rendah diri ; tidak lagi mudah menilai orang lain berdasarkan kepada pakaian atau pangkat.
9. Faham apa yang dikatakan ilmu Laduni dan mudah mendapat natijah-natijah zikir.
10. Mantap pegangan kepada tauhid uluhiyyah dan rububiyyah.
11. Menyembah Allah yang sudah dikenal seperti umpama bercakap dengan orang yang kita kenal
dengan orang yang tidak kita kenal.
12. Hatinya benar-benar yakin apa yang wajib diimani.
13. Dengan bersuluk,kita dapat sebahgian walaupun tidak sepenuhnya sifat-sifat orang Ulul albab.

Prisnsip Sebenar Perjalanan Seorang Sufi
Seorang Tokoh Sufi, Imam Qusyairi menerangkan bahawa prinsip sebenar
perjalanan seorang sufi kepada Allah bersandarkan pegangan teguh kepada
ajaran Al-Quran dan sunnah.Mereka dapat mencapai hakikat kebenaran
(makrifatullah) bukan hanya dengan dalil akal semata-mata bahkan melalui
penjernihan hati dan latihan jiwa seperti bersuluk ini.

Imam Ghazali berkata : “ Ketahuilah bahawa berjalan menuju kepada Allah
Taala untuk menghampiriNya sebenarnya adalah hati bukan badannya. Maksudku ,bukan hati yang berdaging ini bahkan ia adalah satu rahsia daripada rahsia-rahsia Allah Azzawajalla yang tidak difahami oleh deria zahir.”

Siapakah yang patut bersuluk ? Ramai orang yang ingin menjadi muslim dan
mukmin tetapi jarang-jarang orang berdoa untuk menjadi mukhsein dan mukhlis.
Hanya mereka yang bersungguh-sungguh memohon kepada Allah agar ditunjuki
jalan dan dituntuniNya (dipimpin) ke arah itu. Hanya dengan jalan dzauqi sahaja,yakni melalui pengembaraan rohani semasa bersuluk ; seseorang itu akan lebih mudah sampai ke darjat ehsan.

Alasan Biasa Tidak Mau Bersuluk
Ada yang menolak amalan bersuluk atau mendalami ilmu tasawuf ini dengan
alasan mereka belum lagi habis belajar fardu ain,belum habis belajar feqah,
belum habis belajar tauhid lagi.Ada yang kata ilmu ini bukan untuk orang yang
biasa-biasa kerana ia ilmu yang tinggi.

Ada juga yang kata susah untuk bercuti selama 10 hari,tidak boleh tinggalkan
kerja,tidak boleh tinggalkan mengajar,ada yang kata susah nak tinggalkan
keluarga,ada yang kata bila bersuluk,tidak bebas melakukan sesuatu ;namun
semua alasan itu bukanlah suatu perkara yang boleh menghalang mereka yang
betul-betul dan bersungguh-sungguh mahu mengenal Allah semasa hayat ini
kerana di masa hayat lain,kita belum tentu lagi dapat berjumpa dengan Allah
SWT walaupun disaat itu kita berada di syurga sekali pun.

Ketika bersuluk,salik akan berzikir sebanyak mungkin dan menghantar zikirnya
itu ke maqam-maqam zikir tertentu kerana zikir itu ada tempat hantarannya
agar ia lebih cepat memberikan kesan pada lataif-lataif.Jika tidak tahu tempat
hantarannya,ia ibarat tiada bekas tadahan untuk penyucian.Bila tiada tempat
penyuciannya,zikir itu tercurah seperti tercurahnya air ke daun keladi.
Sebab itu zikrullah itu perlu mendapat baiahnya supaya seseorang yang berzikir
itu tahu di mana hendak ditempatkan zikirnya itu walaupun kita boleh berzikir
duduk,berdiri,berbaring,secara sirr atau jihar.

Firman Allah Diantara Matfhumnya
Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki dan
perempuan yang mukmin[1218], laki-laki dan perempuan yang tetap
dalam ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempuan yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusyuk, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa,
laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut (nama) Allah,Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar. Surah Al-Ahzab ayat 35

Barangsiapa membereskan hubungan antara dirinya dengan Allah,
nescaya Allah akan membereskan hubungan antara dia dan manusia
semuanya.Barangsiapa membereskan urusan akhiratnya nescaya Allah
akan membereskan baginya urusan dunianya.Barangsiapa selalu menjadi
penasihat yang baik bagi dirinya sendir nescaya Allah akan menjaganya
dari segala bencana.

Kamu akan disebut sebagai orang yang beruntung bukan dengan bertambahnya
harta dan putra tetapi dengan bertambahnya ilmu dan akhlak serta pengabdian
kepada Allah.Setiap kali berbuat kebajikan,kamu bersyukur kepadaNya.Setiap
kali berbuat keburukan, segera kamu memohon keampunanNya.Dan sesungguhnya
tidakada kebaikan dalam dunia ini kecuali bagi dua orang yakni mereka yang
merasa telah berbuat dosa lalu ia segera mengikutinya dengan bertaubat dan
mereka yang bersegera dalam mengerjakan kebajikan setiap kali hal itu terlintas
di hatinya.

Terbuka Hijab
PENBUKAAN HIJAB atau singkapan hijab mudah terjadi ketika bersuluk
dan memang itu pun antara tujuan diadakan suluk itu.Singkapan hijab
terbuka apabila hati sanubari murid itu telah bersih kerana adanya
taubat yang berterus-terusan dan zikrullah yang sangat banyak.

Masa terjadinya singkapan hijab itu tidak tertentu pada waktunya kerana ia bergantung seikhlas mana murid itu mencari keredhaan Allah,kesungguhannya bertaubat dari dosa besar dosa kecil,dosa yang diketahui dosa yang tidak diketahui,dosa yang disengajakan dan dosa yang tidak disengajakan dan bergantung juga banyak mana murid itu telah berzikir.

Jikalau murid itu banyak melanggar adab dalam suluk,banyak bercakap,banyak berfikir-fikir,malas berzikir dan melanggar adab-adab bersuluk dan tiada beradab pada Syeikh maka lambatlah hijab itu terbuka malah jika berterusan dia melanggar
adab , berkemungkinan suluknya itu menjadi sia-sia kerana untuk masuk ke syurga itu dengan amal ibadat tetapi untuk sampai kepada Allah itu mesti dengan adab.Adab kepada guru digarap dari adab para sahabat kepada Rasulullah S.A.W.

Hadis ada menyebutkan tentang 7 golongan manusia yang dapat perlindungan dan naugan Allah di akhirat nanti , antaranya ” dan seorang lelaki yang berzikrullah dalam keadaan bersunyi sehingga kedua-dua matanya berlinangan air mata”.HR as-Syaihani.

Adab Bersulok
Adab di dalam perjalanan tariqah diambil atau digarap dari adab para sahabat dengan Rasulullah S.A.W.Maka disambungkan ia menjadi adab antara murid dengan Guru kerana Gurulah yang menyambungkan salik atau muridnya sampai ke makrifatullah, adab di majlis-majlis ilmu adalah ketentuan juga pada adab sebelum suluk,adab semasa suluk dan adab selepas dari suluk kerana majlis-majlis ini memungkinkan kedatangan roh para Nabi dan roh para ambia’ , sebab itu adab-adab sangat-sangat perlu dijaga.

Menurut Syeikh Imam Ishak an-Naqsyabandi al-Khalidi ,” sampai kepada makrifat dengan adab ; jatuh juga kerana adab “.

Firman Allah,”Allah tidak menghendaki untuk memberikan kamu sesuatu beban yang berat, tetapi ia berkehendak untuk membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmatNya kepadamu supaya kamu berterima kasih.” (al-Maidah: 6)

Kenapa tak boleh cerita natijah dalam suluk pada orang lain ?

Kurniaan itu hanya diberikan atau diilhamkan Allah S.W.T kepada kita dan ia menjadi rahsia yang mesti disimpan.Hanya perlu melaporkan atau merepot kepada Guru mengenai sesuatu natijah itu sebagai adab.Semasa peristiwa isra’ dan mikra’,Saidina Jibrail pun tidak mengikut Nabi S.A.W ketika Baginda
mengadap Allah SWT di Sidratulmuntaha.Baginda Rasulullah S.AW bersabda,
‘ sesungguhnya setengah daripada ilmu itu sangat rahsia seperti keadaan sesuatu yang tersembunyi.’

“Berpanjangan lah ubudiyah zahir dan batin serta berkekalan lah
hadir hati serta Allah”.Wallahu a’lam bishowab

ADAB BERSULUK DALAM TAREKAT

$
0
0

Slide64

Suluk berarti perjalanan ruhani seorang hamba dengan tujuan untuk mendekatkan diri, memohon ampunan, dan berkehenda mendapat ridho Allah SWT . dengan melalui tahapan-tahapan penyucian jiwa (tazkaiatun – nafsi) yang dipraktekan ke dalam latihan-latihan ruhani( riadlatur-ruhaniah) secara istiqamah dan mudawamah.
Seseorang yang melaksanakan suluk dinamakan salik. Orang suluk beriktikaf di masjid atau surau, sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW atau Salafus Shaleh. Masa suluk itu dilaksanakan 10 hari, 20 hari atau 40 hari. Orang yang melaksanakan suluk itu wajib di bawah pimpinan seorang yang telah ma’rifat, dalam hal ini adalah Syekh Mursyid.

Setiap orang yang suluk meyakini, bahwa dirinya akan menjadi bersih dan tobatnya akan diterima oleh Allah SWT, sehingga dia menjadi taqarrub, dekat diri kepada-Nya. Syekh Amin Al Kurdi mengatakan, tidak mungkin seseorang itu sampai kepada makrifatullah dan hatinya bersih serta bercahaya, sehingga dapat musyahadah kepada yang mahbub, yang dicintai yaitu Allah SWT, kecuali dengan jalan suluk atau berkhalwat. Dengan cara inilah seseorang salik yang menghambakan dirinya kepada Allah SWT semata-mata, bisa sampai kepada yang dimaksud (Amin Al Kurdi 1994 : 430).

1.Syarat-Syarat Suluk

Syekh Amin Al Kurdi dalam bukunya “Tanwirul Qulub” mengatakan ada 20 syarat suluk:
1). Berniat ikhlas, tidak riya dan sum’ah lahir dan batin.
2). Mohon ijin dan do’a dari syekh mursyidnya, dan seorang salik tidak memasuki rumah suluk sebelum ada ijin dari syekh selama dia dalam pengawasan dan pendidikan.
3). ‘Uzlah (mengasingkan diri), membiasakan jaga malam, lapar dan berzikir sebelum suluk.
4). Melangkah dengan kaki kanan pada waktu masuk rumah suluk. Waktu masuk seorang salik mohon perlindungan kepada Allah dari godaan syetan dan membaca basmalah, setelah itu dia membaca surat An Nas tiga kali, kemudian melangkah kaki kiri dengan berdo’a,

Artinya : Ya Allah, yang menjadi pelindung di dunia dan akhirat, jadikanlah aku sebagaimana Engkau telah menjadikan penghulu kami Muhammad SAW dan berilah aku kurnia, rizki mencintai-Mu. Berilah aku kurnia, rizki mencintai kekasih-Mu. Ya Allah, sibukkanlah aku dengan kecantikan-Mu dan jadikanlah aku termasuk hamba-Mu yang ikhlas. Ya Allah hapuskanlah diriku dengan tarikan zat-Mu, wahai Yang Maha Peramah yang tidak ada orang peramah bagi-Nya. Ya Tuhan, janganlah Engkau biarkan aku tinggal sendirian, sedangkan Engkau adalah sebaik-baik orang yang mewarisi.

Setelah itu dia masuk ke Musholla lalu mengucapkan,
Artinya : Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku kepada yang menciptakan langit dan bumi dalam keadaan hanif/lurus dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik.

Kalimat itu dibaca 21 kali. Setelah itu baru melaksanakan shalat sunat 2 rakaat. Setelah membaca Al Fatihah di rakaat pertama, dibaca ayat kursi (Al Baqarah 2 : 255) dan di rakaat kedua setelah membaca Al Fatihah, dibaca Amanar Rasul (AlBaqarah 2 : 285). Dan setelah salam membaca Ya Fatah ( ) 500 kali.
Artinya : Seseorang itu memohon kepada Allah agar dibukakan makrifat-Nya.
5). Berkekalan wudlu atau senantiasa berwudlu.
6). Jangan berangan-angan untuk memperoleh keramat.
7). Jangan menyandarkan punggungnya ke dinding.
8). Senantiasa menghadirkan musyid.
9). Berpuasa.
10). Diam, tidak berkata-kata kecuali berzikir atau terpaksa mengatakan sesuatu yang ada kaitannya dengan masalah syariat. Berkata-kata yang tidak perlu akan menyia-nyiakan nilai khalwat dan akan melenyapkan cahaya hati.
11). Tetap waspada terhadap musuh yang empat, yaitu syetan, dunia, hawa nafsu dan syahwat.

12). Hendaklah jauh dari gangguan suara-suara yang membisingkan.
13). Tetap menjaga shalat jum’at dan shalat berjama’ah karena sesungguhnya tujuan pokok dari khalwat adalah mengikuti Nabi SAW.
14). Jika terpaksa keluar haruslah menutupi kepala sampai dengan leher dengan memandang ke tanah.
15). Jangan tidur, kecuali sudah sangat mengantuk dan harus berwudlu. Jangan karena hendak istirahat badan, bahkan jika sanggup, jangan meletakkan rusuk ke lantai/berbaring dan tidurlah dalam keadaan duduk.
16). Menjaga pertengahan antara lapar dan kenyang.
17). Jangan membukakan pintu kepada orang yang meminta berkat kepadanya, kalau meminta berkat hanya kepada Syekh-Syekh Mursyid.
18). Semua nikmat yang diperolehnya harus dianggapnya berasal dari Syekh-Syekh Mursyid, sedangkan Syekh-Syekh Mursyid memperolehnya dari Nabi Muhammad SAW.
19). Meniadakan getaran dan lintasan dalam hati, baik yang buruk maupun yang baik, karena lintasan-lintasan itu akan membuyarkan konsentrasi munajat kepada Allah SWT sebagai hasil dari zikir.
20). Senantiasa berzikir dengan kaifiat yang telah ditetapkan oleh syekh Syekh Mursyid baginya, hingga sampai dengan dia diperkenankan atau dinyatakan selesai dan boleh keluar (Amin Al Kurdi 1994 : 430-431).

Pelaksanaan suluk pimpinan Prof. Dr. H. Saidi Syekh Kadirun Yahya disamping memenuhi syarat suluk tersebut, adalagi ketentuan adab suluk yang pada prinsipnya sama dengan syarat suluk yang 20 tadi. Ada 21 adab suluk yang inti pokoknya mengatur ketentuan-ketentuan orang yang suluk itu supaya mendapatkan hasil maksimal dalam suluknya. Ada lagi 9 (sembilan) adab setelah keluar dari suluk, yang harus diperhatikan dan dipedomani agar hasil Ubudiyah suluk itu dapat dipertahankan dan bahkan dapat lebih ditingkatkan lagi.

ADAB BERZIKIR DALAM THARIQAT

$
0
0

Slide65

Untuk melaksanakan dzikir didalam thariqoh ada tata krama yang harus diperhatikan, yakni adab berdzikir. Semua bentuk ibadah bila tidak menggunakan tata krama atau adab, maka akan sedikit sekali faedahnya. Dalam kitab Al-Mafakhir Al-’Aliyah fi al-Ma-atsir Asy-Syadzaliyah disebutkan, pada pasal Adab adz-Dzikr, sebagaimana dituturkan oleh Asy-Sya’roni, bahwa adab berdzikir itu banyak tetapi dapat dikelompokkan menjadi 20 (dua puluh), yang terbagi menjadi tiga bagian; 5 (lima) adab dilakukan sebelum bedzikir, 12 (dua belas) adab dilakukan pada saat berdzikir, 2(dua) adab dilakukan setelah selesai berdzikir.

Adapun 5 (lima ) adab yang harus diperhatikan sebelum berdzikir adalah;

1. Taubat, yang hakekatnya adalah meninggalkan semua perkara yang tidak berfaedah bagi dirinya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, atau keinginan.

2. Mandi dan atau wudlu.

3. Diam dan tenang. Hal ini dilakukan agar di dalam dzikir nanti dia dapat memperoleh shidq, artinya hatinya dapat terpusat pada bacaan Allah yang kemudian dibarengi dengan lisannya yang mengucapkan Lailaaha illallah.

4. Menyaksikan dengan hatinya ketika sedang melaksanakan dzikir terhadap himmah syaikh atau guru mursyidnya.

5. Menyakini bahwa dzikir thariqoh yang didapat dari syaikhnya adalah dzikir yang didapat dari Rasulullah Saw, karena syaikhnya adalah naib (pengganti ) dari beliau.

Sedangkan 12 (dua belas) adab yang harus diperhatikan pada saat melakukan dzikir adalah;

1. Duduk di tempat yang suci seperti duduknya di dalam shalat..

2. Meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya.

3. Mengharumkan tempatnya untuk berdzikir dengan bau wewangian, demikian pula dengan pakaian di badannya.

4. Memakai pakaian yang halal dan suci.

5. Memilih tempat yang gelap dan sepi jika memungkinkan.

6. Memejamkan kedua mata, karena hal itu akan dapat menutup jalan indra dzahir, karena dengan tertutupnya indra dzahir akan menjadi penyebab terbukanya indra hati/bathin.

7. Membayangkan pribadi guru mursyidnya diantara kedua matanya. Dan ini menurut ulama thariqoh merupakan adab yang sangat penting.

8. Jujur dalam berdzikir. Artinya hendaknya seseorang yang berdzikir itu dapat memiliki perasaan yang sama, baik dalam keadaan sepi (sendiri) atau ramai (banyak orang).

9. Ikhlas, yaitu membersihkan amal dari segala ketercampuran. Dengan kejujuran serta keikhlasan seseorang yang berdzikir akan sampai derajat ash-shidiqiyah dengan syarat dia mau mengungkapkan segala yang terbesit di dalam hatinya (berupa kebaikan dan keburukan) kepada syaikhnya. Jika dia tidak mau mengungkapkan hal itu, berarti dia berkhianat dan akan terhalang dari fath (keterbukaan bathiniyah).

10. Memilih shighot dzikir bacaan La ilaaha illallah , karena bacaan ini memiliki keistimewaan yang tidak didapati pada bacaan- bacaan dzikir syar’i lainnya.

11. Menghadirkan makna dzikir di dalam hatinya.

12. Mengosongkan hati dari segala apapun selain Allah dengan La ilaaha illallah , agar pengaruh kata “illallah” terhujam di dalam hati dan menjalar ke seluruh anggota tubuh.

Dan 3 (tiga) adab setelah berdzikir adalah;

1. Bersikap tenang ketika telah diam (dari dzikirnya), khusyu’ dan menghadirkan hatinya untuk menunggu waridudz-dzkir. Para ulama thariqoh berkata bahwa bisa jadi waridudz-dzikr datang dan sejenak memakmurkan hati itu pengaruhnya lebih besar dari pada apa yang dihasilkan oleh riyadlah dan mujahadah tiga puluh tahun.

2. Mengulang-ulang pernapasannya berkali-kali. Karena hal ini – menurut ulama thariqoh- lebih cepat menyinarkan bashirah, menyingkapkan hijab-hijab dan memutus bisikan–bisikan hawa nafsu dan syetan.

3. Menahan minum air. Karena dzikir dapat menimbulkan hararah (rasa hangat di hati orang yang melakukannya, yang disebabkan oleh syauq (rindu) dan tahyij (gairah) kepada al-madzkur/Allah Swt yang merupakan tujuan utama dari dzikir, sedang meminum air setelah berdzikir akan memadamkan rasa tersebut.

Para guru mursyid berkata: ”Orang yang berdzikir hendaknya memperhatikan tiga tata krama ini, karena natijah (hasil) dzikirnya hanya akan muncul dengan hal tersebut.” Wallahu a’lam.

Sumber : http://tarekatqodiriyah.wordpress.com/2009/07/27/adab-berzikir/

Amalan berzikir 24 jam tanpa henti

$
0
0

Slide67

Semakin mendekat, suaranya riuh dan serentak. Di dalam bilik berukuran 10 x 5 meter, rupanya ada sekitar 40 orang yang sedang mendaras doa.

Bilik tersebut berdiri di lahan seluas satu hektare. Manakala Ramadan tiba, balai ini niscaya disesaki orang-orang yang melaksanakan suluk.

Maka apakah itu suluk?

Pimpinan pesantren, Tengku Harwalis, mengatakan suluk adalah ibadah yang dikembangkan tarikat Naqsyabandiah sekitar abad ke-13 dan ke-14 Masehi.

Ritual ini dipimpin oleh orang yang sudah memiliki ijazah dalam ilmu tasawuf alias mursyid.

Berbeda dengan ibadah iktikaf, yang doa dan bacaan zikirnya boleh dilakukan masing-masing, suluk punya bacaan tersendiri yang yang ditentukan oleh mursyid.

Ibadah ini dilaksanakan dengan sebuah target tertentu, agar nilai dan jumlah bacaan doa maupun zikir sampai pada batasnya.

Tengku Harwalis mengatakan orang-orang yang sedang melaksanakan ibadah suluk tidak pernah hentinya bertasbih, kecuali datang waktu salat, sahur dan berbuka.

“Para jamaah suluk, bertasbih selama 24 jam tanpa henti, bahkan tidurpun mereka masih tetap bertasbih dalam hatinya, kecuali hendak berbuka dan salat,” kata Tengku Harwalis kepada Hidayatullah, wartawan di Aceh yang melaporkan untuk BBC News Indonesia.

Adapun durasi suluk bisa berlangsung 10 hari, 20 hari, hingga 40 hari, yang dilaksanakan sebelum dan sesudah bulan Ramadan.

“Ada ribuan ayat dan zikir yang dibacakan oleh orang-orang yang sedang mengikuti suluk, semuanya untuk membersihkan diri dan hati dari perbuatan yang menyimpang, dan kembali kepada Allah,” jelas Harwalis.

Apa kata orang yang sudah pernah mengikuti suluk?

Nek Hendon adalah salah seorang warga Lambaro, Aceh Besar, yang hampir tak pernah absen mengikuti suluk setiap Ramadan. Namun, Ramadan kali ini pria berusia 82 tahun itu terpaksa bolos karena mengalami penyakit keropos tulang.

Saat masih aktif mengikuti suluk, Nek Hendon bergabung bersama puluhan peserta suluk lainnya di balai pengajian. Tidak sedikit dari mereka yang usianya sudah tidak lagi muda, kenang Nek Hendon.

“Ada yang ikut suluk untuk melepas nazar, mereka yang sudah tua ingin taubat nasuha, ada juga untuk mengubah diri sepenuhnya,” kata Hendon.

Di kalangan keluarga Nek Hendon, tradisi suluk sudah menjadi keturunan, karena ayahnya merupakan seorang yang membantu mursyid dalam ibadah tersebut.

“Memang benar bagi orang yang mengikuti suluk, kami hanya tidur setelah salat subuh selama dua jam, bahkan tidak makan daging, ikan, telur dan lainnya. Bagi orang yang suluk mereka hanya makan nasi dengan sayur,” kata Hendon.

Menanggapi ibadah suluk, Guru Besar Ilmu Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin UIN Ar-Raniry, Profesor Syamsul Rijal, menilai ritual itu positif dan sangat baik.

Namun, dia menyayangkan satu hal, yaitu semua orang seperti berlomba-lomba beribadah tatkala bulan Ramadan tiba, tapi abai selepas Ramadan.

“Seakan membuat matematika ibadah, untuk momen pengampunan, melepas nazar, dan hal lainnya,” tutupnya.


BERZIKIR DALAM KELAMBU SELAMA 10 HARI

$
0
0

Slide69

SEMIDANG GUMAY – Sekitar 100 Jamaah Pengajian ilmu tasawuf (Suluk) akan melaksanakan 10 hari zikir di dalam kelambu selama Ramadhan di Desa Padang Panjang, Kecamatan Semidang Gumay Kabupaten Kaur.

Kasus meninggalnya jemaah Suluk tahun lalu tampaknya tak mempengaruhi antusiasme warga. Menurut informasi panitia, sampai saat ini peserta Suluk sudah terdaftar 100 orang jamaah.

“Alhamdulillah untuk jama’ah kita tahun ini yang mendaftar sudah mencapai 100 orang jama’ah,” kata Akarim, Ketua Pegurus Tarekad Naqsabandiyah, Kaur, Kamis (2/6/2016).

Dikatakannya, 100 jama’ah itu bukan hanya dari Kaur dan Provinsi Bengkulu saja, akan tetapi ada juga dari kabupaten lain, bahkan dari provinsi tetangga, seperti Provinsi Lampung, Lahat Provinsi Sumatera Selatan dan Medan. Pelaksanaan Suluk ini akan digelar pada hari ketiga Ramadhan mendatang di tempat khusus selama 10 hari. Tempat itu disebut sebagai Surau Pelatihan Ilmu Rohani, dengan daya tampung sebanyak 200 jamaah.

“Masing-masing peserta Suluk kami sediakan kelambu ukuran 1 meter X 1,5 meter supaya bisa khusyuk berdzikir serta, nanti mereka ini di dalam kelambu ini selama 10 hari,” terangnya.

Seperti diberitakan Bengkulu Ekspres, zikir selama 10 hari di dalam kelambu ini. Untuk menghindari hal-hal tidak diinginkan seperti terjadi di beberapa kabupaten lain, pihaknya telah melakukan kerja sama dengan Dinas Kesehatan untuk membantu memberikan pertolongan apabila terjadi hal-hal tidak diinginkan.

WUKUF QALBI

$
0
0

Slide71

Pendahuluan
Amalan wuquf qalbi adalah satu daripada sebelas asas penting dalam Tarekat Naqshabandiyyah yang menjadi garis panduan utama bagi para murid untuk mencapai matlamat ma`rifah Allah. Lapan daripada sebelas asas tersebut telah iketengahkan oleh Shaykh `Abd al-Khaliq al-Ghujdawani (m.575H), manakala tiga asas lagi disempurnakan oleh Shaykh Baha’ al-Din Naqshaband (m.791H)[1]. Artikel ini cuba mencungkil secara khusus konsep amalan tersebut sebagaimana ditonjolkan oleh para tokohnya, untuk melihat aspek kepentingan amalan itu dalam institusi tarekat berkenaan. Di samping itu, artikel ini juga cuba mengenal pasti bentuk praktiknya dalam institusi Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia kini untuk melihat aspek persamaan dan perbezaan atau pembaharuan yang berlaku apabila dibandingkan dengan para tokoh Naqshabandiyyah silam. Sempena menyambut kedatangan hari raya Aidilfitri yang mulia tahun ini, penulis dengan rendah diri menghadiahkan artikel kecil ini untuk tatapan rohani para ikhwan, dengan harapan pelbagai mutiara berharga yang terdapat padanya boleh dijadikan panduan dalam usaha mendekatkan diri kepada Allah S.W.T.

Kedudukan Amalan Wuquf Qalbi Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah
Amalan wuquf qalbi adalah satu asas yang telah diperkenalkan oleh Shaykh Baha’ al-Din Naqshaband. Beliau menyifatkan bahawa wuquf qalbi merupakan satu syarat yang wajib kerana ia adalah merupakan maksud tujuan setiap amalan zikir[2]. Tanpanya amalan zikir yang dilaksanakan adalah tidak lebih menjadi suatu pergerakan lidah atau hati yang menyebut-nyebut lafaz zikir yang tidak mendatangkan faedah kepada pengamalnya[3]. Oleh sebab itu, wuquf qalbi semestinya wujud sepanjang waktu berzikir dilangsungkan dan juga dalam semua aktiviti yang dilakukan di luar waktu zikir[4]. Jika diteliti, wuquf qalbi yang juga diistilahkan oleh sesetengah tokoh Naqshabandiyyah sebagai al-hudur, al-shuhud, al-wusul dan al-wujud[5], adalah satu amalan berkait rapat dengan pelbagai asas lain yang telah diketengahkan oleh Shaykh `Abd al-Khaliq al-Ghujdawani sebelum kedatangan Shaykh Baha’ al-Din[6].

Semua istilah tersebut mengandungi pengertian tersendiri dan ia juga merupakan pelbagai adab yang perlu dipenuhi oleh seseorang murid bagi mencapai matlamat mengenal Allah menurut keyakinan mereka. Asas-asas yang dimaksudkan itu ialah:

Pertama murid hendaklah mengingati Allah (hudur) dalam setiap hembusan nafas (hush dardam);

Kedua akal dan fikirannya pula tidak dipenuhi dengan perkara selain Allah (nazar bar qadam);

Ketiga berubah daripada sifat tercela kepada sifat terpuji (safar dar watan);

Keempat hati hendaklah sentiasa hudur serta Allah walaupun sewaktu bergaul dalam masyarakat (khalwah dar anjuman);

Kelima berkekalan berzikir dengan bentuk zikir yang ditetapkan (yad kard);

Keenam hendaklah sentiasa bermunajat kepada Allah dengan satu doa khas iaitu Ilahi Anta maqsudi wa ridaka matlubi (bazkusht);

Ketujuh memelihara hati daripada sebarang bentuk lintasan ingatan selain Allah (nakah dashat);

kelapan hendaklah berkekalan hudur serta Allah tanpa paksaan (yad dashat).

Manakala dua asas lain yang pernah diperkenalkan oleh Shaykh Baha’al-Din Naqshaband selain wuquf qalbi ialah wuquf zamani dan wuquf `adadi.

Maksud wuquf zamani ialah seseorang murid hendaklah sentiasa memeriksa hal dirinya dalam tempoh setiap satu atau dua jam, sama ada ia berada dalam keadaan mengingati Allah atau sebaliknya.

Wuquf`adadi pula ialah seseorang murid yang melaksanakan amalan zikir nafi ithbat hendaklah melakukannya dalam bilangan ganjil[7].

Merujuk pelbagai asas di atas, boleh dikatakan kesemuanya dibentuk bertujuan menyempurnakan tuntutan wuquf qalbi yang dimaksudkan itu. Hal demikian adalah kerana wuquf qalbi mengandungi makna berkekalan mengingati Allah (dawam al-hudur ma`a Allah). Oleh kerana itu, tidak hairanlah jika ia disimpulkan sebagai satu asas yang wajib dalam Tarekat Naqshabandiyyah.

Konsep Wuquf Qalbi
Perkataan wuquf dalam bahasa Arab adalah merujuk makna berhenti daripada berjalan atau bangun berdiri daripada duduknya[8], manakala perkataan qalbi pula berasal daripada perkataan qalb iaitu jantung, kemudian disandarkan kepada perkataan tersebut ya’ nisbah bertujuan membangsakan perbuatan berhenti itu kepada jantung. Dari sudut istilah pula wuquf qalbi adalah sebagai satu simbolik dalam mengingati Allah (s.w.t.) sampai ke peringkat tidak menghiraukan pelbagai lintasan ingatan terhadap perkara lainNya[9].

Wuquf qalbi adalah merujuk dua perkara yang dilakukan oleh murid;

Pertama murid menghadirkan ingatan terhadap makna lafaz kalimah Allah yang disebut, iaitu ‘Dia (Allah) adalah Zat Yang Tidak Menyerupai sesuatu’[10]. Perbuatan tersebut adalah bertujuan melenyapkan lintasan ingatan terhadap perkara selain daripada Allah.

Kedua dalam amalan wuquf qalbi, murid hendaklah menghadapkan seluruh pancainderanya kepada hati sanubari yang terletak di bawah buah dada sebelah kiri dan menghala keluar sedikit ke lambung kiri[11]. Berhadap kepada hati bukan bermakna murid membayangkan bentuk hati dalam khayalan lalu berhadap kepadanya[12]. Dengan lain perkataan, deria mata, telinga, bau, rasa dan deria sentuhan seolah-olah memberi tumpuan kepada hal kelakuan hati yang sedang melangsungkan amalan zikir, serta memutuskan hubungan ingatan terhadap perkara lain[13].

Oleh itu, kesempurnaan pelaksanaan wuquf qalbi adalah bergantung kepada keupayaan seseorang murid mempraktikkan kedua-dua perkara tersebut secara serentak sama ada sebelum, semasa berzikir atau di luar waktu zikir. Hal ini kerana, melahirkan sifat berkekalan mengingati Allah dalam hati yang telah menjadi bakat pada diri seseorang (nisbah al-hudur ), tidak mungkin dicapai oleh murid tanpa penghayatan wuquf qalbi yang merangkumi dua makna tersebut[14]. Sehubungan itu, Shaykh `Ubayd Allah ‘Ahrar (m.895H) pernah membuat kesimpulan bahawa inti pati amalan zikir ialah merasa ingat sentiasa berserta Allah (hudur al-qalb ma`a Allah) [15] dan bukannya pergerakan hati ketika berzikir kerana pergerakan atau denyutan hati bukan menjadi syarat menurut tokoh Naqshabandiyyah[16]. Dalam hal ini, Shaykh Ahmad al-Faruqi al-Sirhindi (m.1034H) menegaskan bahawa sekiranya zikir hati yang dimaksudkan itu ialah pergerakan hati dengan menyebut lafaz zikir, maka hal tersebut bukan menjadi suatu syarat yang ditetapkan, sama ada ketika fana’ atau lainnya. Bahkan yang dituntut supaya berkekalan ialah hadir hati mengingati Allah (al-hudur al-qalbi) serta berhadap ingatan hanya kepadaNya, sama ada wujud pergerakan hati tersebut atau tidak[17]. Sekiranya natijah wuquf qalbi atau hudur al-qalb tidak terhasil setelah berzikir, maka murid hendaklah berterusan melaksanakan zikir bagi mencapai maksud tersebut[18].

Perlu ditegaskan bahawa, konsep berkekalan wuquf qalbi atau hudur al-qalb menurut para tokoh Naqshabandiyyah, bukan bermaksud tidak wujud satu pun lintasan ingatan terhadap perkara selain Allah dalam hati murid sepanjang waktu. Sebaliknya apa yang dimaksudkan ialah, ingatan kepada Allah semata-mata mendominasi ingatan terhadap perkara lain. Seandainya wujud lintasan ingatan selain Allah sekalipun, kehadirannya tidak kekal bertapak di hati, malahan tidak mengganggu tumpuan ingatan murid kepada Allah. Hal berkaitan telah diakui sendiri oleh para tokoh Naqshabandiyyah silam seperti Shaykh `Ala’ al-Din al-`Attar (m.898H)[19], Shaykh `Ubayd Allah ‘Ahrar dan al-Sirhindi[20] yang menyifatkan bahawa tumpuan ingatan kepada Allah tanpa wujud satu pun lintasan selainNya adalah suatu perkara sukar, dan hanya boleh berlaku pada beberapa tempoh tertentu sahaja, bukan tidak sepanjang masa[21].

Bentuk praktik Wuquf Qalbi Menurut Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah
Shaykh Khalid al-`Uthmani (m.1242H) yang menerajui kepimpinan Tarekat Naqshabandiyyah pada kurun tiga belas hijrah, telah mengetengahkan satu bentuk praktik amalan wuquf qalbi dalam satu catatan yang telah dijadikan rujukan para murid selepas peninggalan beliau. Menurut beliau, seseorang murid ketika hendak berzikir, perlulah menumpukan seluruh pancaindera kepada hati sanubari yang diistilahkan sebagai latifah al-Qalb, yang terletak pada dua jari di bawah buah dada sebelah kiri. Di samping itu, murid hendaklah mengosongkan hati bagi menumpukan ingatan hanya kepada makna kalimah zikir yang dilakukan iaitu lafaz Allah, yang membawa maksud Dhat bila mithal (Zat Allah Yang tidak menyerupai sesuatu). Sementara Muhammad al-Baghdadi (m.1230H) dan Muhammad al-Khani (m.1279H) mengistilahkannya sebagai Dhatuh Ta`ala al-sarf al-baht (Zat Allah Ta`ala semata-mata)[22], manakala al-Sirhindi pula memaksudkannya sebagai Laysa Kamithlih Shay’ [23] yang juga membayangkan maksud yang sama. Oleh itu, keadaan hati yang sentiasa dapat mengingati “Zat Allah Yang tidak menyerupai sesuatu” adalah diistilahkan sebagai wuquf qalbi dalam Tarekat Naqshbandiyyah Khalidiyyah.

Dalam hal berkaitan, para tokoh Naqshabandiyyah Khalidiyyah seperti Muhammad al-Baghdadi, Muhammad al-Khani, ‘Amin al-Kurdi (m.1332H) dan juga Sulayman al-Zuhdi, bersepakat menyatakan keperluan penghayatan wuquf qalbi sebelum melafazkan zikir kalimah Allah dalam hati[24]. Ini bermakna, wuquf qalbi perlu dilaksanakan terlebih dahulu sebelum proses zikir bermula. Sehubungan dengan itu, boleh difahami bahawa amalan tersebut adalah satu proses penghayatan yang berlainan daripada proses mengulang-ulang lafaz zikir itu sendiri. Zikir dalam konteks praktik Naqshabandiyyah Khalidiyyah, adalah suatu proses pengulangan lafaz sesuatu zikir tertentu sama ada lafaz Allah atau La Ilaha Illa Allah. Manakala wuquf qalbi pula, adalah satu proses mengingati makna lafaz yang diulang serta menjadikannya berkekalan dalam ingatan. Sebutan sesuatu lafaz zikir yang sedang dilaksanakan sama ada di lidah mahupun dalam hati, tidak akan mendatangkan banyak faedah sekiranya konsep wuquf qalbi berkenaan tidak dipraktikkan bersama-sama[25]. Kedudukannya adalah sama seperti seseorang yang berulang kali menyebut sesuatu perkara untuk diingati semula. Tetapi dalam waktu sama, hati dan fikirannya pula mengingati pelbagai perkara lain yang tiada hubungan dengan perkara disebut. Hasilnya, dia gagal memperoleh apa yang dihajati. Oleh itu, dapat dinyatakan bahawa zikir dalam konteks tersebut merupakan satu wasilah bagi mencapai maksud sebenar wuquf qalbi menurut Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah. Zikir tersebut hendaklah dilaksanakan serentak dengan wuquf qalbi secara berterusan, tanpa diselangi oleh perbuatan lain. Walau bagaimanapun, sekiranya seseorang murid bercakap kerana sesuatu hajat yang tidak dapat dielakkan semasa berzikir, penghayatan wuquf qalbi hendaklah diteruskan[26].

Menurut Shaykh Khalid lagi, satu amalan tambahan lain yang boleh membantu murid menghasilkan natijah tersebut ialah, murid melaksanakan amalan rabitah al-murshid berserta wuquf qalbi tanpa berzikir. Amalan tersebut sebaiknya dilakukan setiap hari pada waktu Asar dalam tempoh lebih kurang satu jam[27]. Jika diteliti, murid dalam amalan tersebut akan mempraktikkan dua perkara serentak dalam satu masa, iaitu rabitah al-murshid dan wuquf qalbi dengan mengambil kira adab dan kaedah pelaksanaannya. Rabitah dalam konteks tersebut bermaksud mengingatkan semula hubungan murid dengan guru dari aspek amalan yang diterima adalah daripada guru, kasih sayang terhadap guru, wujud keserasian murid dengan guru dan semua perkara yang mempunyai perkaitan murid dengan guru secara umum atau khusus[28]. Oleh itu, pelaksanaan kedua-dua amalan itu secara serentak dapat difahami menerusi cara berikut; Murid ketika berrabitah merasa akur dan yakin bahawa wuquf qalbi yang sedang dihayati adalah sebahagian daripada kesempurnaan sifat wuquf qalbi yang dikurniakan Allah kepada gurunya. Dengan lain perkataan, Allah mengurniakan kepada murid ingatan hati hanya kepadaNya, sebagaimana Dia telah mengurniakan kepada gurunya. Setelah murid dikenal pasti oleh guru sudah memperolehi natijah yang dikehendaki dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah, beliau berkelayakan untuk ditalqinkan zikir ke peringkat seterusnya.

Amalan wuquf qalbi bukan sahaja dilaksanakan sebelum memulakan zikir atau ketika zikir Allah atau zikir La Ilaha Illa Allah. Amalan itu secara khusus dilakukan secara berasingan apabila seseorang murid melangkah masuk ke peringkat muraqabah menurut praktik Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah. Sejauh penelitian penulis, belum diketemui sebarang catatan daripada tokoh Naqshabandiyyah termasuk para tokoh Khalidiyyah seperti al-Sirhindi, Shaykh Khalid, Muhammad al-Khani, Muhammad al-Baghdadi, Amin al-Kurdi tentang wuquf qalbi dalam bentuk amalan tersebut. Sebaliknya, al-Zuhdi satu-satunya tokoh Khalidiyyah yang diketahui mengetengahkan bentuk amalan tersebut dalam catatan beliau dengan menamakannya sebagai zikir al-wuquf[29]. Beliau menyifatkan bentuk amalan zikir al-wuquf di peringkat ini dengan cara; murid menghadirkan seluruh lata’if yang tujuh serta menghadapkan seluruh anggota setiap juzuk tubuh badan untuk hanya mengingati Zat Allah yang tidak boleh dimisalkan dan tidak pula berkaifiyat, tanpa memaksa diri menyebut-nyebut zikir Allah. Bahkan murid hanyalah perlu mengingati maknanya sahaja[30].

Berhubung penghayatan makna lafaz zikir Allah sewaktu berzikir, tokoh Naqshabandiyyah termasuk para tokoh Khalidiyyah seperti al-Sirhindi, Shaykh Khalid, al-Khani, Muhammad al-Baghdadi dan al-Zuhdi[31], mereka bersepakat bahawa murid perlu menumpukan penghayatan kepada makna khusus, iaitu ‘Zat Allah Yang tidak menyerupai sesuatu’. Penghayatan tersebut membolehkan murid mencapai matlamat pengamalan dalam Tarekat Naqshabandiyyah iaitu memiliki nisbah atau satu bakat khusus yang diistilahkan sebagai al-hudur ma`a Allah atau sentiasa berkekalan ingatan berserta Allah.

Amalan Wuquf Qalbi Suatu Teknik Penghayatan Tauhid
Penghayatan amalan wuquf qalbi yang digandingkan bersama-sama dengan zikir Allah atau La Ilaha Illa Allah, ia adalah dianggap sebagai suatu penghayatan permulaan yang mesti dicapai oleh para murid[32]. Tanpanya, murid tidak mungkin mencapai matlamat untuk sampai kepada mengenal Allah. Hal ini kerana, tujuan teknik penghayatan tersebut adalah supaya tertanam dalam hati murid rasa yakin tentang wujud Allah S.W.T. yang tidak boleh digambarkan hakikat kewujudanNya dengan sesuatu apapun. Amalan tersebut jika diteliti, merupakan suatu penghayatan kepada firman Allah:

Maksudnya: Tiada sesuatu pun yang sebanding dengan (ZatNya, sifat-sifatNya, dan pentadbiranNya)
Terjemahan Surah al-Shura (42): 11
Penulis mendapati bahawa pendekatan penghayatan yang diaplikasikan dalam amalan tersebut adalah berlaku secara berperingkat. Maksudnya, murid pada tahap permulaan dibimbing supaya menanam sifat rasa wujud Allah Wajib al-Wujud yang selama ini masih kabur dan tidak nyata dalam pemandangan mata hati, berbanding wujud makhluk mumkin al-wujud, dirasakan seolah-olah sebagai suatu kewujudan hakiki yang bertapak kukuh dalam lubuk hati. Pendekatan tersebut dilihat sebagai satu proses penting untuk mengikis pelbagai wahm (keraguan) yang menghalang keyakinan hati murid terhadap kewujudan hakiki Allah S.W.T. Perasaan yakin terhadap wujud Allah tersebut dipupuk sehingga ia menjadi satu bakat yang sebati dan bertunjang kukuh dalam hati murid. Apabila murid sudah menjiwai sifat tersebut dalam semua tindak-tanduk dan gerak kerjanya, ketika itu beliau akan merasa mudah untuk melakukan penghayatan lain berkait dengan pelbagai sifat kebesaran dan keagungan Allah S.W.T. Hal ini kerana, mengenal serta meyakini wujud Zat Allah merupakan satu simpulan iman penting dan utama yang perlu dimiliki oleh seseorang beriman dan segala perbincangan dalam ilmu Akidah berhubung pelbagai sifat ketuhanan adalah berasaskan iman kepada wujud Zat Allah tersebut. Tanpa wujud Allah, semua sifat kebesaran dan keagungan yang disabitkan kepadaNya tidak akan membawa apa-apa makna.

Bentuk Praktik Wuquf Qalbi Di Malaysia Kini
Amalan wuquf qalbi juga telah dikenal pasti dipraktikkan dalam institusi Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia kini. Kebanyakan saluran tarekat tersebut didapati bersusur-galur daripada Syeikh Abdul Wahab Rokan (m.1345H), Langkat Sumatera, yang berhubung terus dengan Shaykh Sulayman al-Zuhdi yang berpusat di Jabal Abi Qubays, di Mekah pada suatu ketika dahulu[33]. Oleh itu, amalan wuquf qalbi yang diwarisi oleh para pengamal kini logiknya mempunyai hubungan erat dengan amalan itu yang telah diketengahkan oleh al-Zuhdi sendiri.

Sehubungan dengan itu, amalan wuquf qalbi didapati dituntut pelaksanaannya dalam dua masa berlainan iaitu dalam waktu berzikir dan di luar waktu zikir. Tuntutan melakukan wuquf qalbi di luar waktu zikir terdapat dalam kenyataan Syeikh Abdul Wahab sendiri yang diperolehi menerusi beberapa catatan para murid beliau yang dijadikan panduan oleh para syeikh tarekat tersebut di Malaysia kini. Antara lain satu wasiat beliau yang dilapor menyatakan:

“Adab yang kelima (dalam suluk), berkekalan wuquf qalbi (menghilangkan fikiran daripada sekalian perasaan) dan jikalau di dalam kesibukan sekalipun”[34].

Satu catatan lain daripada anakanda beliau yang menjadi pengganti pertama kepimpinan tarekat tersebut di Babussalam selepas kewafatannya ialah:

“Adapun kaifiyat mengerjakan wuquf qalbi itu yaitu dua perkara, pertama tatkala kita jaga jangan lupa kita mengingat akan Zat Allah Ta’ala barang ke mana-mana kita pergi”[35].

Syeikh Umar bin Muhammad (m.1355H) daripada Batu Pahat yang juga tergolong dalam kalangan para khalifah tertua[36] Syeikh Abdul Wahab Rokan turut membuat catatan tentang amalan tersebut iaitu:

“Adapun wuquf qalbi yakni ingat kita akan Zat Allah yang tiada seumpamaNya, maka iaitu dikehendaki berkekalan selamanya pada sekalian hal di dalam duduk atau berdiri atau berjalan atau di dalam makan atau minum atau di dalam waktu jimak atau di dalam qada’ hajat sekalipun, istimewa di dalam tengah sembahyang fardu atau sunat dan di dalam mengerjakan segala ibadat kerana ialah dinamakan nyawa sekalian ibadat..”[37].

Berpandukan beberapa catatan di atas, dapat dinyatakan bahawa amalan wuquf qalbi dijadikan suatu tuntutan untuk diamalkan di luar waktu zikir kepada para pengamal Tarekat Nashabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia. Manakala dalam waktu zikir atau dalam majlis tawajjuh, amalan itu dikenal pasti telah dilaksanakan dalam dua peringkat. Pertama, sebelum melangsungkan amalan zikir sama ada zikir Allah atau zikir La Ilaha Illa Allah, dan kedua sewaktu melangsungkan amalan zikir. Selain itu, wuquf qalbi juga turut merupakan satu tingkatan (maqam) zikir yang perlu direntas oleh para murid.

Berkenaan amalan wuquf qalbi pada peringkat pertama, ia didefinisikan sebagai “dihimpunkan segala pengenalan di dalam hati sanubari, dihadapkan ingatan ke hadrat Allah Ta’ala Tuhan tiada seumpamaNya”[38]. Menghimpun segala pengenalan yang dimaksudkan itu ialah segala kesedaran dan ingatan murid terhadap semua anggota zahirnya hendaklah disatukan dan dihimpunkan dalam hati sanubarinya, seolah-olah ia merasakan dirinya adalah hanya satu titik yang terhimpun di hatinya[39]. Beberapa definisi lain turut digunakan bagi menggambarkan maksud wuquf qalbi tersebut seperti “menghimpunkan semua pengenalan ke dalam hati sanubari”[40], “hadirkan ingatan kita kepada Allah” dan “hadirkan ingatan hati akan adanya Zat yang bernama Allah yang laysa kamithlih shay’”[41].

Kesemua keterangan di atas tentang definisi wuquf qalbi membayangkan satu makna sahaja, iaitu murid menumpukan ingatan hatinya kepada Allah semata-mata. Hal tersebut jelas menunjukkan bahawa amalan wuquf qalbi dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia kini selaras dengan kehendak amalan tersebut menurut tokoh Naqshabandiyyah dan Khalidiyyah yang silam sebagaimana dalam perbincangan lepas. Merujuk peringkat kedua, amalan wuquf qalbi turut berlangsung beriringan dengan amalan zikir Allah sampai ke peringkat seseorang murid ditakqinkan zikir La Ilaha Illa Allah atau dikenali juga sebagai zikir nafi ithbat. Konsep wuquf qalbi ketika berzikir adalah serupa sebagaimana sebelumnya. Perbezaan antara kedua-dua peringkat tersebut hanya dari aspek amalan menyebut lafaz zikir dalam hati tidak berlaku pada peringkat pertama sedangkan pada peringkat kedua seseorang murid berzikir berserta dengan amalan wuquf qalbi itu.

Manakala maqam zikir wuquf qalbi yang dimaksudkan itu, ia merupakan satu peringkat zikir yang ditalqinkan kepada murid yang selesai menjalani zikir nafi ithbat dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia. Menurut penelitian penulis, kaedah tersebut telah dikenal pasti mula diwarisi daripada Shaykh Sulayman al-Zuhdi yang mengembangkan amalan tersebut di Mekah sekitar abad tiga belas hijrah. Fakta berkenaan berasaskan kenyataan beliau tentangnya dalam satu risalah catatan beliau yang penulis ketengahkan dalam perbincangan lepas.

Walau bagaimanapun, terdapat sedikit perbezaan dari aspek pelaksanaan yang didapati berlaku dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia kini. Kelainan bentuk pelaksanaan tersebut menurut penulis berkemungkinan bertitik tolak daripada perbezaan definisi yang diberikan kepada amalan berkenaan. Amalan wuquf qalbi pada peringkat ini didefinisikan sebagai “menghimpun sekalian pengenalan terhadap segala anggota zahir yang tujuh dan segala anggota batin yang tujuh dan dihadapkan ingatannya kepada Zat Allah yang Laysa Kamithlih shay’”[42] atau “kita hadapkan sekalian maqam lata’if yang tujuh itu serta dengan segala angota kepada Zat Allah Ta’ala Yang Maha Suci”[43]. Satu definisi lain pula ialah “berhadap ingatan segala lata’if yang tujuh kepada Zat Allah yang bila mithal”[44]

Meneliti beberapa definisi di atas, didapati definisi pertama dan kedua mengandungi satu makna sahaja. Namun terdapat sedikit perbezaan dalam definisi ketiga berbanding dengan dua definisi sebelumnya. Aspek perbezaan yang boleh dikenal pasti ialah definisi pertama dan kedua menuntut aspek zahir murid iaitu semua anggota zahir dan sapek batin, iaitu anggota batin yang tujuh atau maqam lata’if yang tujuh, kedua-dua aspek tersebut hendaklah difokuskan ingatannya kepada Zat Allah. Walau bagaimanapun, merujuk definisi ketiga, ingatan kepada Zat Allah hanya tertumpu kepada lata’if yang tujuh sahaja.

Berpandukan kefahaman tersebut, wujud dua bentuk amalan wuquf qalbi yang diketahui dan dilaksanakan di Malaysia. Pertama, pelaksanaan wuquf qalbi berasaskan definisi satu dan dua. Secara praktikal, seseorang murid hendaklah menghayati wuquf qalbi dengan hanya memfokuskan ingatan kepada tujuh lata’if tersebut tanpa berzikir menyebut lafaz Allah dalam hati. Penghayatan tersebut bermula dengan latifah al-qalb, disusuli seterusnya dengan latifah al- ruh, latifah al-sirr, latifah al-khafi, latifah al-‘akhfa, latifah al-nafs al-natiqah dan latifah kull al-jasad. Setelah itu, wuquf qalbi dilakukan pula pada segala anggota zahir bermula daripada mata, telinga, mulut, tangan dan lainnya. Tempoh penghayatan tersebut dilakukan lebih kurang setengah jam bagi setiap latifah dan anggota zahir. Oleh itu, seseorang murid akan mengambil masa tiga jam bagi menyelesaikan satu sesi penghayatan amalan wuquf qalbi[45]. Terdapat satu lagi teknik penghayatan wuquf qalbi berasaskan definisi ketiga yang lepas. Bentuk amalannya ialah seseorang murid menghayatinya dengan memfokuskan segala ingatan lata’if yang tujuh tersebut kepada Zat Allah semata-mata. Walau bagaimanapun, amalan tersebut perlu digandingkan bersama-sama dengan amalan zikir Allah dalam hati[46].

Setelah meneliti perbezaan bentuk dan teknik amalan tersebut, penulis dapat memahami bahawa kedua-dua teknik tersebut adalah bertepatan dengan konsep zikir al-wuquf yang telah dikemukakan oleh Shaykh Sulayman al-Zuhdi lepas. Perbezaan tersebut adalah merujuk dari aspek umum dan khusus yang terkandung dalam setiap definisi tersebut. Definisi pertama dan kedua merangkumi aspek khusus yang dimaksudkan. Jika diteliti, definisi tersebut menuntut secara khusus supaya tujuh lata’if dan semua anggota zahir memainkan peranan untuk memfokuskan ingatan kepada Allah. Manakala definisi ketiga pula, secara umum menghendaki tujuh lata’if sahaja difokuskan untuk menumpukan ingatan kepada Allah. Definisi ketiga dianggap sebagai satu definisi umum kerana salah satu daripada tujuh lata’if, iaitu latifah kull al-jasad mengandungi aspek zahir yang merangkumi semua anggota zahir badan yang dimaksudkan dalam definisi pertama dan kedua. Latifah kull al-jasad ialah satu tempat hantaran zikir yang merangkumi seluruh badan seseorang murid bermula daripada ubun-ubun rambut hingga ke hujung kaki[47]. Oleh itu, semua anggota zahir yang disebut dalam dua definisi pertama sudah termasuk dalam tuntutan penghayatan latifah kull al-jasad berkenaan.

Berkenaan dengan perbezaan teknik penghayatan wuquf qalbi sama ada menyebut lafaz Allah berserta memfokuskan ingatan kepada Allah atau hanya memfokuskan ingatan kepada Allah sahaja tanpa berzikir, maka hal tersebut menurut penulis adalah merujuk kefahaman yang diperolehi menerusi teks kenyataan Shaykh Sulayman al-Zuhdi tentang perkara tersebut di samping juga merujuk amalan yang telah diwarisi oleh guru yang memimpin tarekat tersebut dari satu generasi ke satu generasi. Kenyataan Shaykh Sulayman al-Zuhdi tentang teknik penghayatan wuquf qalbi adalah “tanpa memaksa diri (takalluf) menyebut-nyebut zikir Allah”[48]. Ia telah difahami bahawa wuquf qalbi tidak dipraktikkan berserta dengan berzikir menyebut lafaz Allah dalam hati. Kenyataan tersebut juga boleh difahami bahawa amalan itu perlu dilaksanakan berserta zikir Allah dalam hati sehingga muncul dalam diri murid tersebut hal wuquf qalbi yang dimaksudkan, maka pada ketika itu ia tidak perlu lagi memaksa diri menyebut-nyebut lafaz zikir dalam hatinya. Ini juga bermakna murid tersebut perlu berterusan menyebut lafaz Allah dalam hati serentak dengan amalan wuquf qalbi sehingga mencapai satu tahap berzikir tanpa paksaan yang dimaksudkan tersebut. Oleh itu, kedua-dua teknik berkenaan masih lagi berada dalam ruang lingkup pentafsiran teks kenyataan al-Zuhdi di atas.

Berhubung dengan amalan wuquf qalbi yang telah diwarisi bersusur-galur daripada Syeikh Abdul Wahab Rokan, penulis mendapati kedua-dua teknik tersebut diamalkan oleh para khalifah selepas beliau di Malaysia kini. Satu cabang tarekat tersebut bersusur-galur bertemu Syeikh Yahya bin Syeikh Abdul Wahab di Babussalam[49] dan satu cabang lagi bersambung sampai kepada Syeikh Umar bin Muhammad dari Batu Pahat[50], dan kedua-dua tokoh tersebut adalah khalifah yang diakui sendiri oleh Syeikh Abdul Wahab Rokan[51].

Penutup
Amalan wuquf qalbi adalah satu asas utama dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah kerana ia merupakan suatu instrumen membolehkan seseorang membina sifat dawam al-hudur ma`a Allah, yang menjadi kemuncak perjalanan kerohanian dalam tarekat tersebut. Amalan itu didapati turut mendapat tempat dalam kalangan pengamal Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia di samping ia adalah selaras dengan konsep yang telah ditonjolkan oleh tokoh Naqshabandiyyah Khalidiyyah silam. Perbezaan atau pembaharuan teknik pelaksanaan yang berlaku di Malaysia tidak menunjukkan ia telah terkeluar daripada tuntutan amalan wuquf qalbi yang dimaksudkan oleh para tokohnya. Bahkan perbezaan teknik dalam amalan tersebut yang berlaku di Malaysia tidak lebih dari suatu pentafsiran atau pengolahan yang dilihat bersesuaian dengan keperluan para pengamalnya.

[1] Lihat Abu al-Zahra’ ‘Uways bin `Abd Allah (2002), al-Isharat al-Saniyyah li Saliki al-Tariqah al-Naqshabandiyyah, Kaherah: Dar al-Mustafa, h. 37.
[2] Abu al-Zahra’ ‘Uways bin `Abd Allah (2002), op. cit., h. 39.
[3] Ibid, h. 63.
[4] Lihat Nizar ‘Abazah (1994), al-Shaykh Khalid al-Naqshabandi al-`Alim al-Mujaddid Hayatuh wa ‘Ahammu Mu’allafatih, Damsyik: Dar al-Fikr, h. 30.
[5] `Ali bin Husayn al-Wa`iz al-Harawi (t.t.), Rashahat `Ayn al-Hayah, (terj.) Muhammad Murad bin `Abd Allah al-Qazzani, Turki: al-Maktabah al-Islamiyyah, h.32, `Abd al-Majid al-Khani (1997), al-Kawakib al-Durriyyah `ala al-Hada’iq al-Wardiyyah, tahkik Muhammad Khalid al-Kharsah, Beirut: Dar al-Bayruti, h. 357, Muhammad ‘Amin al-Kurdi (2005), al-Mawahib al-Sarmadiyyah fi Manaqib al-Sadah al-Naqshabandiyyah, Kaherah: al-Maktabah al-‘Azhariyyah li al-Turath, h.76
[6] Lihat `Abd al-Majid al-Khani (1997), op. cit., h. 355-369
[7] Lihat Abd al-Majid al-Khani (1997), op.cit, h. 355
[8] Lihat Ibrahim Anis et. al.(1987), Mu`jam al-Wasit, c. 2, Beirut: Dar Amwaj li al-Tiba`ah, h. 1051.
[9] Lihat `Abd al-Majid al-Khani (1997), op. cit., h. 356.
[10] Lihat Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi (2004), al-Hadiqah al-Nadiyyah fi al-Tariqah al-Naqshabandiyyah wa al-Bahjah al-Khalidiyyah, Turki: Maktabah al-Haqiqah, h. 79, Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), al-Bahjah al-Saniyyah fi ‘Adab al-Tariqah al-`Aliyyah al-Khalidiyyah al-Naqshabandiyyah, Turki: Maktabah al-Haqiqah, h. 49, Muhammad ‘Amin al-Kurdi (2005), op.cit., h.292, Ahmad al-Kumushkhanawi (t.t.), Jami` al-Usul fi al-‘Awliya’, (t.t.p), h.22, 147.
[11]Lihat `Abd al-Majid al-Khani (1997), op. cit., h. 357
[12]Lihat Ahmad bin `Abd al-‘Ahad al-Sirhindi al-Faruqi (2004), al-Maktubat al-Rabbaniyyah, j. 1, Beirut: Dar al-Kutub al-`Ilmiyyah, h. 353.
[13] Lihat `Abd al-Majid al-Khani (1997), op. cit., h. 357
[14] Ibid.
[15]Lihat `Ali bin Husayn al-Wa`iz al-Harawi (t.t.), op.cit., h.30.
[16]Lihat Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), op. cit., h. 49.
[17] Ibid.
[18] Lihat `Ali bin Husayn al-Wa`iz al-Harawi (t.t.), op.cit., h.30.
[19] Lihat `Abd al-Majid al-Khani (1997), op. cit., h. 452.
[20]Lihat Ahmad bin `Abd al-‘Ahad al-Sirhindi al-Faruqi (2004), op. cit., j. 1, h. 159.
[21] Lihat `Ali bin Husayn al-Wa`iz al-Harawi (t.t.), op.cit., h. 33
[22] Lihat Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi (2004), op. cit., h. 80, Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), op. cit., h. 49.
[23] Lihat Ahmad bin `Abd al-‘Ahad al-Sirhindi al-Faruqi (2004), op.cit., j. 1, h. 302.
[24] Lihat Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi (2004), op. cit., h. 79, Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), op. cit., h. 49, Muhammad ‘Amin al-Kurdi (2005), op. cit., h.292, Sulayman al-Zuhdi bin Hasan bin Sulayman bin Mahmud (t.t.), Sahifah al-Safa li ‘Ahl al-Wafa, Majmu`ah al-Rasa’il `ala Usul al-Khalidiyyah, (t.t.p.), h.3.
[25] Abu al-Zahra’ ‘Uways bin `Abd Allah (2002), op. cit., h.63.
[26] Lihat Nizar ‘Abazah (1994), op.cit., Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), op. cit., h. 49, Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi (1310H), al-Hadiqah al-Nadiyyah fi ‘Adabi al-Tariqah al-Naqshabandiyyahwa al-Bahjah al-Khalidiyyah, Kaherah: al-Matba`ah al-`Ilmiyyah, h. 88.
[27] Lihat Nizar ‘Abazah (1994), op.cit., Muhammad ‘Amin al-Kurdi (2005), op. cit., h. 292.
[28] Lihat Jahid bin Sidek (1997), Shaikh Dalam Ilmu Tariqah, Kuala Lumpur: Penerbit Universiti Malaya, h. 255-294.
[29] Sulayman al-Zuhdi bin Hasan bin Sulayman bin Mahmud (t.t.), Masirah al-Hukm li al-Salikin `ala Sirah al-Sa’irin, Majmu`ah al-Rasa’il `ala Usul al-Khalidiyyah, (t.t.p.), h. 51.
[30] Ibid.
[31] Ibid
[32] Lihat Muhammad bin Sulayman al-Baghdadi (2004), op. cit., h. 79, Muhammad bin `Abd Allah al-Khani (1989), op. cit., h. 49, Muhammad ‘Amin al-Kurdi (2005), op. cit., h.292, Sulayman al-Zuhdi bin Hasan bin Sulayman bin Mahmud (t.t.), op.cit., Sahifah al-Safa li ‘Ahl al-Wafa, h.3.
[33] Lihat Syed Hadzrullathfi bin Syed Omar (2009), Dhikr Ism al-Dhat Dalam Tasawuf dan Pengamalannya Dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah di Malaysia, Kuala Lumpur: Jabatan Akidah dan Pemikiran Islam, Akademi Pengajian Islam Universiti Malaya, h. 19.
[34] H. Ahmad Fuad Said (t.t.), Sejarah Syekh Abdul Wahab Tuan Guru Babussalam, Indonesia: Pustaka Babussalam, h. 115.
[35] Fadl Allah Yahya bin Abdul Wahab (1349H), Bab Kayfiyyah Dhikr Wuquf Qalbi, (t.t.p.), h. 67
[36] Lihat ibid, h. 76.
[37] Umar bin Muhammad (t.t.), Kaifiat Istighfar Dengan Dhikr Ism al-Dhat `ala al-Tariqah al-`Aliyyah al-Naqshabandiyyah al-Mujaddidiyyah al-Khalidiyyah, (t.t.p.), h. 7.
[38] Fadl Allah Yahya bin Abdul Wahab (1349H), Bab fi Kayfiyyah al-Dhikr, (t.t.p.), h. 62
[39] Maklumat diperolehi hasil daripada temu bual dengan Haji Amaluddin Noorshah, iaitu seorang khalifah kepada Syekh Haji Abdul Wahhab (m.1993), Perak, dan juga seorang murid dan khalifah Syeikh Haji Hasyim Syirwani, Babussalam, Langkat Sumatera kini. Temu bual menerusi telefon di Padang Rengas, Perak, pada 13hb. Ogos 2009, jam 10.46am-11:20 am.
[40] Lihat Fadl Allah Yahya bin Abdul Wahab (1349H), op.cit., h. 5, Makruf bin Ya’kob (t.t), Kaifiat Tariqat Naqsyabandiah, (t.t.p.), h. 1.
[41] Lihat Ishak bin Muhammad Arif (t.t.), Risalah Kaifiat Zikir al-Naqshabandiyyah al-Khalidiyyah, (t.t.p.), h. 1.
[42] Temu bual dengan Haji Amaluddin Noorshah, pada 13hb. Ogos 2009, jam 10.46am-11:20 am., di Padang Rengas, Perak.
[43] Lihat Fadl Allah Yahya bin Abdul Wahab (1349H), op.cit, Kayfiyyah Dhikr Wuquf Qalbi, h. 67
[44] Lihat Ishak bin Muhammad Arif (1986), Fasal Pada Menyatakan Tiap-tiap Kaifiat Zikir Di dalam Tarekat Naqshabandiyyah Khalidiyyah, (t.t.p.), h. 4.
[45] Temu bual dengan Haji Amaluddin Noorshah.
[46] Fakta diperolehi menerusi pemerhatian ikut serta dalam majlis zikir di rumah suluk Manarah al-`Ilm Jalan Batu 10 Jalan Pekan, Kuantan, 10hb. September 2009, jam 6.10 a.m.- 6.40 a.m.
[47] Lihat Ishak bin Muhammad Arif (1986), op.cit., h. 4.
[48] Lihat Sulayman al-Zuhdi bin Hasan bin Sulayman bin Mahmud (t.t.), op.cit, Masirah al-Hukm li al-Salikin `ala Sirah al-Sa’irin, h. 51.
[49] Temu bual dengan Haji Amaluddin Noorshah.
[50] Maklumat diperolehi hasil temu bual dengan tuan guru Haji Jahid bin Haji Sidek,iaitu seorang tokoh mewarisi bentuk amalan tersebut yang bertemu salsilahnya dengan Syeikh Umar bin Muhammad, Batu Pahat. Temu bual pada 9hb. Mac 2009, Surau Tawajjuh, Tok Jembal, Kuala Terengganu, jam 10.00am-10.30am.
[51] Lihat Fadl Allah Yahya bin Abdul Wahab (1349H), op.cit, h. 76.

Sumber:http://lutfialbukhary.blogspot.com/2013/03/amalan-wuquf-qalbi-konsep-kepentingan.html

BERDOSA JIKA TAK KAWIN

$
0
0

Slide72

Seperti yang kita ketahui Allah SWT telah menciptakan manusia berpasang-pasangan dan setelah itu akan melahirkan keturunan yang taat dan mengabdikan diri kepada Allah azza wa jalla. Secara amnya hukum pernikahan adalah sunat namun begitu terdapat beberapa keadaan yang menyebabkan hukum pernikahan menjadi wajib, makruh dan bahkan haram. Jadi mari kita lihat sebab-sebab yang menjadikan hukum perkahwinan berubah.

1) BERDOSA JIKA TAK KAWIN
(Hukum Pernikahan Menjadi Wajib)

Perkahwinan menjadi wajib apabila seseorang itu mampu dari segi fizikal, mental dan juga kewangan dan berkemungkinan besar tidak dapat menahan diri daripada melakukan maksiat yang menjurus ke arah zina yang telah diharamkan oleh Allah SWT. Tapi perlu diingat jika seseorang itu mampu mengawal nafsu maka menunaikan Haji wajib didahulukan terlebih dahulu kerana beliau adalah seorang yang mampu dari pelbagai aspek.

2) Hukum Pernikahan Menjadi Sunat

Menjadi sunat apabila seseorang itu telah cukup umur dan baligh serta mampu mengawal nafsu. Namun demikian, walaupun seseorang itu mampu mengawal nafsu namun tidaklah elok jika seseorang itu berkeinginan untuk tidak berkahwin buat selamanya, kerana Islam mengalakkan perkahwinan dan nabi Muhammad SAW suka melihat umatnya yang ramai.

3) Hukum Pernikahan Menjadi Harus

Hukum harus adalah kepada orang yang tidak ada padanya galakan dan bantahan untuk berkahwin.

4) Hukum Pernikahan Menjadi Makruh

Hukum menjadi makruh apabila seseorang itu tidak mempunyai pendapatan yang tetap dan juga kurang berkemampuan dari segi fizikal dan mental tetapi mereka ini tidak lah memberi mudarat kepada isteri jika mereka berkahwin

5) Hukum Pernikahan Menjadi Haram

Perkahwinan menjadi haram apabila seseorang itu tidak berkemampuan untuk memberi nafkah zahir dan batin dan tidak mempunyai keinginan untuk berkahwin malah bahkan berkemungkinan akan menganiayai isteri mereka sendiri jika perkahwinan berlaku.

ISTERI MINTA CERAI KERANA SUAMI MALAS MANDI

$
0
0

Slide74

KUANTAN: Suami tidak suka mandi dan tidak tahu menunggang motosikal antara penyebab kes perceraian di daerah ini.

Malah punca itu dikesan menjadi penyumbang kepada statistik perceraian di Kuantan yang secara purata merekodkan kira-kira 1,000 kes setiap tahun dalam tempoh dua tahun sejak 2016.

Kadi Daerah Kuantan, Abdul Zaki Md Zain, berkata sejak dua tahun lalu pihaknya menerima 5,000 permohonan berkahwin dan dalam tempoh sama sebanyak satu perlima daripada jumlah itu memohon untuk bercerai.

Katanya, statistik itu amat membimbangkan kerana menyumbang kepada peningkatan kes perceraian membabitkan keluarga Islam di daerah ini.

“Kadang-kadang yang datang untuk mohon bercerai apabila kita adakan sesi kaunseling alasan memang remeh, suami tidak suka mandi, suami tidak tahu menunggang motor malah suami pakai baju sama selama seminggu menjadi sebab (perceraian).

“Jadi kita cuba menyelamatkan perkahwinan mereka dengan mengadakan sesi kaunseling dan beri tempoh kepada pasangan untuk berubah, katanya ketika ditemui NSTP, di sini, hari ini.

Abdul Zaki berkata, kebanyakan sesi kaunseling rumah tangga yang dijalankan pihaknya mengambil tempoh masa tertentu malah ada yang berlanjutan hingga lebih setahun untuk diselesaikan.

Katanya, Pejabat Agama Islam Daerah Kuantan (PAID) sentiasa membantu memberikan khidmat nasihat dalam menyelamatkan rumah tangga masyarakat Islam terutama dalam aspek membaik pulih hubungan masing-masing.

“Kita di PAID ada dua bilik untuk adakan sesi kaunseling dengan kaunselor bertauliah. Ia bukan proses yang mudah kerana kita perlu dengar luahan daripada kedua belah pihak sebelum membuat rumusan… selepas itu baharu kita lihat kaedah apa yang boleh digunakan dalam memberikan nasihat kepada mereka,” katanya.

Menceritakan pengalamannya memberikan khidmat nasihat kepada pasangan yang ingin bercerai disebabkan alasan kecil, beliau sedaya upaya akan meminta pasangan itu berubah ke arah kebaikan dan memberi tempoh kepada pasangan terbabit untuk berubah.

“Isteri mengadu suami tak pandai menunggang motosikal, dia (isteri) hari-hari kena hantar suami ke tempat kerja… dalam kes ini saya cuba menasihatkan suami dengan cara positif supaya dia boleh berubah ke arah kebaikan.

“Ada yang mengadu suami tak suka mandi sampai seminggu, baju pun tidak mahu tukar. Kes ini kita akan tekankan aspek kebersihan kepada suami dan selitkan hadis mengenai kebersihan yang dituntut oleh Islam,” katanya.

SULUK BERZIKIR 40 HARI TANPA HENTI

$
0
0

Slide76

Di kaki Bukit barisan, tepatnya di desa Beuraden, Peukan Bada, Aceh Besar terdapat sebuah balai pengajian yang beda dari yang lain. Nama tempat pengajian itu Seramoe Darusalam. Di sanalah, di balai yang beratapkan daun rumbia dan berdinding kayu, belasan jamaah pengajian berkonsentrasi menjalankan ibadah, mendekatkan diri pada sang Khalik melalui suluk.

Saban ramadan, tempat pengajian yang teduh dipayungi pepohonan hutan itu jadi lebih ramai dari biasanya. Jamaah, yang seluruhnya laki-laki dan umumnya berusia tua, datang ke balai untuk menjalankan suluk yang bentuknya beribadah tanpa putus siang dan malam, berzikir terus-menerus, di samping menjalankan salat lima waktu dan puasa.

Hampir sepanjang hari mereka menutup tubuh, terutama wajah dan kepala, dengan sorban. Para salik yang melakukan i’tikaf duduk bersila berjam-jam lamanya untuk bertasbih. “Semua ibadah ini telah diperintahkan oleh Allah,” kata Pimpinan dayah Tengku Fauzi saat dijumpai usai melaksanakan suluk.

Ada bermacam-macam suluk yang dilakukan di Seramoe Darusalam. Ada suluk 40 hari yang dilakukan pada bulan Ramadan, kemudian ada suluk 10 hari, dilakasanakan pada bulan haji, dan pada bulan Maulid 20 hari. Tahun ini, para jamaah berkumpul melakukan suluk 40 hari sejak Jumat 18 Mei lalu.

“Siang dan malam baik sedang mau tidur Jamaah selalu melakukan zikir. Zikirnya tidak bergerak dengan lidah, hanya terucap dengan hati,” kata Fauzi.

Tidak dibenarkan bagi Jamaah untuk pulang atau keluar dari perkarangan pondok pesantren selama mengikuti ritual tersebut.”Itu memang sudah menjadi kesepakatan antara peserta Suluk dengan ‘Mursyid’,” katanya.

Peserta Suluk dilarang memakan makanan yang berdarah selama mengikuti ritual tersebut. Makanan bagi santri telah tersedia di dapur yang khusus dibikin untuk memenuhi kebutuhan sahur dan berbuka para jamaah. “Kalau laksanakan salat tidak boleh makan, ini juga hanya boleh makan dedaunan,” kata Fauzi.

Seorang jamaah, Tengku Abdul Malik, 54 tahun, Warga Aceh Besar, mengatakan ia mengikuti suluk ini karena batinnya terdorong untuk membersihkan jiwa dan mendekatkan diri pada Allah melalui zikir. “Hati kecil memangil untuk medekatkan diri dengan Allah,” ujarnya.

HUKUM TAWASSUL (WASILAH)

$
0
0

Slide77

Persoalannya:

Apa hukumnya mengamalkan tawassul kepada para wali dan para sholih itu ?

Jawapannya:

“Tawassul” dari segi bahasa dari kata “wasilah” yang berarti ‘darajah’ (kedudukan), ‘qurbah’ (kedekatan), atau dari ‘washlah’ (penyampai dan penghubung). Dalam istilah syariat Islam tawassul dikenal sebagai sarana penghubung kepada Allah melalui ketaatan.

Contoh: orang sakit datang ke dokter, dia menjadikan dokter sebagai perantara untuk mendapatkan kesembuhan dengan tetap meyakini bahawa pemberi kesembuhan adalah Allah Swt. Begitu pula seorang murid membaca buku atau belajar kepada seorang guru, maka dia menjadikan buku dan guru sebagai perantara untuk meraih ilmu. Sedangkan ilmu pada hakikatnya dari Allah Swt.

Apabila diyakini dokter pemberi kesembuhan atau buku dan guru pemberi ilmu, maka dihukumi sebagai kesyirikan terhadap Allah.

Allah Swt berfirman dalam Al-Qur’an:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“ Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepadanya.” (QS Al-Ma’idah: 35).

Perintah dari Allah di atas untuk mencari wasilah (perantara) mendekat diri kepada-Nya disebutkan secara mutlak (dalam bentuk ketaatan). Dalam kitab tafsir Asshowy diterangkan “Termasuk kesesatan dan kerugian yang nyata apabila mengkafirkan kaum muslimin karena berziarah ke makam para wali Allah, dengan menuduh bahwa ziarah merupakan penyembahan kepada selain Allah. Tidak! bahkan termasuk bentuk cinta karena Allah, sebagaimana disebutkan oleh Rasulullah Saw

اَلاَ لاَ إِيْمانَ لِمَن لاَ مَحبةَ له والوسيلة له التي قال الله فيها وَابْتَغُوا إِلَيْهِ الْوَسِيلَةَ

“Ingatlah ! tidak ada iman bagi orang yang tidak ada cinta, dan wasillah kepadanya yang dikatakan Al-Qur’an “dan carilah wasilah menuju Allah”. (As-Showi ala Tafsir jalalain juz 1 hal. 372)

MACAM MACAM TAWASSUL:

a) Tawassul Dengan Amal Solih

Hadits riwayat Imam Bukhori No. 2111 hal. 40 juz 8 menceritakan tiga orang yang terperangkap di dalam goa yang tertutup batu besar. Mereka keluar dengan selamat setelah memohon kepada Allah dengan wasilah amal-amal soleh mereka.

b) Tawassul Dengan Orang Solih Yang Hidup

Disebutkan dalam sohih Bukhori

حَدَّثَنَا الْحَسَنُ بْنُ مُحَمَّدٍ قَالَ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيُّ قَالَ حَدَّثَنِي أَبِي عَبْدُ اللَّهِ بْنُ الْمُثَنَّى عَنْ ثُمَامَةَ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَنَسٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ كَانَ إِذَا قَحَطُوا اسْتَسْقَى بِالْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ فَقَالَ اللَّهُمَّ إِنَّا كُنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِنَبِيِّنَا فَتَسْقِينَا وَإِنَّا نَتَوَسَّلُ إِلَيْكَ بِعَمِّ نَبِيِّنَا فَاسْقِنَا قَالَ فَيُسْقَوْنَ

Diriwayatkan dari Anas bin Malik sesungguhnya Umar bin Khatthab RA ketika masyarakat tertimpa paceklik, dia meminta hujan kepada Allah dengan wasilah Abbas bin Abdul Mutthalib, dia berdo’a “Ya Allah! Dulu kami bertawassul kepada-Mu dengan perantara Nabi kami, lalu kami diberi hujan. Kini kami bertawassul kepadamu dengan perantara paman Nabi kami, berikanlah kami hujan”. Perawi hadits mengatakan “Mereka pun diberi hujan.”. HR Bukhory : 4/99.

Jelas sekali bahwa Sayidina Umar r.a. memohon kepada Allah dengan wasilah Abbas, paman Rasulullah SAW padahal Sayidina Umar lebih utama dari Abbas dan dapat memohon kepada Allah tanpa wasilah.

c) Tawassul Dengan Orang yang telah meninggal.

Dari Sayyidina Ali kr. “Sesungguhnya Nabi Saw ketika mengubur Fatimah binti Asad, ibu dari Sayyidina Ali Ra. Nabi mengatakan “Ya Allah! dengan Hakku dan Hak para nabi sebelumku ampunilah ibu setelah ibuku (wanita yang mengasuh Nabi sepeninggal Ibu-Nya)”. {HR. Thabrany dalam kitab Ausat juz 1 hal. 152}.

Pada hadits tersebut Nabi bertawassul dengan para nabi yang sudah meninggal.

d) Tawassul Dengan Yang Belum Wujud.

Allah berfirman :

وَلَمَّا جَاءَهُمْ كِتَابٌ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ مُصَدِّقٌ لِمَا مَعَهُمْ وَكَانُوا مِنْ قَبْلُ يَسْتَفْتِحُونَ عَلَى الَّذِينَ كَفَرُوا فَلَمَّا جَاءَهُمْ مَا عَرَفُوا كَفَرُوا بِهِ

“Dan setelah datang kepada mereka Al Quran dari Allah yang membenarkan apa yang ada pada mereka, padahal sebelumnya mereka biasa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas orang-orang kafir, maka setelah datang kepada mereka apa yang telah mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah atas orang-orang yang ingkar itu”.(QS Al-Baqarah 89)

Diriwayatkan bahwa kaum Yahudi memohon pertolongan untuk mengalahkan kaum Aus dan Khazraj dengan wasilah Nabi Muhammad SAW yang kala itu belum diutus dan mereka diberi kemenangan oleh Allah, Akan tetapi setelah beliau diutus sebagai Rasul mereka mengkufurinya. (Tafsir Attobari juz2 hal.333)

Disebutkan pula

عن عمر بن الخطاب رضي الله عنه ، قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : « لما اقترف آدم الخطيئة قال : يا رب أسألك بحق محمد لما غفرت لي ، فقال الله : يا آدم ، وكيف عرفت محمدا ولم أخلقه ؟ قال : يا رب ، لأنك لما خلقتني بيدك ونفخت في من روحك رفعت رأسي فرأيت على قوائم العرش مكتوبا لا إله إلا الله محمد رسول الله فعلمت أنك لم تضف إلى اسمك إلا أحب الخلق إليك

Dalam hadits yang diriwayatkan Umar bin Khatthab Ra. Rasullulah bersabda “Ketika Nabi Adam melakukan kesalahan, Beliau berkata, “Wahai Tuhanku! aku meminta kepada-Mu dengan Hak Muhammad ampuni aku”. Kemudian Allah menjawab “Wahai Adam! bagaimana kamu mengetahui tentang Muhammad padahal Aku belum menciptakan-Nya?”. Adam berkata “Wahai Tuhanku! karena ketika Engkau ciptakan aku dengan kekuasaan-Mu dan Kau tiupkan ruh ke dalam diriku, setelah aku mengangkat kepalaku, aku melihat pada tiang Arsy tertulis “Lailaha illallah Muhammad Rasullullah” maka aku pun meyakini, tidaklah Kau sandarkan sebuah nama pada nama-Mu kecuali mahluk yang paling Engkau cintai”. {HR. Hakim dalam kitab Mustadrok juz 10 hal. 7. dan dishohihkan oleh al-Hafidz As-Suyuthy dalam kitab khosois an-Nabawiyyah, Imam baihaqy dalam kitab Dalailun Nubuwwah, Imam al-Qasthalany dan Zarqany dalam kitab al-Mawahib al-Ladzunniyah juz 2 hal. 62, dan Imam As-Subky dalam kitab Syifa’us Siqom}.

Ini adalah bukti bahwa Nabi Adam pun menjadikan Rasulullah SAW sebagai wasilah sehinga Allah menerima tobatnya, padahal beliau belum diwujudkan oleh Allah SWT.

e) Tawassul Dengan Benda Mati

Allah berfirman dalam surat Al Baqarah ayat 248 :

وَقَالَ لَهُمْ نَبِيُّهُمْ إِنَّ آَيَةَ مُلْكِهِ أَنْ يَأْتِيَكُمُ التَّابُوتُ فِيهِ سَكِينَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَبَقِيَّةٌ مِمَّا تَرَكَ آَلُ مُوسَى وَآَلُ هَارُونَ تَحْمِلُهُ الْمَلَائِكَةُ إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآَيَةً لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

“Dan Nabi mereka mengatakan kepada mereka: “Sesungguhnya tanda ia akan menjadi raja, ialah kembalinya tabut kepadamu, di dalamnya terdapat ketenangan dari Tuhanmu dan sisa dari peninggalan keluarga Musa dan keluarga Harun; tabut itu dibawa malaikat. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda bagimu, jika kamu orang yang beriman”.

Al Hafidz Ibn Kasir dalam kitab tarikh mengatakan: “Ibn Jarir berkata: “Bani Israil apabila berperang melawan musuh, mereka membawa tabut, dan mereka mendapatkan kemenangan berkat tabut, yang berisi bekas peninggalan keluarga Musa dan Imran””.

Ibn Kasir mengatakan pula dalam kitab tafsirnya “Tabut itu berisi tongkat Nabi Musa dan Nabi Harun serta baju Nabi Harun, sebagaian ulama mengatakan tongkat dan dua sandal”.

Apabila bertawassul dengan bekas peninggalan para Nabi, Allah SWT ridho dengan perbuaatan mereka dengan mengembalikan tabut itu ke tangan mereka setelah lama hilang, karena kemaksiatan mereka dan menjadikan tabut itu tanda keabsahan kerajaan Tholut, padahal isi tabut adalah benda-benda mati maka apakah menjadi syirik bila kita bertawassul dengan sebaik-baik Nabi?

Kesalahfahaman Kelompok Penentang Tawassul Dalam Memahami Ayat & Hadits

Sebagian orang mengatakan bahwa tawassul hukumnya haram dan menyebabkan kesyirikan, karena perbuatan ini sama dengan perbuatan orang musyrik, berdasarkan firman Allah Swt

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَى

Artinya “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya “.Az Zumar : 3

Sebenarnya ayat di atas tidaklah tepat jika ditujukan untuk orang-orang yang beriman kepada Allah karena ayat itu diturunkan untuk menjelaskan kelicikan orang-orang musyrik di dalam membela diri mereka terhadap sesembahan mereka yaitu berhala-berhala yang sebenarnya mereka meyakini bahwa berhala-berhala itu berkuasa memberi manfat dan mendatangkan bahaya. Sedangkan orang yang beriman meyakini bahwa semua manfaat dan bahaya semata dari Allah.

Selain itu kalimat ما نعبدهم الا ليقربونا artinya kami tidak menyembah berhala-berhala itu kecuali untuk mendekatkan diri kami kepada Allah. Apakah sama yang diyakini orang yang bertawasul ?, Tidak, mereka menyembah kepada Allah dan tidak menyembah kepada selain Allah dan mereka tidak menjadikan apa yang mereka tawassuli untuk mendekatkan diri kepada Allah, mereka meminta kepada Allah berkat orang-orang yang soleh yang telah diridhoi oleh Allah.

Salah besar jika melarang tawassul dengan ayat di atas. Yang lebih mengggelikan, ayat yang ditujukan kepada musyrikin ini, mereka gunakan untuk menyerang orang-orang beriman yang meng-esakan Allah. Imam Bukhori berkata “Ini adalah perbuatan orang khawarij. Mereka mengambil ayat untuk orang kafir kemudian menimpakan ayat tersebut kepada muslimin dengan tanpa dalil dan disertai fanatik yang keterlaluan “. {lihat kitab Mas’alatul al-Washilah karya Muhammad Zaky Ibrohim hal. 8}.

Mereka juga salah di dalam memahami hadits:

اذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللَّهَ وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ

“Apabila kamu meminta, maka mintalah kepada Allah. Apabila kamu meminta tolong maka minta tolonglah kepada Allah” {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}

Dinyatakan hadits di atas dalil untuk mengharamkan bertawasul.

Sebenarnya hadits ini mengingatkan bahwa semua datangnya dari Allah Swt. Jelasnya, bila kamu meminta kepada salah satu mahluk, maka tetaplah berkeyakinan semuanya dari Allah Swt bukan larangan untuk meminta kepada selain Allah sebagaimana zhohir hadits. Sesuai dengan hadits berikut,

وَاعْلَمْ أَنَّ الْأُمَّةَ لَوْ اجْتَمَعَتْ عَلَى أَنْ يَنْفَعُوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَنْفَعُوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ لَكَ وَلَوْ اجْتَمَعُوا عَلَى أَنْ يَضُرُّوكَ بِشَيْءٍ لَمْ يَضُرُّوكَ إِلَّا بِشَيْءٍ قَدْ كَتَبَهُ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Ketahuilah seandainya semua umat berkumpul untuk memberimu manfaat dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa memberimu manfaat kecuali sesuatu yang telah ditetapkan Allah Swt kepadamu. Apabila mereka berkumpul untuk membahayakan kamu dengan sesuatu, maka mereka tidak akan bisa membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tentukan atasmu”. {HR. Turmudzy juz 9 hal. 56}

Bandingkan ! hadits Nabi yang berbunyi

لَا تُصَاحِبْ إِلَّا مُؤْمِنًا وَلَا يَأْكُلْ طَعَامَكَ إِلَّا تَقِيٌّ

“Janganlah bergaul dengan kecuali orang mu’min dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertqwa” {HR. Abi Daud juz 12 hal. 458}

Apakah hadits ini sebagai larangan bagi kita untuk bergaul dengan orang kafir dan memberi makan orang yang tidak betaqwa itu haram ?. Tidak ! hadits di atas peringatan “janganlah disamakan bergaul dengan orang yang kafir dengan bergaul dengan orang yang beriman, dan lebih perhatikanlah membantu orang yang bertaqwa dari pada selainnya”. Hadits tersebut hanyalah anjuran, bukan kewajiban.

Sebenarnya banyak sekali dalil-dalil tentang diperbolehkannya tawasul bahkan menjadi suatu anjuran, tapi yang di atas kiranya menjadi cukup sebagai pemikiran tentang kekurang fahaman mereka terhadap ayat-ayat dan hadits-hadits serta kefanatikan mereka terhadap pendapat diri sendiri tanpa menghargai pendapat orang lain yang lebih tinggi ilmu dan kesolehannya. Wallahu A’lam

اللهم اَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَاَرِنَا الْبَاطِلَ بَاطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ، آمـين. والله اعلم

NIAT MANDI TAUBAT

$
0
0

Slide78

Mandi taubat sama halnya mandi wajib yaitu dengan membasahi sekujur tubuh dari ujung kepala hingga ujung kaki. Hanya saja niatnya berbeda dan untuk mandi taubat itu hukumnya pula sunnah.

Sebelum lebih lanjut membahas tentang mandi taubat, terlebih dahulu kita mengenal rukun-rukun taubat. Menurut pendapat Abdullah bin Abbas, rukun taubat ada 3 (tiga), diantaranya adalah :

1. Menyesal dalam Hati
Menyesal dalam hati kita yang paling dalam, terhadap apa yang sudah kita lakukan (misalnya maksiat). Hati kita benar-benar menyesali terhadap maksiat yang sudah kita lakukan dan tidak akan mengulangi lagi. Intinya penyesalan dalam hati dan hati kita menyadari bahwa maksiat yang kita lakukan adalah dosa.

2. Dinyatakan dengan Lidah (Mengucapkan Istighfar / Sayyidul Istighfar)
Setelah hati kita menyesali perbuatan maksiat yang telah kita lakukan, kita juga harus menyatakan atau mengucapkan dengan lidah kita, yaitu dengan mengucapkan istighfar

أَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ

atau
أَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ اَلَّذِي لآ إِلَهَ إِلَّا هُوَ اْلحَيُّ اْلقَيُّوْمُ وَأَتُوْبُ إِلَيْهِ

atau dengan lafadz Sayyidul Istighfar
اَللّٰهُمَّ أَنْتَ رَبِّي لَاإِلٰهَ إِلَّا أَنْتَ خَلَقْتَنِي وَأَنَا عَبْدُكَ وَأَنَا عَلَى عَهْدِكَ وَوَعْدِكَ مَااسْتَطَعْتُ، أَعُوْذُبِكَ مِنْ شَرِّ مَاصَنَعْتُ أَبُوْءُلَكَ بِنِعْمَتِكَ عَلَيَّ وَأَبُوْءُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْلِي فَإِنَّهُ لَايَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلَّا أَنْتَ

Artinya :Ya Allah, Engkaulah Tuhan kami, tiada Tuhan melainkan Engkau yang telah menciptakan aku, dan akulah hamba-Mu. Dan aku pun dalam ketentuan serta janji-Mu yg sedapat mungkin aku lakukan. Aku berlindung kepada-Mu dari segala kejahatan yg telah aku lakukan, aku mengakui nikmat-Mu yang Engkau limpahkan kepadaku, dan aku mengakui dosaku, karena itu berilah ampunan kepadaku, sebab tiada yg dapat memberi ampunan kecuali Engkau sendiri. Aku memohon perlindungan Engkau dari segala kejahatan yg telah aku lakukan.”

3. Bertekad Kuat Tidak Akan Mengulangi
Setelah menyesali dalam hati dan membaca istighfar, kita harus bertekad kuat untuk diri kita, hati kita bahwa tidak akan mengulangi perbuatan maksiat lagi. Biasanya orang yang benar-benar bertekat kuat ini tidak akan mempan ketika di ajak teman-temannya untuk mengulangi perbuatannya lagi.

Adapun untuk mandi taubat iaitu mandi seperti mandi wajib yakni membasahi sekujur tubuh kita dari ujung kepala hingga ujung kaki tanpa terlewatkan.

Adapun untuk Niat mandi taubat adalah sebagai berikut;

نَوَيْتُ الْغُسْلَ لِلتَّوْبَتِ عَنْ جَمِعِ الذُّنُوْبِ لِلَّهِ تعَلَ

Artinya: Sengaja aku niat mandi taubat dari segala dosa dhahir dan batin, karena Allah Ta’ala.

Itulah rukun taubat dan niat mandi taubat yang patut kita amalkan, karena sebagai manusia biasa kita pasti tidak luput dari yang namanya dosa, dosa dan dosa. Maka dengan membaca istighfar atua sayyidul istighfar setiap saat serta mandi taubat semoga sedikit demi sedikit dosa-dosa kita diampuni oleh Allah SWT. Kita juga dianjurkan untuk melakukan Shoat Sunah Taubat agar supaya taubat kita benar-benar taubatan nasuha.


SELOKA NAFKAH BATIN

Hukum memakai sorban

$
0
0

Slide80

Apa Itu Sorban/Imamah
Sorban/Imamah adalah sebuah kain yang berukuran panjang yang di gunakan diatas kepala, dan merupakan salah satu ciri umat Islam.

Hukum Menggunakan Sorban/Imamah

Hukum memakai sorban adalah sunnah apabila diniatkan untuk meneladani cara berpakaian Rasulullah, sebagaimana sunnah-sunnah berpakaian Rasulullah saw lainnya contohnya: jubah, cincin, rida (sorban yang ditaruh dipundak), siwak dan lain-lain.

DariAbi Ja’far bin Muhammad bin ‘Ali bin Rukanah dari ayahnya:”Sesungguhnya Rukanah bergulat dengan Nabi Saw. ,maka Nabi Saw. pun membanting Rukanah. Rukanah berkata,’aku mendengar Nabi Saw bersabda:{Perbedaan antara kita dan antara orang-orang Musyrik adalah sorban di atas peci}.’”(HR Abu Dawud,at-Tirmidzi, ath-Thabrani, al-Hakim, al-Baihaqi).

Fadhillah Menggunakan Sorban/Imamah
Salah satu Fadhillah yang sangat besar dari memakai sorban/imamah adalah setiap sholat 2x rakaat menggunakan sorban/imamah, lebih baik dari sholat 70x rakaat tanpa menggunakan sorban/imamah.

Berikut ini adalah hadis tentang memakai sorban(imamah) ketika sholat :“Sholat dua raka’at dengan memakai sorban lebih baik dibandingkan sholat 70 raka’at, tanpa sorban”. [HR. Ad-Dailamiy dalam Musnad Al-Firdaus sebagaimana yang disebutkan oleh As-Suyuthiy dalam Al-Jami’ Ash-Shoghir].

“Itulah salah satu sunnah yang sering dilupakan, apakah kita masih mau meninggalkan sunnah tersebut padahal kita tau manfaat maupun pahala yang kita dapatkan. Yuk instrospeksi diri dan tingkatkan keimanan kita. Sehingga kita bisa bersanding kelak di surga dengan Nabi Muhammad saw.

MURAQABAH MENURUT AHLI TAREKAT

$
0
0

Slide82

Saidi Syekh Sulaiman Zuhdi Al-Khalidi Ahli Silsilah ke-32 dalam kitabnya Ar Risalah Majemu’atul Khalidiyah An Naqsyabandiyah mengatakan : “Zikir Muraqabah ialah berkekalannya seoang hamba ingat pada dirinya senantiasa dimonitor oleh Tuhannya dalam seluruh keadaan tingkah lakunya”.

Muraqabah artinya saling mengawasi, saling mengintai atau saling memperhatikan. Dalam kajian Tasawuf/Tarekat, muraqabah dalam pengertian bahasa tersebut, terjadi antara hamba dengan Tuhan nya. Muraqabah bisa juga digambarkan sebagai intai mengintai antara hamba dengan Tuhan nya. Sebagian Syekh menggambarkan Muraqabah itu adalah saat dimana ucapan salam seorang hamba dijawab oleh Tuhan.

Firman Allah SWT :

Dan Allah Maha Mengawasi segala sesuatu (Q.S. Al Ahzab 33:52)
Adakah Zat yang Maha Menjaga tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya (Q.S. Ar Ra’da 13:33).

Apakah Manusia tidak mengerti bahwa Allah itu Maha Melihat? (Q.S. Al Alaq 96:14).

Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu (Q.S. An Nisa 4:1).
Allah meridhai mereka dan mereka pun ridha kepada Nya. Yang demikian itu adalah balasan bagi orang-orang yang takut kepada Tuhannya (Q.S Bayyinah 98:8).
Sabda Rasulullah SAW :

“Hendaknya engkau menyembah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, dan jikalau engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia itu melihat engkau” (H.R. Muslim)

Dari ayat-ayat dan hadist tersebut dapat diambil kesimpulan, bahwa muraqabah berarti mawas diri seorang hamba terhadap khalik nya bahwa Allah mengawasi, mengintai dan memperhatikan kita, niat dan amal-amal hambanya. Sebaliknya seorang hamba harus mawas diri terhadap hati, niat dan amal yang telah dikerjakan untuk melaksanakan perintah Allah dan meninggalkan larangan Nya.

Al Qusyairi menyatakan, “Orang yang belum mengukuhkan rasa takutnya kepada Allah dan mawas dirinya terhadap-Nya, tidak akan mencapai kasyaf (terbuka tabir antara si hamba dengan Allah) dan syahadah (menyaksikan Allah”.

Saidi Syekh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi mengutip hadist Nabi mengatakan bahwa di akhir zaman nanti ilmu akan di cabut oleh Allah dan banyak ulama yang meninggal. Makna Ilmu dicabut tersebut menurut Beliau adalah hilangnya Muraqabah dalam diri seseorang sehingga sinyal-sinyal yang dikirim oleh Allah SWT kepada manusia tidak dapat ditangkap lagi dikarenakan hati manusia telah kotor oleh dosa-dosa.

Muraqabah menurut Beliau adalah suatu karunia yang diberikan oleh Allah kepada hamba-Nya yang selalu berubudiyah kepada-Nya, selalu mengekalkan zikir dimanapun dia berada dan terus menerus menjaga hatinya agar tidak dikotori dengan sifat-sifat tercela. Lebih lanjut Beliau mengatakan bahwa muraqabah adalah bersifat teknis dan seorang hamba akan selalu bisa merasakan keinginan Tuhan. “Tidak wara’ kalau tidak menunggu” begitulah Beliau selalu berfatwa kepada murid-muridnya. Apa yang ditunggu? Yang ditunggu adalah sebuah gerak yang merupakan Kudrah dan iradah Allah sebagai bentuk persetujuan Allah atas apa yang akan kita lakukan. Ketika kita hendak melangkah keluar dari rumah, terlebih dahulu kita mohonkan izin kepada Allah. Oleh karena itu ucapan Insya Allah merupakan ucapan yang sangat tinggi nilainya. Insya Allah berarti “kalau Allah mengizinkan”. Pertanyaannya kapan kita meminta izin kepada Allah? dan bagaimana kita tahu Allah telah memberikan izin kepada kita?. Kebanyakan dari kita ucapan Insya Allah itu tidak lebih dari ucapan basa-basi saja karena kita belum memiliki ilmu Muraqabah yaitu ilmu meminta izin dan persetujuan dari Allah.

Saidi Syekh Der Moga Barita Raja Muhammad Syukur Al-Khalidi yang bertempat tinggal di kota Batam mengatakan, “Apabila air tidak mengalir coba periksa ke hulu, barangkali ada sampah dan kotoran lain yang menyumbat sehingga air tidak sampai ke hilir. Singkirkan sampah itu barulah nanti air akan mengalir”. Jika muraqabah tidak datang dalam sehari, kita selaku murid sudah harus waspada, mengoreksi diri kesalahan apa yang kita perbuat sehingga sinyal Allah tidak bisa ditangkap oleh hati kita. Mungkin ubudiyah kita masih kurang, atau shadaqah kita masih belum ikhlas, mungkin juga zikir kita masih ada kurangnya. Berulangkali Beliau mengingatkan murid-muridnya bahwa, “Barang siapa yang tidak menjaga amalan zikirnya maka lambat laun akan hilang semua karunia Allah walau dia ahli Kasyaf (orang yang telah terbuka hijab) sekalipun”

Muraqabah dalam pengertian teoritis berupa sikap mawas diri, tetap waspada terhadap ibadah yang dilakukan terhadap Allah bisa didapat lewat pelatihan, akan tetapi Muraqabah dalam pengertian praktek itu hanya bisa didapat atas karunia Allah tentu atas bimbingan dan syafaat dari Guru Mursyid yang terus menerus mendo’akan murid nya agar selalu berada dalam karunia Allah SWT.

Ibnu Qayyim menjelaskan kronologi tentang proses turun nya wahyu dari Allah kepada Nabi salah satunya berupa bunyi gemerincing lonceng yang datang kepada beliau; peristiwa ini merupakan pengalaman yang paling berat bagi beliau dimana malaikat memakai cara ini hingga membuat keningnya mengerut bersimbah peluh. Ini terjadi di hari yang amat dingin. Demikian pula, mengakibatkan onta beliau duduk bersimpuh ke bumi bila beliau menungganginya. Dan pernah juga wahyu datang seperti kondisi tersebut dan saat itu paha beliau ditaruh diatas paha Zaid bin Tsabit yang seketika dirasakan olehnya (Zaid) demikian berat sehingga hampir saja remuk.

Bagaimana bunyi gemerincing lonceng tersebut? Apakah malaikat memukul lonceng seperti kode morse kemudian Nabi menterjemahkan dalam kata-kata? Atau kah sebuah kiasan tentang petunjuk atau sinyal yang dikirim oleh Allah SWT yang dikenal dengan muraqabah kemudian nabi menterjemahkan kehendak Allah tersebut kedalam kata-kata sehingga menjadi petunjuk kepada ummatnya.

Saya berandai-andai, misalnya bunyi gemerincing lonceng tersebut suaranya lebih besar di daerah perut kanan berarti tidak lama lagi akan ada yang mengantar makanan enak kepada Nabi, atau kalau suatu saat bunyi gemerincing lonceng tersebut dekat telinga kiri berarti musuh-musuh Nabi mempunyai rencana akan mencelakankan Nabi dengan demikian Beliau telah terlebih dahulu siap siaga.

Saya kan hanya berandai-andai dan tentu saja hanya Nabi sendiri yang mengetahui bagaimana bentuk bunyi gemerincing lonceng tersebut yang sangat berat bagi Beliau. Bisa jadi gemerincing lonceng yang saya maksudkan di atas salah namun bisa jadi benar juga.

Satu hal yang saya tahu bahwa orang-orang yang telah sampai kepada tahap Muraqabah seakan-akan mengetahui apa yang akan terjadi ke depan dan itulah karunia Allah yang diberikan kepada orang-orang yang dipilih-Nya. Bahkan musuh akan datang pun akan bisa terbaca lewat muraqabah.

Apakah Muraqabah itu maqam tertinggi? Tentu saja tidak karena di atas muraqabah itu adalah lagi maqam yang lebih tinggi. Muraqabah itu hanya bisa merasakan tanda-tanda yang dikirim oleh Allah sedangkan maqam di atas nya adalah maqam dimana kita bisa berdialog langsung dengan Allah tanpa hijab.

Kalau Muraqabah merupakan aplikasi dari firman Allah Wa nahnu aqrabu Ilahi min hablil warrid (dan kami hampir kepadanya daripada urat lehernya) Surat Qaf ayat 16, maka maqam selanjutnya adalah Muqabalah dimana seseorang hamba dalam berzikir dalam tahap rohaninya berhadap-hadapan dengan zat Allah yang wajibul wujud sebagaimana firman Allah Dalam surat Al-Baqarah ayat 115, “Dan kepunyaan Allah-lah Timur dan Barat, maka kemanapun kamu menghadap disitu wajah Allah”.

Dan tentu saja maqam tertinggi adalah Maqam Baqabillah sebagaimana firman Allah dalam surat Ar Rahman ayat 27, “Dan akan tetap akan kekal Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemulyaan”. Para sufi mengatakan : “Fana dalam kebakaan Allah dan lenyap dalam kehadiran Allah”. Lalu bagaimana kita bisa sampai ke maqam baqabillah? Tentu harus melewati maqam fana fillah dimana seorang hamba berzikir dalam taraf lenyap/lebur rasa keinsanannya ke dalam rasa ketuhanan, ia telah fana dalam kebakaan Allah. Sebelum mencapai maqam fana fillah terlebih dahulu kita harus melewati maqam dimana hati kita selalu disertai oleh Allah dimanapun kita berada sebagaimana firman Allah dalam surat Al Hadid ayat 4 “ Wa huwa ma’akum aina maa kuntum artinya Dia beserta kamu di mana pun kamu berada”.

Maqam Baqa Billah itu adalah maqam para wali dan maqam para Guru Mursyid yang setiap geraknya adalah gerak Allah sebagai firman Allah dalam hadist qudsi : “Mata-KU ada dimatanya kalau ia melihat, Tangan-KU ada ditangan-Nya kalau dia memegang…. Kalau dia berdoa niscaya AKU kabulkan”

Selaku penempuh salik (penempuh jalan kebenaran) tidak layak rasanya kita bertanya kapan maqam kita dinaikkan? Kapan rohani kita diangkat oleh Guru, yang harus kita kerjakan hanyalah berbuat dan berbuat. Kalau ingin nomor 1 maka kerjakan perkerjaan nomor 1. Tujuan kita berguru hanyalah mengharapkan ridha-Nya semata-mata bukan untuk mendapatkan maqam yang mulia dan tinggi. Kalau pun maqam kita dinaikkan itu tidak lain karena kehendak Dia semata-mata bukan karena usaha kita.

Semoga Allah SWT berkenan menuntun kita agar bisa sampai kehadirat-Nya. Tanpa kekuatan dari-Nya kita tidak berdaya apa-apa. Kita hanyalah si daif yang tidak berdaya apa-apa yang selalu mengharapkan belas kasih-Nya. Kita hanyalah seorang pendosa yang terkadang sering kali angkuh dan merasa suci dihadapan-Nya. Semoga kita bisa menjadi hamba yang hina, daif dan papa dihadapan Zat Yang Maha Segala-gala nya. Amien Ya Rabbal ‘Alamin.

WANITA SUFI YANG HIDUP DAN MATINYA KERANA BICARA CINTA

$
0
0

Slide85

Maryam berasal dari Basrah, sebab itu namanya disebut Maryam al-Bashriyah. Beliau adalah tokoh wanita sufi yang sezaman dengan Rabi’ah al-‘Adawiyah dan hidup lebih lama darinya. Maryam juga adalah sahabat kepada Rabi’ah yang akrab. Sebab itu banyak cerita Maryam sebagai pelayan Rabi’ah. Padahal maryam juga adalah perempuan mulia dan guru yang berwibawa.

Maryam sering memberi kuliah mengenai cinta (mahabbah), dan setiap kali ia mendengar pembicaraan tentang ajaran cinta, ia mengalami ekstase.

Dikatakan bahawa pada suatu hari ia menghadiri kuliah dari seorang pengkhatbah. Ketika pengkhotbah itu mulai berwicara perihal cinta, hempedu hati Maryam pecah dan beliau menghembus nafasnya yang terakhir ketika perkuliahan itu masih berlangsung.

Muhammad bin Ahmad bin Sa’id ar-Razi meriwayatkan dari al-‘Abbas ibn Hamzah melalui Ahmad ibn Abi al-Hawari bahwa ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Umayr menuturkan:

Maryam al-Bashriyah boleh berdiri dalam sembahyang dari awal malam dengan membaca ayat “Dan Allah Maha Lembut kepada hamba-hamba-Nya” (QS 42 (asy-Syura): 19) dan tidak melewati ayat ini sehingga saat fajar menyinsung tiba.

Wanita sufi ini berkata:

“Aku tidak pernah sibuk dengan urusan rezekiku, tidak pula aku berlelah-lelah mencarinya sejak aku mendengar pernyataan Allah ‘Azza wa Jalla: Sebab di langitlah rezekimu ada, demikian juga apa yang dijanjikan kepadamu (QS 61 (adz-Dzariyat): 22)”.

SEMALAM KU BERMIMPI

$
0
0

Slide85

Saya telah menerima satu soalan berkaitan mimpi: “Dalam mimpi, saya memakai cincin emas pada jari manis tangan kiri. Waktu itu saya berada di sebuah tempat (rumah mungkin) yang semuanya gelap dan hitam. Waktu berjalan-jalan di situ, ada satu makhluk kecil (tak ingat apa dia) menanggalkan cincin saya dan melarikannya.

“Saya kejar. Sampailah di satu sudut, makhluk itu beri cincin saya kepada seekor labah-labah hitam. Haiwan itu memegang erat cincin hingga saya tak boleh ambilnya. Apa makna mimpi saya?”

Ini jawapan ringkas saya kepada yang bertanya: “Maaf saya tak pasti. Cuma kena tengok keadaan awak sebelum tidur. Adakah awak ada baca apa-apa doa sebelum tidur. Mungkin ia sekadar mimpi mainan tidur atau usikan syaitan yang nak takutkan awak. Abaikan sahaja dan minta perlindungan dengan Allah daripada sebarang bahaya.”


JENIS-JENIS MIMPI

Ini pula jawapan panjang yang mungkin boleh membantu yang bertanya. Mimpi manusia terbahagi kepada tiga jenis berdasarkan hadis ini:

“Apabila waktu (kiamat) semakin dekat, hampir sahaja mimpi seorang Muslim tidak mendustainya. Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling benar lidahnya. Mimpi orang Islam adalah satu bahagian dari 45 bahagian kenabian. Mimpi itu tiga jenis: (1) Mimpi yang benar adalah perkhabaran gembira daripada Allah, (2) mimpi gangguan daripada syaitan (untuk menyedihkan) dan (3) mimpi yang dipengaruhi jiwa seseorang (psikologi). Sekiranya kamu bermimpi sesuatu yang tidak kamu sukai, maka bangunlah bersolat dan usahlah diceritakan mimpi itu kepada manusia,” – Sahih Muslim.

Perincian tiga jenis mimpi:

Mimpi mainan tidur

Banyak dipengaruhi emosi, psikologi orang tidur.
Usah dipedulikan mimpi jenis ini kerana ia sekadar pengisi ruang minda sewaktu mata terlelap. Langsung tidak memberi impak.

Anda boleh cuba eksperimen mudah bagi menghadiahkan mimpi ini kepada teman anda. Bagaimana? Siram air kepada teman anda yang sedang nyenyak tidur. Besar kemungkinan mimpinya berkisar dalam lingkungan air.

Saya pernah menonton dokumentari berkaitan ular tedung ganas dari Mesir. Pengacara rancangan yang terkenal sebagai pakar menangkap ular gagal mengawal kerana keganasannya yang luar biasa. Sejurus selepas itu, saya bermimpi sang ular menyeringai ganas ke arah saya.

Mengapa? Mudah sahaja, kerana memori yang terpahat dalam minda saya masih nampak bayangan ular, lalu bayangan itu menjengah masuk ke dalam mimpi tanpa diundang.
Ketika paginya saya faham bahawa ular yang muncul dalam mimpi itu adalah imbasan ular yang ditonton dan bukannya petanda saya didengki atau disihir oleh sesiapa.

Mimpi gangguan syaitan

Syaitan sudah mengikat janji akan merosakkan manusia sehingga kiamat.
Usaha merosakkan manusia berlaku secara rohani, mental dan fizikal.
Serangan mental dan emosi paling mudah syaitan jalankan kerana mereka adalah makhluk yang lain jisimnya. Laluan perjalanan mereka merentas tubuh manusia melalui pembuluh darah sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Sesungguhnya syaitan (mampu) bergerak dalam (tubuh) manusia melalui pembuluh darah,” – Sahih Bukhari dan Sahih Muslim.
Cara mudah menangani mimpi ini adalah memotong langsung gangguannya sehingga ke akar umbi. Ikutlah panduan Rasulullah SAW:

“Apabila seseorang kamu bermimpi sesuatu yang disukainya, ketahuilah ia daripada Allah maka pujilah Allah atas mimpi tersebut dan berbicaralah tentangnya. Akan tetapi apabila seseorang itu bermimpi yang lain iaitu sesuatu yang tidak disukai, ketahuilah ia daripada syaitan. Maka hendaklah dia memohon perlindungan dengan Allah daripada kejahatannya. Jangan juga diceritakan mimpi itu kepada sesiapapun kerana mimpi itu tidak akan memudaratkannya,” – Sahih Bukhari.

Dalam hadis lain Rasulullah memperinci cara mengurus mimpi buruk:

“Apabila seseorang bermimpi (buruk) sesuatu yang tidak disukainya, maka hendaklah dia meludah ke kirinya sebanyak tiga kali, memohon perlindungan dengan Allah daripada kejahatan syaitan sebanyak tiga kali, dan hendaklah dia beralih tempat tidur,” – Sahih Muslim.

Mimpi yang benar atau perkhabaran gembira untuk orang soleh

Mimpi jenis ini biasanya berlaku kepada orang yang benar lidahnya sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW:
“…Apabila waktu (kiamat) semakin dekat, hampir sahaja mimpi seorang Muslim tidak mendustainya. Orang yang paling benar mimpinya adalah orang yang paling benar lidahnya,” – Sahih Muslim.

Lidah yang pantang berdusta berpunca daripada suluhan iman dalam jiwa. Lalu suluhan itu terpancar terang dalam mimpinya. Imam Muhammad Ibn Sirin, seorang tabiin tersohor dan dikurniakan kelebihan mentafsir mimpi turut menasihati perihal kepentingan takwa kepada Allah semasa sedar yang akan memancarkan mimpi yang benar semasa tidur.

Sebuah riwayat menyebut: “Apabila seseorang lelaki bertanya Imam Ibn Sirin tentang tafsiran sebuah mimpi, beliau akan berkata: Bertakwalah kamu kepada Allah ketika sedar (jaga), sudah pasti mimpi kamu tidak akan memberi mudarat padamu,” – Hilyat al-Awliya’ Wa Tabaqat al-Asfiya’ oleh Imam Abu Nu’aym al-Asbihani.

Walaupun begitu, waktu tidur orang yang benar lidahnya perlu kena dengan waktu mimpi yang benar. Perhatikan wilayah tidur yang disinggung Allah dalam ayat ini:
“Wahai orang yang beriman, hendaklah hamba kamu dan orang yang belum baligh daripada kalangan kamu, meminta izin kepada kamu (sebelum masuk ke tempat kamu), dalam tiga masa; (iaitu) (1) sebelum solat subuh, dan (2) ketika kamu membuka pakaian kerana kepanasan tengah hari, dan (3) sesudah solat Isyak; itulah tiga masa bagi kamu (yang biasanya terdedah aurat kamu padanya). Kamu dan mereka tidaklah bersalah kemudian daripada tiga masa yang tersebut, (kerana mereka) orang yang selalu keluar masuk kepada kamu, dan kamu masing-masing sentiasa berhubung rapat antara satu dengan yang lain. Demikianlah Allah menerangkan kepada kamu ayat-Nya (yang menjelaskan hukum-Nya); dan (ingatlah) Allah Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana,” (al-Nur [24:58]).

Sebelum percaya mimpi mempunyai petanda, kelaskan terlebih dahulu mimpi yang dialami kepada tiga kategori di atas. Juga ambil kira waktu tidur kita agar menepati tiga masa yang disebut ayat itu. Cubalah tafsir mimpi anda kepada kebaikan, mudah-mudahan Allah berikan mesej terbaik.

Jika mimpi kita tampak kelabu dan tidak menepati jenis mimpi yang benar serta waktunya jauh menyimpang, maka abaikan sahaja mimpi tersebut.

Viewing all 270 articles
Browse latest View live